Lilian
Didalam ruangan yang serba putih, terlihat seorang gadis berbaring dengan alat bantu memenuhi seluruh tubuhnya. Sejak peristawa kecelakaan yang ia alami terakhir kali, gadis itu masih belum bisa membuka kedua matanya.
Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh kedua orang tua gadis itu agar bisa melihat putrinya kembali membuka kedua matanya. Namun sebesar apapun usaha yang mereka lakukan tetap saja gadis itu tidak memeberikan tanda-tanda kehidupan.
Para dokter bahkan sudah menyerah dengan kondisi gadis itu, namun lagi-lagi kedua orang tuanya tetap berusaha meyakinkan para dokter jika Putrinya masih memiliki harapan untuk membuka kembali matanya.
Meski harapannya kecil namun bagi kedua orang tua gadis itu semasih Tuhan belum mengambil semua kehidupan Putrinya, maka harapan itu masih ada. Walaupun biaya yang mereka keluarkan tidak sedikit namun agar tetap bisa melihat Putrinya bisa bernapas maka mereka rela meski Putrinya hanya bisa bernapas menggunakan alat bantu diseluruh tubuhnya.
Bip Bip Bip Bip Bip
Bunyi alat bantu jantung memecah keheningan didalam ruangan serba putih itu. Setelah tadi pagi Dokter Karina selesai mengececek keadaan gadis itu, Efina ibu dari gadis itu pergi mengambil baju ganti dirumahnya setelah memastikan kondisi putrinya baik-baik saja.
Kreeeettt ....
Bunyi pintu yang didorong tanda seseorang memasuki ruangan inap gadis itu. Efina kembali dengan sebuah tas yang ditenteng ditangan kirinya sedangkan tangan kanannya digunakan untuk memegang ponsel yang ditempelkan ditelingannya.
"Kondisi Lilian baik-baik saja ... Papa nggak usah khawatir, Dokter Karina bilang bahwa kondisi tubuhnya sangat stabil." Efina berjalan menuju sofa terdekat dan meletakkan bawaannya diatas meja.
"Papa segera selesaikan masalah pekerjaan dan serahkan Lilian sama Mama saja. Mama yakin Lilian pasti bisa melewati masa sulitnya dan akan segera membuka kedua mata seperti sebelumnya." Air mata Efina kembali terjatuh saat melihat kondisi Putrinya yang semakin hari semakin melemah.
"Ya sudah kalau begitu ... Mama tutup teleponnya ya! Ingat Papa juga harus jaga kesehatan disana, jangan sampai saat Lilian sadar ia melihat wajah Papa yang kacau." Efina berjalan mendekati Putrinya yang masih belum membuka matanya.
Setelah menutup telepon dari Suaminya, Efina menatap sendu kewajah Putrinya yang sangat pucat. Sudah sejak lama ia tidak melihat sorot mata ceria dari Putrinya. Efina kembali teringat hari dimana ia mendapat kabar bahwa Putrinya mengalami kecelakaan dan dilarikan kerumah sakit terdekat.
Hatinya terasa diremas saat mendengar bahwa Putrinya tidak bisa bernapas tanpa menggunakan alat bantu ditubuhnya. Jika alat bantu itu dilepas maka sama saja mereka mencabut nyawa Putrinya.
Pernah sekali Putrinya hampir menghembuskan napas terakhirnya saat listrik dirumah sakit tersebut tiba-tiba mati dan membuat semua alat bantu Lilian juga ikut mati. Napas Lilian menjadi tidak teratur dan membuat Efina berteriak histeris saat melihat kondisi Putrinya yang semakin memburuk. Untung saja listriknya kembali normal dan Lilian bisa diselamatkan tepat waktu. Akhirnya Efina dan Suaminya memustukan untuk menyiapkan sendiri alat-alat yang akan digunakan jikalau listriknya kembali bermasalah dan kebutuhan lain yang mungkin saja Lilian butuhkan.
"Selama kita masih memiliki banyak uang, maka Mama tidak akan membiarkan satu orangpun melepas alat bantu ditubuh mu. Uang tidak menjadi masalah, kamu adalah yang terpenting untuk Mama. Cepatlah bangun sayang! Papa sudah merencanakan kehidupan normal seperti yang kamu inginkan ... Semua rencana itu akan berakhir sia-sia jika kamu tidak membuka matamu." Dada Efina kembali sesak mengingat permintaan Putrinya yang sederhana.
Ayah Lilian adalah orang penting disalah satu perusahaan besar bernama Ganendra Group, salah satu perusahaan terbesar di Asia. Perusahan itu dikelolah langsung oleh Aditia Ganendra dan Ayah Lilian dipercaya sebagai tangan kanannya. Pekerjaan Ayahnya mengharuskan mereka berpindah tempat sehingga mereka tidak menetap disatu tempat. Itulah mengapa Lilian selalu mengatakan kepada kedua orang tuanya bahwa ia ingin hidup normal seperti anak gadis lainnya.
Lilian ingin memiliki sahabat, menjalani kehidupan anak remaja seusianya dan melakukan banyak hal bersama sahabat dan orang terdekatnya. Namun sebelum permintaannya dipenuhi, kecelakaan itu terjadi.
Efina membalikkan badannya dan tidak ingin melihat kearah wajah Putrinya lagi. Hatinya selalu sakit melihat kondisi Putrinya, apalagi sebelum Putrinya kecelakaan Efina merasa belum memberikan kehidupan yang Putrinya inginkan. Efina juga merasa Keira Kakak dari Lilian baru bisa hidup normal setelah ia memutuskan untuk hidup sendiri dikota tempat ia kuliah.
"Aku memang Ibu yang sangat buruk untuk kedua Putriku ... Aku tidak bisa memberikan kehidupan yang mereka inginkan. Andai saja aku tidak egois dan tidak meminta kemanapun Papa pergi maka kami akan ikut maka kedua Putriku akan bisa menjalani kehidupannya dengan baik." Efina kembali menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi kepada Putrinya, ia kembali menangis dalam waktu yang lama.
Setelah puas menangis, Efina kembali menenangkan dirinya. Efina selalu berjanji kepada dirinya sendiri jika Lilian kembali membuka matanya lagi maka ia akan memberikan kehidupan yang Putrinya inginkan, yaitu kehidupan normal.
Saat Efina ingin bangun dari duduknya, terdengar suara alat bantu pernapasan berbunyi sangat pelan.
Bip Bip Bip Bip Bip Bip Bip Bip Bip
Efina terlonjat kaget dan segera mendekati Putrinya. "Ada apa? Apa yang terjadi?" Napas Efina tercekat melihat tubuh Lilian bergetar dengan wajah yang semakin pucat.
Dengan gerakan cepat Efina menekan tombol darurat beberapa kali berharap Dokter cepat datang dan melihat kondisi Putrinya.
Semakin lama tubuh Lilian semakin bergetar hebat membuat Efina semakin panik dan kembali menangis. Efina bahkan menekan tombol darurat sampai jarinya memerah karena terlalu banyak menekan. Namun tidak Efina sangka setelah tubuh Lilian bergetar hebat, gadis itu malah membuka kedua matanya dan langusung menatap kedua matanya.
Belum sempat Efina mengeluarkan kata-kata, Dokter datang dengan seorang perawat dibelakangnya dan menyuruhnya untuk keluar demi ketenangan pasien. Efina sebenarnya tidak ingin keluar namun demi Putrinya dia harus rela menunggu sampai dokter mengijinkannya masuk.
"Lilian tadi membuka matanya dan melihat kearah ku." Suaranya bergetar, Efina bahkan terduduk dengan lemas sambil memeluk kedua lututnya.
"Putriku sudah sadar ... Mata itu tadi terbuka. Lilianku kembali sadar ... Putri kecilku telah kembali." Efina menangis sesegukan hingga dokter keluar dari ruangan.
"Bagaimana kondisi Putriku Dokter? Dia baik-baik sajakan?" Tanya Efina tidak sabaran.
Dokter itu tersenyum kecil. "Ini sungguh ajaib, selama ini tidak ada yang berani menjamin kalau Putri Nyonya akan bisa kembali sadar. Namun hari ini Putri Nyonya telah membuka matanya dengan kondisi tubuh yang sangat stabil. Usaha Nyonya dan Tuan akhirnya membuahkan hasil, tidak sia-sia kalian mempertahankan agar alat-alat itu tetap terpasang ditubuh Putri mu."
Air mata Efina kembali membasahi kedua pipinya. "Putriku benar-benar sudah sadarkan Dokter? Kali ini bukan mimpi lagi kan?" Dadanya mulai kembali sesak.
Dokter itu menggeleng dengan cepat. "Nyonya sedang tidak bermimpi, Putri Anda sudah bangun dan silahkan Nyonya masuk untuk melihat kondisinya."
Efina mengangguk cepat kemudian secepatnya berlari menuju ruangan Lilian. Tangan dan kaki Efina bergetar melihat tatapan mata Putrin yang selama ini ia rindukan.
"Lilian ... Putriku ..." Tangis Efina kembali pecah, ia pun berjalan dengan cepat dan memeluk erat tubuh Putrinya.
°°°
Lilian kembali membuka kedua matanya. Masih dengan ruangan bercat putih sama seperti sebelumnya.
"Aneh .... Ini benar ... Benar aneh. Aku kembali setelah menyelesaikan misi? Lalu bagaimana selanjutnya? Apa yang terjadi setelah hari itu?" Batin Lilian bingung.
Setelah sekian lama menutup mata Lilian akhirnya membuka kembali matanya. Beberapa hari yang lalu, Lilian pikir ia masih berada dimasa lalunya namun wajah Mama yang selalu ia rindukan berada tepat dihadapannya dengan berlinangan air mata.
Awalnya Lilian bingung saat seorang Dokter dan seorang Perawat datang memeriksa kondisi tubuhnya. Bukan baju khas orang jaman dulu yang keduanya kenakan melainkan pakaian yang biasa Dokter dan Perawat kenakan saat sedang bertugas dirumah sakit.
Setelah mengamati situasi beberapa saat, Lilian baru menyadari bahwa ia telah kembali ke raga masa depannya dan ia telah menyelesaikan misinya. Kesal, tentu saja hal itu yang Lilian rasakan pertama kali. Bukan tidak ingin kembali namun Lilian belum mengatakan salam perpisahan atau melakukan apapun pada semua orang pada masa lalunya.
Saat itu Lilian hanya merasa lelah dan jatuh tidak sadarkan diri. Saat bangun Lilian sudah kembali ke masa depannya, hal itu membuat Lilian kesal sendiri.
"Aku tidak mengatakan sepatah kata pun kepada semua orang dimasa lalu. Aishhh ... hal ini membuatku kesal saja." Batin Lilian.
Efina hanya menatap aneh kearah Putrinya. Sejak terbangun dari komanya, Lilian tidak banyak bicara dan sering melamun. Efina bahkan melihat Lilian menghembuskan napas seakan ia sedang memikirkan sesuatu atau menyesali sesuatu.
Seperti sekarang ini, saat melihat Lilian terbangun Efina berniat menawarkannya makan namun niatnya terhenti saat melihat raut wajah aneh dari Putrinya itu. Tidak ingin berpikiran aneh lagi, akhirnya Efina berjalan mendekati Lilian yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
"Sayang apa kamu baik-baik saja?" Efina menatap sendu kearah Lilian, namun Lilian tidak menjawab bahkan tidak menatapnya.
"Sayang ..." Panggil Efina lembut sambil mengelus pelan kepala Lilian.
Lilian kaget saat merasakan tangan lembut mengusap kepalanya. "Mama?"
Efina menatapnya khawatir. "Apa kamu baik-baik saja? Perlu Mama panggilkan Dokter?"
Lilian menggelan pelan dan tersenyum kikuk kearah Mamanya. "Ahhh Tidak Mama ... Lilian baik-baik saja."
"Benarkah? Sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu." Tangan Efina kembali mengusap lembut kepala Lilian.
Lilian dapat merasakan kehangatan dari sentuhan Mamanya, sangat lembut dan penuh kasih sayang. "Lilian hanya penasaran saja. sejak terbangun, Lilian belum melihat keberadaan Papa dan Kakak."
Efina mengusap pelan tangan Lilian. "Papa sedang mengurus semua kepindahan kita dan Kakak juga sedang membantu Papa disana."
Lilian mengerutkan kening bingung. "Pindah? Lagi?" Tanyanya tidak percaya.
Efina mengangguk pelan sambil tersenyum lembut. "Kali ini yang terakhir ... Papa dan Mama sudah memutuskan jika kita akan tinggal di Jakarta dan menetap disana. Papa juga sudah mengurus tempat dimana kamu nanti bersekolah. Jika kondisi mu semakin membaik maka setelah keluar dari rumah sakit kita langsung berangkat ke jakarta."
"Benarkah? Kita akan menetap? Tidak lagi berpindah-pindah? Lalu bagaimana dengan toko Mama?" Tanya Lilian beruntun.
Efina hanya tersenyum menanggapi pertanyaan beruntun dari Putrinya. "Benar kita akan menetap disana dan tidak akan pindah ... Papa mungkin sesekali harus melakukan perjalanan bisnis namun setelahnya akan kembali pulang. Untuk toko biarkan saja pegawai Mama yang akan mengurus, itu hanya toko cabang dan toko induknya ada di Jakarta. Kalau tidak ada kendala Mama akan langsung mengelola langsung toko induknya." Jelasnya.
Lilian hanya mengangguk pelan, ada banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan namun Efina menyuruhnya agar beristirahat agar secepatnya tubuh Lilian kembali pulih.
°°°
Akhirnya Author kembali dengan kisah Lilian ... Semoga awalnya tidak mengecewakan para pembaca yang sudah lama menunggu season duanya ya ...
Untuk pembaca baru disarankan agar membaca novel karya Author yang sebelumnya "Bukan Dunia Novel" Karena kisahnya berasal dari sana dan mengalir sampai sini🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Dede Mila
aku pada mu Thor...lope lope lope sekebon....😍😍😍😍😍😍🤭
2023-07-04
0
Aliya Aja
cerita bagus2 tapi selalu yg like kok sedikit sih...
kan sayang cerita yg bagus di lewatkan...
2022-10-27
0
IndraAsya
👣👣👣 Jejak 💪💪💪😘😘😘
2022-07-07
1