Bel istirahat akhirnya berbunyi dengan nyaring diseluruh wilayah Florenzo school. Terdengar helanaan napas lega dari berbagai murid yang berada dikelas X Mia 1, setelah belajar selama beberapa jam akhirnya mereka bisa mengistirahatkan otak mereka untuk sejenak.
Lilian membereskan alat tulisnya dan memasukannya ke dalam tas. Beberapa siswa lelaki berjalan mendekat ke arah meja Lilian dan berdiri tepat di sampingnya.
"Hai Lilian! Kenalin nama gue Bimo, mau barengan ke kantin nggak?" Sambil menunjukkan senyum manisnya kenarah Lilian.
Lilian menatap Bimo dengan raut wajah bingung.
"Lo anak baru dan pastinya kagak tau dimana letak kantin sekolah ... Karena kita ini adalah murid yang baik, jadi sekalian kita mau ngajakin lo barengan." Ujar Kamal yang berdiri di belakang Bimo.
Laura menatap sinis ke arah Bimo dan teman-temannya yang mulai menggoda Lilian. "Ehhhh anak Kutu ... Nggak usah modus ya! Lilian pergi bareng kita jadi sana Lo pada pergi ... Hushh husshh ..." Usirnya sambil menghempaskan tangan diudara.
"Lo pikir kita ini kambing?" Kesal Bimo.
"Laaah ... Tuh dah tau." Celetuk Gladis yang duduk didepan Laura.
"Ehhh Lo juga nggak usah ikut-ikutan ya ... Kita ini ngajakin Lilian bukan kalian." Kesal Bobi yang juga berdiri di belakang Bimo.
"Tentu saja kita ikut-ikutan ... Lilian ini sudah jadi teman kita dan bakal ke kantin bareng kita juga. Jadi sana hush ... hush ..." Laura kembali mengibaskan tangannya ke udara untuk mengusir Bimo dan teman-temannya.
"Diam deh Lo pada! Kita ngajakin Lilian, jadi biarkan dia yang menjawab." Kamal melemparkan tatapan permusuhan pada Laura dan Gladis.
Bimo dan teman-temannya kembali menatap ke arah Lilian untuk meminta jawaban padanya.
"Ummm sepertinya gue bareng mereka aja, sorry." Jawab Lilian sambil menggaruk belakang telingannya pelan.
Gladis dan Laura tertawa mengejek ke arah Bimo setelah mendengar penolakkan dari Lilian.
"Apa gue bilang ... Lilian bakal pergi bareng kita, sekarang sebaiknya kalian pergi sana!" Usir Laura lagi dengan tatapan mengejek.
"Dasar Mak Lampir! Awas ya lain kali." Kesal Bimo dengan tatapan kesal.
"Lo ngajak baku hantam?" Tantang Laura.
"Eh Lo nyolot ya ..." Bimo maju selangkah ingin menyentil kening Laura.
"Semuanya diam!!" Meira yang sejak tadi hanya diam kini sudah berdiri dari duduknya dan menatap Bimo dengan tatapan tajamnya.
"Eh Meira Sans aja dong lo natapnya. Sampai merinding gue." Ucapan Bimo diangguki oleh teman-temanya.
"Jika kalian masih berdiri terus di sini, sepatu gue bakalan melayang di wajah lo pada. Mau?!!" Bentak Meira.
"Lo kalau marah serem juga, ayo teman-teman kita cabut aja! Ntar Mak Lampir dan Si Kunti tambah marah!." Ajak Bimo dan langsung berlari keluar kelas takut kena amukan Laura dan Meira.
"Awas ya lo pada!!" Teriak Meira kesal.
"Sabar ... Sabar Laura. Ntar kalau marah ... wajah lo bisa memerah, nggak lucu banget ntar ketemu Kak Rein dengan wajah kek gitu." Ujar Laura ke diri sendiri sambil mengatur napasnya.
"Lalu kenapa kalau Kak Rein lihat Lo? Palingan di cuekin lagi." Ujar Gladis yang kembali membuat Laura kesal.
"Lo benar-benar teman nggak ada akhlak ya! Seharusnya lo itu ngedukung gue bukan malah ngomong kek gitu." Ucap Laura sambil mengubas rambutnya ke belakang punggung.
"Gue bilang apa adanya ... Siapa yang nggak suka sama Kak Rein? Punya wajah yang tampan, tajir gila, pinter, berkharisma, mos wanted pula. Semua cewek nggak akan nolak sama pesonanya, nah Lo bagaikan sebutir pasir diantara berlian." Kata Gladis yang mulai membayangkan wajah Rein di kepalanya.
"Ya bagus dong ... Jika yang lain berlian maka gue adalah satu-satunya pasir. Kak Rein pasti lebih menatap ke arah gue." Ucap Laura dengan binar mata bahagia.
"Kayak-nya ini anak udah mulai gila." Gladis menatap Laura dengan tatapan aneh.
"Ehh ini kita jadi ke kantin tidak? Lapar gue ... Ngomongin itu orang nggak bakal buat kita kenyang. Sebaiknya isi dulu nih perut abis itu baru deh ngomongin mereka lagi." Saran Meira kemudian mulai menarik Lilian untuk berjalan mengikutinya.
"Ehh tunggu-tunggu." Laura cepat-cepat berdiri dan menyusul keduanya.
"Anjirr ... Gue di tinggal sendiri. Tungguin gue woeee." Gladis juga ikut berlari mengikuti teman-temannya.
Ke empatnya berjalan menyusuri lorong sekolah menuju kantin. Jarak kelas mereka dengan kantin lumayan jauh, mereka harus melewati lapangan terlebih dahulu baru kemudian berbelok ke arah kiri untuk sampai ke tempat tujuan.
Saat ke empatnya ingin berjalan melewati lapangan, hampir seluruh siswi Florenzo Scholl memenuhi pinggir lapangan dengan menyebut beberapa nama. Lilian mengerutkan kening bingung karena ia kembali mendengar nama yang ia dengar tadi saat berjalan ke kelas bersam Bu Clara.
Laura dan Gladis mencoba berjinjit untuk melihat apa yang para murid cewek itu lihat. Namun sebesar apapun usaha mereka tetap saja tidak bisa karena banyaknya murid yang mengerubungi lapangan tersebut.
"Percuma kalian mau lihat. Nggak lihat ada banyak manusia yang mengerubungi lapangan kayak semut?" Tanya Meira dengan raut wajah acuh.
Laura dan Gladis akhirnya menyerah dan kembali melanjutkan perjalanan mereka.
"Sebenarnya ada apasih di sana? Tadi saat gue berjalan ke kelas, orang-orang juga melakukan hal yang sama dan menyebut nama seseorang." Tanya Lilian yang mulai penasaran dengan situasi yang terjadi.
Ke tiganya menatap kearah Lilian dengan mata membulat, tidak percaya dengan ucapan Lilian.
"Aduh Lilian, seharusnya sebelum masuk ke sekolah ini ... lo seharusnya sudah tahu situasi apa yang sedang berlangsung kayak tadi." Ucap Laura sambik menatap Lilian serius.
Lilian menggaruk pelan kepalanya. "Sejujurnya gue sering berpindah sekolah namun gue belum pernah nemu situasi yang kayak tadi." Jawabnya sedikit ragu.
Gladis membuka mulut tidak percaya dengan jawaban yang Lilian berikan. "Masa di sekolah lo yang sebelumnya nggak ada mos wanted?"
"Mos wanted?" Lilian mengerutkan kening bingung.
"Iya Mos wanted. Orang famous gitu. Masa iya lo kagak tau yang begituan?" Laura mulai heran dengan Lilian.
"Lo nggak tinggal di pedalamankan? Dalam satu sekolah pasti ada yang namanya mos wanted. Orang yang dijadikan idola karna tampang maupun prestasinya." Jelas Meira.
Lilian menggangguk paham. "Umm gitu. Gue sering pindahan sekolah jadi nggak terlalu memperhatikan hal-hal semacam itu."
"What? Bisa-bisanya lo nggak merhatikan hal sepenting itu. Sudah banyak sekolah yang lo datangi namun hal kek gitu belum pernah lo nemuin ... Otak lo nggak bermasalahkan?" Tanya Laura mulai heboh.
"Gue benar-benar nggak sempat, jangankan merhatikan yang kayak gitu ... Teman aja gue nggak punya." Ujar Lilian santai.
Ke tiga temannya langsung membukatkan mata dan menatap Lilian serius.
"Seriusan?" Tanya ketiganya barengan.
Lilian hanya mengangguk pelan tanpa menjawab. Sebelum mereka menanyakan hal lain, ke empatnya terlebih dahulu memesan makanan dan mencari tempat kosong untuk mereka duduki.
"Di sana kelihatannya kosong!" Tunjuk Lilian ke beberapa meja yang berada didekat pojok kantin.
"Nggak bisa! Meja itu sudah ada yang punya." Jawab Gladis cepat.
Lilian mengerutkan kening bingung mendengar jawaban Gladis. Yang dipikirkan oleh Lilian adalah meja itu kosong dan tidak ada yang tempati namun Gladis mengatakan jikalau meja itu sudah ada yang punya.
Lilian kembali menoleh ke arah meja yang berada dekat dengan meja yang tadi ia tunjuk. "Kalau begitu meja yang di sana aja. Kelihatannya kosong." Ujar Lilian dengan mengarahkan telunjuknya ke arah meja.
"Meja itu juga sudah ada pemiliknya." Kali ini Meira yang menjawab.
Lilian kembali mengerutkan kening, ada banyak hal yang ia ingin tanyakan namun sebelum ia bertanya Gladis menarik tangannya menuju salah satu meja kosong yang letaknya sedikit jauh dari meja yang Lilian tunjuk tadi.
Ke empatnya langsung menduduki meja tersebut dan menunggu pesanan mereka datang.
"Gue boleh nanya sesuatu nggak?" Tanya Lilian.
"Sebanyak yang lo mau. Jika kami bisa menjawabnya maka terserah lo mau nanya apa saja." Jawab Meira sambil menyunggingkan senyuum manis.
Likian tampak berpikir sebentar lalu kepalanya menoleh ke arah meja yang ia tunjuk tadi. "Kenapa kalian bilang kalau meja itu sudah ada yang punya? Bukankah meja itu terlihat kosong dan nggak ada yang tempati?" Heran Lilian.
Ke tiganya menengok ke arah pandang Lilian kemudian masing-masing menghela napas pelan.
"Sepertinya lo kekurangan banyak informasi dan akan ada banyak hal yang perlu kita jelasin ke lo nantinya." Ujar Laura sambil membenarkan tatanan rambutnya yang mulai berantakan.
"Meja tadi milik Geng Andromeda. Seperti yang lo bilang tadi jika meja itu tampak kosong, itu karena tidak ada yang berani menduduki meja itu tanpa persetujuan mereka." Jelas Gladis heboh.
"Meja itu milik mos wanted sekolah kita." Tambah Laura.
"Ohhh kita harus punya meja sendiri di sekolah ini?" Tanya Lilian bingung dengan penjelasan teman-temannya barunya.
Ke tiga temannya menghembuskan napas berat dan menatap Lilian dengan tatapan pasrah.
"Sepertinya sebelum kesini lo menjalani kehidupan yang tidak menyenangkan ya?" Tanya Laura lemas.
"Mungkin bisa dibilang seperti itu." Jawab Lilian.
Gladis mengetuk meja tiga kali dan menatap Lilian dengan serius. "Lilian disekolah kita ini ada yang namanya Geng Andromeda, mereka berjumlah empat orang dan keseluruhannya adalah golongan orang ke atas dan calon Ahli Waris masa depan perusahaan besar."
"Dengar baik-baik apa yang gue jelasin ini dan jangan sampai lupa." Ujar Laura.
Lilian mengangguk pelan dan mendengar dengan seksama cerita dari teman-temannya secara bergantian. Di sekolah sekarang terdapat banyak sekali kalangan orang ke atas, salah satunya adalah anggota dari Geng Andromeda.
Geng itu terdiri dari empat orang dan memiliki status yang tinggi. Pertama Gladis menjelaskan tentang Farrel Bantara, anak pengusaha besar dari Group Bantara. Memiliki banyak aset di berbagai daerah dalam negri maupun luar negri. Memiliki wajah yang tampan, kharismatik, kedua pipinya memiliki lesung pipi, jago main basket, pintar namun playboy.
Kedua adalah Mario Pratama, Ahli waris dari Pratama Group. Memiliki wajah yang tampan, menyukai karya seni, kharismatik, penyayang, jago main basket dan memiliki tatapan meneduhkan hati siapa saja yang menatapnya.
Ketiga adalah Rein Azzam Arisena, Putra pertama dari Hans Arisena dari Grup Arisena. Memiliki Wajah tampan, bola mata yang indah, senyum cerah, pandai bermain musik, jago basket, lukis, memanah, pintar namun jarang bersosialisasi dengan orang yang dianggap tidak penting.
Dan yang terakhir adalah Arion Alpenseint Ganendra. Ahli waris satu-satunya, memiliki wajah tampan namun dingin, memiliki tatapan mata tajam, jarang berbicara banyak, tidak suka disentuh oleh perempuan, kharismatik, pintar, jago dalam segala hal, jarang tersenyum, namun entah mengapa ia paling di sukai oleh kaum hawa.
Lilian mencerna semua informasi yang ia dapatkan dari teman-temannya dengan diam.
"Karena prestasi dan kedudukan sosialnya, tidak ada orang yang mau mencari masalah dengan mereka. Jika ada itu artinya mereka meyerahkan nyawa dengan sia-sia." Kata Gladis di akhir ceritanya.
"Apakah memang sehebat itu? Bukankah kita memiliki hak yang sama disekolah ini?" Tanya Lilian heran.
"Seharusnya seperti itu namun siapa yang mau berurusan dengan mereka setelah melihat kedudukan sosialnya. Kami hanya bisa mengagumi mereka dari jauh ... memiliki mereka bagaikan mimpi." Ujar Laura dengan raut wajah dramatais.
"Menyukai seseorang itu bukan dari kedudukannya melainkan dari hati kita sendiri. Jika kita hanya melihat kedudukan maka bukan cinta namanya melainkan perasaan ingin terkenal dan dikenal." Ucap Lilian.
Sebelum ketiganya menjawab ucapan Lilian. Terdengar suara teriakan yang sangat heboh dari arah lapangan dan membuat ke empatnya menatap satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Intan Lestari
up lagi thorr uhh pasti ketemu ni
2021-08-10
0
Intan Lestari
ketemu pasti nii
2021-08-10
0
manusua_
Up Thor!!!!
2021-08-10
0