Bukan Perebut Suami Orang
Di sebuah kafe di sudut kota.
Teresa menyesap minuman warna kuning di gelasnya yang nyaris tandas dan berulang kali melemparkan tatapan matanya ke arah pintu utama kafe. Sepertinya wanita berusia dua puluh dua taun tersebut sedang menunggu seseorang.
Tak berselang lama, seorang wanita yang mengenakan setelan blazer warna babypink masuk ke kafe dan langsung duduk di hadapan Teresa.
"Kau Teresa? Sekretaris baru Will?" Tanya wanita tersebut to the point.
"Ya." Jawab Teresa menatap segan pada wanita tersebut.
Bukan segan sebenarnya, namun rasa bersalah yang menggunung di dada Teresa pada wanita di depannya ini. Namun apa mau dikata, nasi sudah berubah menjadi bubur. Teresa sudah mengabil keputusannya dan Teresa sanat yakin kalau waita ini pasti akan meluapkan amarahnya sebentar lagi.
"Aku Audrey, istri Will," ucap wanita bernama Audrey tersebut memperkenalkan dirinya.
"Kau pasti sudah tahu siapa aku. Kenapa aku harus memperkenalkan diri," gumam Audrey seraya tertawa kaku seakan sedang menertawakan dirinya sendiri.
"Audrey, ak-"
"Aku melihatmu kemarin. Berada di kamarku." Sergah Audrey memotong kalimat Teresa.
"Tidak! maksudku di kamar Will." Audrey mengoreksi kalimatnya dan kembali tertawa sumbang.
Teresa sontak menundukkan wajahnya dan merasa malu, seperti seorang pelakor yang baru saja ketahuan tidur dengan suami orang.
Namun nyatanya, Teresa memang sehina itu.
Audrey melemparkan sebuah amplop ke hadapan Teresa dengan kasar.
"Seharusnya kau tak perlu menjual dirimu seperti itu, Teresa!"
"Aku butuh uang!" Sergah Teresa cepat.
Kalimat Audrey benar-benar menusuk hati Teresa. Mungkin menurut Audrey Teresa adalah wanita murahan karena dengan mudah menjual tubuhnya, menjual kegadisannya dan bahkan harga dirinya hanya demi membuktikan pada semua orang kalau Will tidak mandul.
"Kau bisa mendapatkan uang dari manapun," tukas Audrey yang langsung membuat Teresa tersenyum kecut.
"Ya! Jika aku terlahir dari keluarga kaya sepertimu, tentu saja aku bisa mendapatkan uang darimanapun dan tak perlu menjual harga diriku seperti ini. Tapi aku bukan seorang tuan putri yang terlahir dari keluarga kaya dan serba berada."
"Aku sebatang kara sejak usiaku tiga tahun. Kedua orang tuaku tewas dalam kecelakaan. Aku dibesarkan di sebuan panti asuhan dan harus berbagi segala hal dengan semua saudara-saudaraku di panti. Dan sekarang panti asuhan tempat aku dibesarkan terancam kehilangan donatur tetapnya jika keluarga Atmadja tak kunjung bisa mendapatkan seorang cucu."
"Apa kau pikir kau akan langsung hamil setelah tidur dengan Will?" Sergah Audrey dengan nada meninggi.
"Buka surat itu dan baca dengan teliti!" Audrey menunjuk ke arah amplop putih yang tadi ia lemparkan ke atas meja.
"Will yang mengalami masalah dengan kesuburannya! Sekalipun kau tidur dengan Will berulang kali, kau tidak akan bisa hamil, Teresa!" Sergah Audrey lagi dengan emosi yang meluap-luap.
Teresa hanya menatap pada amplop putih di atas meja dan tak ada sedikitpun niat untuk membuka apalagi membacanya.
Bayangan kejadian kemarin di rumah Will kembali menari-nari di benak Teresa.
"Sekarang pilihan ada di tanganmu, Teresa!" Bu Evita bersedekap pada Teresa.
"Menikahlah dengan Will, lalu berikan cucu untuk keluarga Atmadja, dan semua biaya pengobatan Dareen tak perlu lagi kau pikirkan. Kami juga akan menambah nominal dinasi setiap bulan untuk panti asuhan," jelas Bu Evita membeberkan semua janji manisnya pada Teresa.
"Tapi Will masih berstatus sebagai suami Audrey, Bu! Saya tidak mungkin menikah dengan Will-"
"Seorang pria bisa mempunyai lebih dari satu istri, Teresa! Kenapa kau harus cemas?" Sergah Bu Evita memotong kalimat Teresa.
"Kami juga sedang di posisi terdesak sekarang. Jika semua harta warisan itu jatuh ke tangan keluarga Hanan, panti asuhan akan kehilangan donatur dan kami tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi! Lalu Dareen tidak akan bisa menjalani pengobatannya lagi. Apa kau mau seperti itu!" Sambung Bu Evita lagi yang semakin membuat Teresa menjadi dilema.
"Izinkan saya bicara dulu dengan Audrey, Bu!" Mohon Teresa pada Bu Evita.
"Tidak perlu!" Jawab Bu Evita menolak tegas permintaan Teresa.
"Will sudah ada di kamarnya dan mungkin obatnya sudah bekerja."
Bu Evita melemparkan sebuah gaun tidur pada Teresa.
"Ganti bajumu cepat dan masuk ke kamar Will sekarang!" Perintah Bu Evita.
"Tapi bagaimana dengan Audrey?" Teresa masih saja memikirkan Audrey
"Audrey tidak akan pulang malam ini karena dia sibuk dengan pekerjaannya. Jadi cepat selesaikan tugasmu malam ini!" Perintah Bu Evita sekali lagi tetap dengan nada tegasnya.
Teresa memungut gaun tidur yang dilemparkan oleh Bu Evita. Bayangan puluhan anak panti yang sangat bergantung pada keluarga Atmdja membuat hati Teresa terasa diiris-iris. Belum lagi penyakit kanker yang menggerogoti Abang Dareen, dan membuat abang Teresa tersebut membutuhkan biaya berobat yang tidak sedikit, semakin membuat Teresa tak punya pilihan lain.
Bukankah ini akan mudah?
Teresa hanya perlu tidur bersama Will, mengandung anak pria itu, lalu melahirkan pewaris untuk keluarga Atmadja. Dan semua masalah akan selesai.
Teresa akan mengembalikan Will pada Audrey setelah itu.
Lalu Teresa akan pergi jauh bersama Abang Darren dan merawat abangnya itu hingba sembuh.
Dan Teresa tak perlu lagi khawatir pada nasib adik-adiknya di panti, karena setelah Teresa melahirkan cucu untuk keluarga Atmadja, maka keluarga itu akan selamanya menjadi donatur untuk panti asuhan.
Semudah itu!
Jadi apa yang kau cemaskan, Teresa?
Teresa membuka pintu kamar Will perlahan.
"Audrey! Kaukah itu, Sayang?" Racau Will yang nada bicaranya seperti orang mabuk.
Entah obat macam apa yang diberikan Bu Evita pada anaknya ini.
"Kenapa kau baru pulang, Audrey? Aku merindukanmu!" Will tiba-tiba sudah menerjang Teresa dan menghimpit tubuh kurus Teresa hingga menabrak dinding, bahkan sebelum Teresa sempat buka suara.
Will sudah menciumi bibir Teresa dengan bertubi-tubi dan melucuti baju Teresa dengan sedikit kasar. Dan adegan yang terjadi selanjutnya benar-benar terasa menyakitkan untuk Teresa karena memang ini yang pertama kali untuknya. Belum lagi bibir Will yang terus saja mendesahkan nama Audrey membuat hati Teresa menjadi semakin tak karuan.
Teresa hanya menangis dalam hati saat Will terus menyentuhnya semalaman. Harga diri Teresa bahkan sudah hilang sekarang, bersamaan dengan semua hal berharga yang ada di dalam diri Teresa yang juga sudah hilang direnggut oleh Will.
Maaf, Audrey!
.
.
.
Ada pembaca Audrey (Remember Me Please, Hubby!) yang mampir, kah?
Audrey disini masih berusia 21 tahun, ya! Jadi masih sedikit labil jiwanya dan tidak sebijak Audrey di cerita sebelah yang sudah berusia 26 tahun.
Terima kasih yang sudah mampir baca (kalau ada)
Jangan lupa dilike meskipun kalian esmosi sama ceritanya🙈
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
lucky gril
mampor
2021-12-20
0
Riska Wulandari
lanjut nyimak disini
2021-11-02
0
halyda hikmal
AQ udh mampir
2021-10-21
0