Di sebuah kafe di sudut kota.
Teresa menyesap minuman warna kuning di gelasnya yang nyaris tandas dan berulang kali melemparkan tatapan matanya ke arah pintu utama kafe. Sepertinya wanita berusia dua puluh dua taun tersebut sedang menunggu seseorang.
Tak berselang lama, seorang wanita yang mengenakan setelan blazer warna babypink masuk ke kafe dan langsung duduk di hadapan Teresa.
"Kau Teresa? Sekretaris baru Will?" Tanya wanita tersebut to the point.
"Ya." Jawab Teresa menatap segan pada wanita tersebut.
Bukan segan sebenarnya, namun rasa bersalah yang menggunung di dada Teresa pada wanita di depannya ini. Namun apa mau dikata, nasi sudah berubah menjadi bubur. Teresa sudah mengabil keputusannya dan Teresa sanat yakin kalau waita ini pasti akan meluapkan amarahnya sebentar lagi.
"Aku Audrey, istri Will," ucap wanita bernama Audrey tersebut memperkenalkan dirinya.
"Kau pasti sudah tahu siapa aku. Kenapa aku harus memperkenalkan diri," gumam Audrey seraya tertawa kaku seakan sedang menertawakan dirinya sendiri.
"Audrey, ak-"
"Aku melihatmu kemarin. Berada di kamarku." Sergah Audrey memotong kalimat Teresa.
"Tidak! maksudku di kamar Will." Audrey mengoreksi kalimatnya dan kembali tertawa sumbang.
Teresa sontak menundukkan wajahnya dan merasa malu, seperti seorang pelakor yang baru saja ketahuan tidur dengan suami orang.
Namun nyatanya, Teresa memang sehina itu.
Audrey melemparkan sebuah amplop ke hadapan Teresa dengan kasar.
"Seharusnya kau tak perlu menjual dirimu seperti itu, Teresa!"
"Aku butuh uang!" Sergah Teresa cepat.
Kalimat Audrey benar-benar menusuk hati Teresa. Mungkin menurut Audrey Teresa adalah wanita murahan karena dengan mudah menjual tubuhnya, menjual kegadisannya dan bahkan harga dirinya hanya demi membuktikan pada semua orang kalau Will tidak mandul.
"Kau bisa mendapatkan uang dari manapun," tukas Audrey yang langsung membuat Teresa tersenyum kecut.
"Ya! Jika aku terlahir dari keluarga kaya sepertimu, tentu saja aku bisa mendapatkan uang darimanapun dan tak perlu menjual harga diriku seperti ini. Tapi aku bukan seorang tuan putri yang terlahir dari keluarga kaya dan serba berada."
"Aku sebatang kara sejak usiaku tiga tahun. Kedua orang tuaku tewas dalam kecelakaan. Aku dibesarkan di sebuan panti asuhan dan harus berbagi segala hal dengan semua saudara-saudaraku di panti. Dan sekarang panti asuhan tempat aku dibesarkan terancam kehilangan donatur tetapnya jika keluarga Atmadja tak kunjung bisa mendapatkan seorang cucu."
"Apa kau pikir kau akan langsung hamil setelah tidur dengan Will?" Sergah Audrey dengan nada meninggi.
"Buka surat itu dan baca dengan teliti!" Audrey menunjuk ke arah amplop putih yang tadi ia lemparkan ke atas meja.
"Will yang mengalami masalah dengan kesuburannya! Sekalipun kau tidur dengan Will berulang kali, kau tidak akan bisa hamil, Teresa!" Sergah Audrey lagi dengan emosi yang meluap-luap.
Teresa hanya menatap pada amplop putih di atas meja dan tak ada sedikitpun niat untuk membuka apalagi membacanya.
Bayangan kejadian kemarin di rumah Will kembali menari-nari di benak Teresa.
"Sekarang pilihan ada di tanganmu, Teresa!" Bu Evita bersedekap pada Teresa.
"Menikahlah dengan Will, lalu berikan cucu untuk keluarga Atmadja, dan semua biaya pengobatan Dareen tak perlu lagi kau pikirkan. Kami juga akan menambah nominal dinasi setiap bulan untuk panti asuhan," jelas Bu Evita membeberkan semua janji manisnya pada Teresa.
"Tapi Will masih berstatus sebagai suami Audrey, Bu! Saya tidak mungkin menikah dengan Will-"
"Seorang pria bisa mempunyai lebih dari satu istri, Teresa! Kenapa kau harus cemas?" Sergah Bu Evita memotong kalimat Teresa.
"Kami juga sedang di posisi terdesak sekarang. Jika semua harta warisan itu jatuh ke tangan keluarga Hanan, panti asuhan akan kehilangan donatur dan kami tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi! Lalu Dareen tidak akan bisa menjalani pengobatannya lagi. Apa kau mau seperti itu!" Sambung Bu Evita lagi yang semakin membuat Teresa menjadi dilema.
"Izinkan saya bicara dulu dengan Audrey, Bu!" Mohon Teresa pada Bu Evita.
"Tidak perlu!" Jawab Bu Evita menolak tegas permintaan Teresa.
"Will sudah ada di kamarnya dan mungkin obatnya sudah bekerja."
Bu Evita melemparkan sebuah gaun tidur pada Teresa.
"Ganti bajumu cepat dan masuk ke kamar Will sekarang!" Perintah Bu Evita.
"Tapi bagaimana dengan Audrey?" Teresa masih saja memikirkan Audrey
"Audrey tidak akan pulang malam ini karena dia sibuk dengan pekerjaannya. Jadi cepat selesaikan tugasmu malam ini!" Perintah Bu Evita sekali lagi tetap dengan nada tegasnya.
Teresa memungut gaun tidur yang dilemparkan oleh Bu Evita. Bayangan puluhan anak panti yang sangat bergantung pada keluarga Atmdja membuat hati Teresa terasa diiris-iris. Belum lagi penyakit kanker yang menggerogoti Abang Dareen, dan membuat abang Teresa tersebut membutuhkan biaya berobat yang tidak sedikit, semakin membuat Teresa tak punya pilihan lain.
Bukankah ini akan mudah?
Teresa hanya perlu tidur bersama Will, mengandung anak pria itu, lalu melahirkan pewaris untuk keluarga Atmadja. Dan semua masalah akan selesai.
Teresa akan mengembalikan Will pada Audrey setelah itu.
Lalu Teresa akan pergi jauh bersama Abang Darren dan merawat abangnya itu hingba sembuh.
Dan Teresa tak perlu lagi khawatir pada nasib adik-adiknya di panti, karena setelah Teresa melahirkan cucu untuk keluarga Atmadja, maka keluarga itu akan selamanya menjadi donatur untuk panti asuhan.
Semudah itu!
Jadi apa yang kau cemaskan, Teresa?
Teresa membuka pintu kamar Will perlahan.
"Audrey! Kaukah itu, Sayang?" Racau Will yang nada bicaranya seperti orang mabuk.
Entah obat macam apa yang diberikan Bu Evita pada anaknya ini.
"Kenapa kau baru pulang, Audrey? Aku merindukanmu!" Will tiba-tiba sudah menerjang Teresa dan menghimpit tubuh kurus Teresa hingga menabrak dinding, bahkan sebelum Teresa sempat buka suara.
Will sudah menciumi bibir Teresa dengan bertubi-tubi dan melucuti baju Teresa dengan sedikit kasar. Dan adegan yang terjadi selanjutnya benar-benar terasa menyakitkan untuk Teresa karena memang ini yang pertama kali untuknya. Belum lagi bibir Will yang terus saja mendesahkan nama Audrey membuat hati Teresa menjadi semakin tak karuan.
Teresa hanya menangis dalam hati saat Will terus menyentuhnya semalaman. Harga diri Teresa bahkan sudah hilang sekarang, bersamaan dengan semua hal berharga yang ada di dalam diri Teresa yang juga sudah hilang direnggut oleh Will.
Maaf, Audrey!
.
.
.
Ada pembaca Audrey (Remember Me Please, Hubby!) yang mampir, kah?
Audrey disini masih berusia 21 tahun, ya! Jadi masih sedikit labil jiwanya dan tidak sebijak Audrey di cerita sebelah yang sudah berusia 26 tahun.
Terima kasih yang sudah mampir baca (kalau ada)
Jangan lupa dilike meskipun kalian esmosi sama ceritanya🙈
Teresa masih menatap pada amplop putih di atas meja, dan kebisuan masih melingkupi meja dimana Teresa dan Audrey duduk berhadapan.
"Aku tidak ada niat untuk merebut Will darimu, Audrey!" Ucap Teresa yang akhirnya memecah kebisuan.
"Will terlihat sangat menikmati saat mencumbumu," balas Audrey dengan nada menyindir.
"Will mengira kalau aku adalah dirimu!" Sergah Teresa cepat.
"Will mabuk atau entah apa namanya aku juga tidak tahu. Bu Evita yang merencanakan semuanya," imbuh Teresa lagi berusaha menjelaskan pada Audrey.
"Keluarga Will membutuhkan seorang cucu agar bisa mendapatkan hak waris dari kakek Will, kau pasti sudah tahu alasan itu, kan?"
"Ya! Mereka hanya orang-orang serakah yang saling berebut harta," jawab Audrey sinis.
"Lagipula menurutku, isi surat wasiat kakek Will sangat tidak masuk akal. Siapa yang memiliki cucu pertama adalah yang bisa mendapatkan hak waris. Konyol sekali!" Sambung Audrey lagi seraya tertawa menyindir.
"Jika keluarga Will tidak mendapatkan hak waris itu mereka akan berhenti menjadi donatur untuk panti asuhan, dan mereka tidak akan bisa membiayai pengobatan Abang Darren," ucap Teresa dengan nada sedih.
"Siapa Abang Darren?" Tanya Audrey menyelidik.
"Dia Abangku! Dia sedang berjuang melawan kanker sekarang dan itu butuh biaya pengobatan yang tidak sedikit," cerita Teresa masih dengan nada sedih.
"Jadi, kau menjadi sekretaris Will itu juga bagian dari rencana Mama Evita?" Tanya Audrey lagi menyelidik.
"Bu Evita ingin aku mulai mendekati Will dan sedikit merayunya," jawab Teresa jujur.
"Ya, kau sudah behasil merayu Will dan tidur dengannya kemarin," Audrey berkata dengan nada sinis.
"Aku tidak merayunya. Aku hanya-"
"Hanya tidur dengannya?" Sela Audrey yang nada bicaranya sudah meninggi.
"Aku hanya akan mengandung anak Will, melahirkannya, lalu aku akan pergi setelahnya, Audrey! Will tetap milikmu! Aku tidak akan mengambilnya ataupun merebutnya darimu!" Sergah Teresa sedikit emosi.
"Bagaimana kau bisa sangat yakin kalau kau akan hamil anaknya Will? Kau sudah mengambil keputusan yang salah Teresa!" Audrey bangkit berdiri dan meninggalkan Teresa begitu saja.
Teresa menyeka airmata yang menggenang di pelupuk matanya dengan kasar dan mengambil amplop putih yang tadi ditinggalkan oleh Audrey. Wanita itu membukanya, lalu membacanya dengan seksama.
"Waktumu dua bulan untuk membuktikan kalau kau bisa mengandung anak Will! Jika lebih dari dua bulan dan kau tetap tidak hamil, maka kami tidak akan lagi membiayai pengobatan Darren."
Kalimat Bu Evita kembali terngiang di benak Teresa.
Teresa harus hamil sebelum dua bulan.
Bagaimanapun caranya.
****
Audrey baru membuka pintu ruangannya, saat wanita itu sudah mendapati Will yang duduk di dalam ruangannya.
"Sayang, kau kemana dua hari ini? Kenapa tidak pulang?" Tanya Will yang langsung mendekat ke arah Audrey dan hendak memeluk istrinya tersebut, namun Audrey dengan cepat mundur dan menghindari Will.
Bayangan saat Will mencumbu Teresa kemarin pagi seketika menari-nari di benak Audrey dan membuat Audrey menjadi jijik pada suaminya ini.
"Audrey, ada apa?" Tanya Will bingung.
Pria itu masih berusaha mendekati Audrey, namun Audrey terus mundur dan menghindari Will.
"Jangan menyentuhku!" Audrey menuding ke arah Will.
"Ada apa denganmu? Aku suamimu, Audrey! Kenapa aku tidak boleh menyentuhmu?" Tanya Will yang semakin bingung.
"Aku pulang kemarin pagi," ucap Audrey yang langsung membuat mata Will membelalak.
Ya,
Sepertinya Will cepat tanggap arah ucapan Audrey kali ini.
"Itu tak seperti yang kau pikirkan, Audrey! Aku mabuk, aku dijebak!" Sergah Will membela diri.
"Di jebak di kamarmu sendiri? Di rumahmu sendiri?" Audrey tertawa sinis.
"Aku pikir! Aku pikir Teresa adalah dirimu. Makanya aku-" Will kehilangan kata-kata.
"Audrey, Sayang! Dengarkan penjelasanku! Itu hanya rencana konyol dari Mama! Aku tidak mencintai Teresa! Aku hanya mencintaimu!" Will masih berusaha mendekat ke arah Audrey yang terus menghindarinya.
"Audrey! Aku hanya mencintaimu!" Ucap Will lagi yang kali ini bergerak dengan cepat mengunci tubuh Audrey.
"Aku hanya mencintaimu, Audrey! Kau percaya padamu, kan?" Will hendak mengecup bibir Audrey, namun Audrey dengan cepat menahannya menggunakan telapak tangan.
"Ada apa denganmu?" Will kembali emosi dan mendorong tubuh Audrey.
"Kenapa kau tidak tegas menolak permintaan Mamamu kalau kau memang mencintaiku Will?" Sergah Audrey yang ikut emosi.
"Bukankah aku sudah bilang kalau kemarin itu aku dijebak? Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa mencumbu dan tidur dengan Teresa," jawab Will berteriak pada Audrey.
"Kenapa juga kau tidak pulang kemarin malam? Kau kemana? Kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu! Mengabaikan perintah mama untuk segera punya momongan!" Cecar Will lagi yang malah menyudutkan Audrey.
Begitulah Will!
Pria labil yang selalu merasa paling benar!
Audrey tak mengerti kenapa ia dulu bisa mencintai dan menikah dengan pria semacam Will.
Tapi dulu Will tidak seperti ini.
Atau Audrey saja yang dulu terlalu bodoh?
"Bukan aku yang bermasalah dalam hal memiliki momongan. Tapi kau!" Audrey menuding penuh emosi pada Will.
"Aku pria sehat! Kau itu yang bermasalah!" Will ganti menyalahkan Audrey.
Audrey segera tertawa sumbang.
"Kau saja tidak pernah mau aku ajak konsultasi ke dokter, bagaimana kau bisa tahu kalau kau itu pria sehat!"
"Aku pria sehat! Kenapa aku harus ke dokter dan mengikuti saran konyolmu itu?" Sergah Will mencari pembenaran
"Kesuburanmu bermasalah, Will! Aku sudah melakukan tes dan mengambil sampel sp*rmamu!"
"Apa katamu barusan? Kau melakukan tes tanpa minta izin padaku?" Will melempar tatapan emosi pada Audrey.
"Kenapa kau lancang sekali, Audrey!" Will sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan bersiap untuk menampar Audrey.
Namun Will dengan cepat mengurungkan niatnya dan ganti menatap penuh rasa bersalah pada Audrey. Tapi sepertinya terlambat, karena kini ganti Audrey yang menatap marah pada Will.
"Aku lelah karena terus saja dipojokkan oleh keluargamu, Will! Bukan aku yang mandul, tapi kau!" Pungkas Audrey seraya berbalik dan meninggalkan ruangannya.
"Audrey! Audrey, Sayang!" Will segera mengejar Audrey dan berusaha membujuk istrinya tersebut.
Namun terlambat karena Audrey sudah naik taksi dengan cepat dan entah pergi kemana.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.
Will sudah kembali ke kantornya sendiri dan menatap marah pada Teresa yang duduk di belakang mejanya yang berada tepat di depan ruang kerja Will.
"Kau yang menjebakku kemarin?" Will menggebrak meja Teresa yang sontak membuat Teresa tersentak kaget.
"Aku tidak tahu apa-apa!" Kilah Teresa menampik tuduhan Will.
"Lalu kenapa kau ada di kamarku? Di atas tempat tidurku, dan kenapa aku bisa-" raut wajah Will berubah frustasi.
"Bu Evita," gumam Teresa seakan sedang memberitahukan sebuah kebenaran pada Will.
"Apa maksudmu?"
"Bu Evita yang mencampurkan sesuatu ke dalam minumanmu, agar kau mabuk-"
"Aku tidak mabuk malam itu!" Sergah Will memotong kalimat Teresa.
"Aku melihatmu sebagai Audrey dan aku sedang menginginkannya jadi aku-" Will menundukkan kepalanya dan kedua tangannya yang berada di atas meja menekan dengan sangat kuat hingga buku-buku jarinya terlihat memutih.
"Will, aku tak ada niat untuk menghancurkan hubungan pernikahanmu dengan Audrey. Aku hanya melakukan syarat yang diajukan oleh Bu Evita agar keluargamu tetap menjadi donatur di panti. Dan pengobatan abangku tetap bisa dilanjutkan," tutur Teresa dengan wajah memelas.
"Aku akan pergi jauh dari hidupmu, setelah tugasku selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu bersama Audrey," sambung Teresa lagi mencoba memberikan Will pengertian.
"Audrey sudah terlanjur marah kepadaku," ucap Will dengan raut wajah murung.
"Dia juga mengatakan kalau selama ini aku yang mandul," sambung Will lagi yang masih menundukkan wajahnya.
Teresa langsung ingat pada amplop putih berisi hasil tes kesuburan Will yang diberikan oleh Audrey siang tadi. Will memang dinyatakan sulit memiliki keturunan. Dan sekarang Teresa sedang diposisi harus mengandung anak Will.
Jika Audrey saja tidak kunjung hamil setelah sepuluh bulan menikah dengan Will, bagaimana Teresa akan hamil hanya dalam waktu kurang dari dua bulan?
"Apa menurutmu aku ini pria mandul, Teresa?" Will sudah mengangkat wajahnya sekarang dan menatap pada Teresa.
"Apa kau akan langsung mengandung anakku setelah aku menyentuhmu kemarin?" Tanya Will lagi yang membuat Teresa semakin membisu.
Teresa juga tidak tahu siapa yang sebenarnya mandul.
Will atau Audrey?
Audrey bisa saja memalsukan hasil tes kemarin.
"A-aku tidak tahu! Mungkin kita harus mencari tahunya beberapa minggu lagi," jawab Teresa tergagap.
"Bagaimana kalau ternyata aku tak bisa menghamilimu juga dan ucapan Audrey benar?" Tanya Will seraya menatap tajam pada Teresa.
Maka keluargamu tak akan mendapatkan hak waris dari kakekmu. Lalu keluargamu akan berhenti mrnjadi donatur di panti asuhan, lalu pengobatan Abang Darren juga akan terhenti. Yang itu artinya sakit Abang Darren akan semakin parah.
Tidak!
Tidak!
Teresa menjerit dalam hati.
"Aku pasti hamil, Will!" Gumam Teresa tiba-tiba.
Will mengerutkan kedua alisnya.
"Aku pasti hamil anakmu," ulang Teresa lagi dengan penuh keyakinan.
Will tak menjawab sepatah katapun dan langsung masuk ke ruangannya begitu saja.
****
Audrey pulang ke rumah Will saat hari sudah gelap.
"Masih ingat pulang, Audrey?" Sindir Bu Evita yang menyambut kepulangan Audrey.
Baiklah!
Audrey sudah kebal dengan sindiran ibu mertuanya ini.
Dulu Bu Evita adalah Mama mertua yang baik. Hingga setelah dua bulan pernikahan dan Audrey tak kunjung menunjukkan tanda-tanda kehamilan, ibu kandung Will ini mulai berubah sikap pada Audrey.
Ditambah dengan kemunculan surat wasiat bodoh dari Kakek Will yang menyuruh dua keluarga untuk berlomba. Siapa yang bisa memberikan cucu, maka ia akan mendapatkan hak waris. Yang tidak punya cucu, tak akan medapat apa-apa. Jika dua keluarga anaknya sama-sama memiliki cucu, maka warisan akan dibagi dua.
Sebuah syarat yang konyol yang membuat Mama Evita semakin menekan Audrey agar bisa hamil secepatnya. Lalu Will yang keras kepala dan selalu menolak saat Audrey mengajaknya periksa ke dokter. Bu Evita juga selalu berkoar-koar kalau keluarganya itu adalah keluarga yang subur, jadi tanpa program hamil atau konsultasi ke dokter, Audrey pasti bisa hamil dengan cepat.
Kecuali kalau Audrey mandul!
Ya, sejak saat itu sebutan Audrey mandul seakan telah melekat pada diri Audrey.
Audrey bahkan sampai melakukan tes diam-diam pada Will demi membuktikan kalau dirinya tidak mandul dan yang bermasalah selama ini adalah Will. Tapi Will dan keluarganya tetap saja keras kepala karena masalah hak warisan yang sepertinya telah membuat mereka semua gelap mata dan takut jatuh miskin.
"Audrey hanya ingin berkemas, Ma!" Jawab Audrey yang sedang malas berdebat denagn Mama Evita.
Audrey baru saja akan menuju ke kamarnya, saat tangan wanita tersebut mendadak dicekal oleh sang Mama mertua.
"Will mengatakan kalau kau melakukan tes pada sp*rmanya tanpa minta izin pada Will, lalu kau mengatakan kalau Will yang mandul. Apa itu benar?" Tanya Mama Evita yang masih mencekal lengan Audrey.
Ck!
Audrey hanya berdecak dalam hati atas sikap Will yang tak pernah dewasa.
Setiap permasalahan, selalu saja Will koar-koarkan pada Mamanya tercinta ini.
Menyebalkan!
"Kenyataannya memang begitu, Mama! Will yang selama ini bermasalah dengan kesuburannya dan bukan Audrey! Jadi tolong berhentilah memojokkan Audrey tentang cucu yang belum busa Audrey berikan untuk keluarga ini!" Tukas Audrey panjang lebar menatap dengan berani pada sang mama mertua.
"Mustahil!" Sergah Mama Evita dengan nada yang meninggi.
"Kau pasti memalsukan hasil tes demi menyelamatkan dirimu yang mandul itu!" Lanjut Mama Evita lagi yang kembali menuduh Audrey.
Masalah harta warisan ternyata sudah membuat keluarga ini menjadi monster dan kehilangan hati nurani. Merasa mereka yang paling benar dan paling sempurna.
Dasar serakah!
"Tapi Teresa aka membuktikan kalau Will itu pria yang sehat dan tidak mandul seperti tuduhanmu!" Ucap Mama Evita lagi yang kali ini sudah menuding ke arah Audrey.
Audrey hanya menghela nafas kasar dan tak mau berdebat lebih panjang lagi dengan mama mertuanya yang kears kepakada merasa paling benar ini. Audrey memilih untuk segera menuju ke kamarnya saja.
Baru saja Audrey membuka pintu kamar, Will sudah menyambutnya di depan pintu.
"Kau pulang, Sayang!" Will hendak memeluk Audrey, namun lagi-lagi Audrey menghindar dan dengan cepat menuju ke lemari besar di kamar. Meraih koper dari atas lemari dan mulai memasukkan baju-bajunya ke dalam koper dengan tergesa.
"Audrey, kau mau kemana?" Will betusaha menahan tangan Audrey yang terus memasukan baju-bajunya ke dalam koper tanpa menyusun ataj melipatnya.
"Aku mau pulang ke rumah Mama dan Papaku!" Jawab Audrey tegas.
"Abang Zayn akan bertunangan, jadi aku harus pulang!" Ujar Audrey lagi yang sudah selesai memasukkan baju ke dalam koper dan kini ganti menutup koper hitamnya tersebut.
"Aku antar," tawar Will sedikit ragu.
"Kau tidak ingin ikut aku pulang ke rumah Mama dan Papa?"
"Aku akan menyusul nanti. Kapan acara pertunangannya?" Will balik bertanya pada Audrey.
"Akhir pekan nanti," jawab Audrey lirih.
"Bagaimana jika kau berangkat besok pagi saja?" Will mengusap pundak Audrey dan Audrey sudah tahu ini akan mengarah kemana. Cepat-cepat Audrey menyentak tangan suaminya tersebut.
"Aku sedang mendapat tamu bulanan. Jadi aku akan berangkat malam ini," ucap Audrey berdusta pada Will.
Audrey merasa sudah tak sudi disentuh oleh Will.
Bayangan saat Will menyentuh Teresa di depan matanya pagi itu, membuat Audrey merasa jijik pada suaminya ini dan juga pada dirinya sendiri.
Audrey menyeret kopernya keluar dari kamar dan mungkin Audrey akan kembali menginap di hotel lagi malam ini. Audrey akan pulang ke rumah orang tuanya besok pagi saja.
Mungkin Audrey akan sekalian menenangkan diri saat berada di ruamh kedua orangtuanya nanti.
.
.
.
Ini yang Audrey pulang pas sebelum pertunangannya Zayn-Thalita itu ya. ("Cinta Gadis Kembar yang Tertukar" Bab 13)
Trus pas malam pertunangannya, Audrey nubruk Kyle.
Semoga nyambung 😌
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!