Nara sedang berkutat pada laptop dihadapannya berupaya untuk bekerja dengan baik, hari ini managernya sedang dalam kondisi tidak baik.
Memang kapan mood nya pernah baik?!
Entah mungkin dia baru saja habis di omeli oleh atasannya jadi Nara memilih untuk tidak ingin terkena imbas apapun, dia sebagai wakil divisi mempunyai peluang yang lebih besar untuk menjadi sasaran amukan managernya. Pekerjaannya hari ini lumayan banyak, namum Nara tidak berhenti memikirkan kejadian kemarin saat dia bertemu dengan Reynold, pria yang di jodohkan untuk Natha dan juga merupakan direkturnya di perusahaan ini.
Aku sudah melakukannya dengan baik kan yah? Dia udah pasti ilfil dan batalin perjodohan, tapi.. kok rasanya ada yang salah.
'Drrrtt drrrtt drrrttt' getaran pada ponsel Nara menandakan ada telepon masuk, Nara menagmbil ponselnya dan matanya langsung terbelak dengan sempurna begitu melihat siapa yang menelfon.
Pa.. paa.. pasien rumah sakit jiwa?!
Kemarin setelah Rey melakukan panggilan singkat pada ponsel Nara, Nara langsung menyimpan nomor ponsel Rey namun namanya jelas bukan Reynold melainkan Pasien Rumah Sakit Jiwa.
"Gua pikir dia meminta nomor untuk sopan santun belaka, tapi kenapa dia sampe nelfon segala? Ini harus gimana?" Nara menggigit ujung kukunya cemas.
Sambungan telepon pertama mati karena Nara tidak mengangkatnya, dia terlalu takut untuk mengangkat telepon dari Rey. Tidak lama ponsel Nara kembali berbunyi dan dia terpaksa mengangkatnya dengan ragu dan takut.
"Ha.. halo?"
"Kenapa lama sekali angkat telepon? Ini aku.."
"Iya aku tau, ada keperluan apa?" Nara cemas dan menebak nebak ada urusan apa pria ini menelponnya.
"Aku tidak akan berbasa basi, aku ingin mengajakmu menikah."
"Owh aku kira ada apa .. ternyata hanya meni... Apaaaa?!!! Menikah?!" Nara sampai bangkit dari tempat duduknya dan membuat sedikit kegaduhan dengan intonasi suaranya.
"Ibu Nara, anda tidak apa apa?" Junior yang duduk di sebelah Nara sampai terkejut melihat tingkah Nara dan membantu membetulkan kursi Nara yang terjatuh.
"Ah iya tidak apa apa, saya ada telepon penting saya keluar dulu." Nara tertawa canggung menutup ponselnya dengan tangannya dan langsung berlari keluar ruangan divisinya menuju lift untuk menelpon diluar gedung agar tidak terdengar oleh siapapun.
"Apa anda serius mengatakan hal ini? Menikah agaknya ini terlalu buru buru dan gegabah untuk diucapkan lewat telepon." Nara tertawa canggung berusaha untuk meredakan masalah yang akan terjadi.
"Jadi apa kamu menginginkan lamaran khusus?" Tanya Rey di sebrang sana.
"Iya seharusnya pria mela.. apa??!! Tidak tidak bukan seperti itu!" Nara keluar dari lift begitu dia sudah sampai di lobby kantornya. "Aku tidak mau menikah denganmu!" Tegas Nara.
Rey terdiam sebentar, "Lantas kenapa kamu datang ke perjodohan kemarin??"
"Aku.." Nara sampai bingung harus menjawab apa, "Aku hanya iseng." Jawab Nara asal.
"Iseng????" Entah kenapa Nara merasakan hawa dingin menusuk dari jawaban Rey yang membuat bulu kuduknya merinding.
"I.. iya iseng." Nara tertawa pias, Mana mungkin aku bilang kalau aku dibayar buat dateng ke acara perjodohan itu! Natha rese!!
"La.. lagipula kenapa anda mau menikah dengan saya? Kan saya juga tidak memperlakukan anda dengan baik. Kan ga mungkin banget kalau anda bilang jatuh cinta sama saya pada pandangan pertama." Nara tertawa hambar. Derap langkah kaki di lobby membuat Nara menoleh kearah pintu masuk, matanya terbelak sempurna seakan mau meloncat keluar melihat Rey dan Bastian berjalan di lobby dan menuju lift dimana Nara sedang berdiri dan secepat kilat Nara bersembunyi di lorong sebelah lift.
Nara mengintip dan sempat terpaku, sejujurnya dia mengakui pesona Reynold direkturnya itu.
"Bagaimana jika aku bilang aku jatuh cinta pada pandangan pertama?"
"Hah??!!! Apa??!" Suara teriakan Nara cukup membuat Rey menyadari jika ada sumber suara yang sama dan dia menoleh kearah lorong disebelah lift.
"Pak direktur, pintu liftnya sudah terbuka silahkan masuk." Bastian membuyarkan pikiran Rey dan pria itu berjalan masuk kedalam lift.
"Maka itu nona Nathania, mari kita bertemu untuk membicarakan ini, bagaimana jika malam nanti jam7?" Rey masih saja kekeh pada keinginannya.
"Tidak." Tegas Nara, "Aku tidak bisa malam ini, tidak bisa juga di akhir pekan atau kapanpun karena aku tidak akan menikah denganmu. Sudah yah aku matikan!!" Setelah menekan tombol mematikan sambungan telepon Nara berjongkok dan meremas rambutnya cemas
"Ini gila ini gila!! Padahal aku berperan sebagai wanita nakal dan dia malah mengajak aku menikah!!" Nara sampai frustasi memikirkan hal ini, "Jangan jangan selera pak direktur itu..." Nara sampai bergidik membayangkannya.
Pikiran Nara masih saja penuh dengan ajakan menikah dari direktur gilanya itu, Nara jadi tidak begitu konsen dalam bekerja.
Kenapa aku bisa sesial ini untuk ke perjodohan malah bertemu sama bos aku sendiri???!
Karena terlalu cemas dengan pikirannya Nara tidak menyadari jika Wulan sudah berdiri disamping mejanya. "Nara."
"Yah ampun bu Wulan." Nara berdiri terkejut.
"Tolong bekerja dengan serius." Wajah ibu Wulan sudah memasang aura gelap, "Sekalian antar ini ke divisi humas di lantai 9."
"Ba.. baik." Nara tersenyum pias.
Selama jalan menuju lift pikiran Nara juga tidak mengendur kewaspadaannya.
"Ga bakal pas pas an lagi kan yah? Pasti tadi pagi cuma kebetulan, toh sama direktur sebelumnya saja aku ga pernah pas pas an." Nara menyenderkan kepalanya pada dinging disamping lift, "Hanya sampai pinjaman semua lunas, ga ada cara lain selain menghindari dia selama kerja disini." Gerutu Nara.
"Anda mau masuk ke dalam lift?"
"Maaf." Nara berdiri tegak secara tidak sadar mungkin dia menghalangi orang untuk naik lift, saat dia menoleh Nara hampir saja melonjak terkejut.
Di.. diirekturrr??!
"Anda akan naik apa tidak?" Tanya Rey datar.
"I. Iya naik!" Nara menyesali ucapannya,
Kenapa juga aku bilang mau naik!!!! Saat ini mereka hanya berdiri berdua di dalam lift membuat Nara susah untuk bernafas dengan benar, Nara memeluk erat erat dokumen di tangannya.
Karena sangat terkejut aku sampai tidak memberi salam pada direktur, apa aku bakal di pecat??! Tapi... Nara memandang punggung Rey dari belakang, dia benar benar indah yah meski dibalik semua itu dia punya kelainan seksual yang menyimpang. Kalau aja perilaku seksualnya normal.. sayang banget. Nara mendesahkan nafasnya panjang.
"Apa ada yang ingin anda bicarakan dengan saya??" Rey menoleh ke belakang tempat Nara berdiri.
Lutut wanita itu sampai lemas karena terkejut, dia segera menutup sebagian wajahnya dengan dokumen di tangannya. "Ap.. apa maksu..." Ketahuan aku ketahuan!!!!! Kedua tangan Nara sampai bergetar.
"Anda tidak memencet tombol lift dan sekarang lift hanya akan menuju lantai kantor saya. Apa anda ingin menuju lantai yang sama untuk menemui saya? Saya sangat sibuk, jika ada yang ingin dibicarakan, disini saja!" Wajah Rey menampakkan aura dinginnya.
"Ti.. tidak saya hanya tidal fokus sampai lupa memencet tombol lift." Nara tertawa pias lalu langsung memencet angka 9 dan begitu lift sudah sampai dilantai 9 dan terbuka Nara langsung berlari secepat kilat keluar dari lift setelah menundukkan kepalanya memberi hormat.
"Aku selamat kan?? Tidak ketahuan kan??" Nara menatap pintu lift yang sudah tertutup dengan cemas. "Jika dilihat dari raut wajahnya tadi, dia pasti ga ngenalin aku! Benar!!!!" Nara memasang senyum selebar lebarnya, "Dia pasti ga ngenalin aku! Jika begini berarti aku berhasil!!! Yay mission clear! Aku merdeka! Hanya tinggal ambil duit dari Natha dan wellcome back kehidupan Nara yang damai." Nara merentangkan kedua tangannya seakan baru saja menyambut kebebasan dalam hidupnya.
Tiba tiba tak butuh waktu lama untuk ponsel Nara bergetar dan menampilkan
'Pasien rumah sakit Jiwa' memanggil.
Ini semua omong kosong!!!!! Jerit Nara dalam hati langsung mematikan telepon itu tanpa menjawabnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Puspa Ayundari
hahhahaha astagaa..kok lucu banget kalo dibayangkan
2024-08-09
0
Muhammad Arka Arka
Nara Nara Takdir mu lucu bikin ngakak 🤣🤣
2021-08-30
0
Zhafira
selalu ada yg beda dari tiap karya mu outhor kesayangan ku...... mmuuacjhj
2021-08-06
0