Oh My Guardian
Mia masih ingat hari itu dia minta dibelikan cheesecake kesukaannya, tapi ternyata kue itu tidak pernah sampai kepadanya. Semuanya direnggut tanpa aba-aba. Kecelakaan beruntun merenggut kedua orang tuanya saat berangkat ke rumah makan usaha mereka.
Lalu kemudian om David datang, adik papa yang baru Mia temui dua kali. Pertama saat papanya ulang tahun, yang berakhir dengan om David meminta sejumlah uang sebagai “ucapan terima kasih telah menghadiri pestanya” kedua kalinya adalah hari pemakaman orang tuanya.
Mama Mia sama seperti dirinya, sama-sama anak tunggal sehingga satu-satunya kerabat dekat yang tersisa hanyalah om David yang dengan tangan terbuka ingin mengurusnya.
Mia masih syok saat itu untuk sekedar berpikir. Yang dia tau dia sangat kesepian. Sangat sulit menanggung rasa sedih sekaligus harus mengatur semua acara pemakaman seorang diri.
Siapa sangka om yang dia kira akan menemaninya melewati masa sulit malah akan menyengsarakan hidupnya. Hanya butuh waktu dua bulan untuk om David menggadaikan semua aset peninggalan milik orang tua Mia. Bahkan rumah makan yang dibangun papa Mia dengan susah payah, telah dia jual.
Seakan semuanya belum cukup, dia menjual Mia ke sini. Sebagai perempuan malam. Mia tau ini bukan waktu yang tepat untuk bersyukur. Tapi setidaknya dia tidak dijual di rumah bordil murahan pinggir jalan. Mia tidak bisa membayangkan laki-laki macam apa yang harus dia layani, belum lagi dengan kemungkinan penyakit menular yang harus diterimanya.
Lalu Mia hanya diam saja dengan semua yang terjadi? Dia bersumpah sudah melawan, setidaknya kalau dia tau sedetik lebih awal. Minggu lalu tepatnya, segerombolan pria berbadan tambun menggedor pintu rumahnya
dengan kencang. Mia sendiri tidak yakin apa itu gedoran atau dobrakan saking kerasnya.
Seakan Mia tidak terlihat, pria-pria itu menyegel semua kendaraan digarasi mobil juga rumah beserta segala isi didalamnya. Mereka bahkan tidak memberi Mia waktu untuk membereskan barang pribadinya. Dia diusir tanpa sepeser uang pegangan, satu barang pun tidak.
Dengan kemarahan yang meledak-ledak, Mia mendatangi rumah om David yang diketahuinya ketika pulang dari pemakaman karena om David semipat singgah ke sana untuk mengambil perlengkapannya.
Ketika sampai di sana, Mia hanya sempat berteriak “om David” dengan sekuat tenaganya yang tersisa. Sebelum kemudian Mia disergap oleh segerombolan pria lagi. Namun kali ini dengan penampilan yang lebih rapi.
Mia bersumpah sudah melawan, benar-benar melawan dengan berbagai kalimat penolakan hingga pukulan. Namun yang diterimanya hanyalah tujuh jahitan di punggung tangannya.
“udah ditungguin” mami TIta, pemilik tempat itu berdiri di ambang pintu. Memakai terusan merah tanpa lengan yang panjangnya hingga mata kaki. Dari penampilannya jelas terlihat bahwa mami Tita sangat menjaga penampilannya. Namun segiat apa pun dia berusaha, mami Tita bukanlah vampir. Dia tidak bisa menyembunyikan kerutan itu selamanya.
Mami Tita mengetuk pintu kamarnya lagi, memaksa Mia bangkit dengan tatapan tajamnya. Mia berdiri dari kursinya dengan berat hati. Bingung apakah dia harus menahan air matanya yang sudah diujung mata agar tidak tumpah, atau lebih baik dia menangis kencang agar semuanya iba dan dia dibebaskan.
Layaknya ayam potong di pasar, Mia dijejerkan bersama wanita-wanita lainnya menjadi satu baris disebuah ruangan gelap penuh lampu warna warni. Mia asing dengan tempat ini, dia tidak pernah menginjak tempat hiburan malam sebelumnya.
Dengan gelisah, Mia menarik mini dress berwarna hitamnya. Sekilas dia melihat dua diantara lima pria dihadapannya memandang kearahnya, kemudian saling berbisik.
jantung Mia berdegup kencang. Rasa takut menjalar keseluruh tubuhnya. Tidak. Jangan. Setidaknya jangan hari ini. Aku belum siap. Ucapnya dalam hati. Sayangnya dugaan Mia benar, salah satu dari kedua orang itu menunjuknya.
“out” katanya pria berjaket merah yang duduk ditengah.
Mia refleks menghembuskan nafas lega. Namun Mami TIta berdehem, lagi-lagi menatapnya garang sebelum kemudian tersenyum lebar ke arah lima pria tadi. “Mia ini cantik loh, anak baru disini. Kok malah ditolak?’
“cantik sih, tapii hari ini kita sengaja ke sini buat Lio” pria berjaket merah tadi menunjuk ke arah dekat pintu. Ke arah Pria yang dari tadi terus menatap meja dengan tatapan kosong.
“oh.. Lio ga suka yang bentuknya kayak gini ya?” Bentuk? Mia terkekeh dalam hati. Dia benar-benar tidak dianggap sebagai manusia sekarang.
“bukann.. Lio malah suka yang bentuknya kayak gini. Orang mantannya mirip sama ini cewek” Pria yang Mia asumsikan adalah Lio mengangkat kepalanya, menatap Mia dalam-dalam.
Pandangan pria itu membuatnya gelisah, Mia mengalihkan matanya ke arah lain. Menatap lemari kaca berisi berbagai macam botol minuman keras.
“oh iya.. gue juga dari tadi mikir kayak kenal mukanya. Ternyata mirip Rat..” pria yang duduk paling sudut merapatkan bibirnya, keceplosan.
“pokoknya dia out” usir si jaket merah tadi.
Mami Tita cemberut, memberi Mia isyarat agar keluar. Mia menurut.
Melangkahkan kakinya menuju pintu sambil terus menarik turun bajunya. Tangannya sedang meraih gagang pintu namun segera dihalangi oleh Lio.
“dia gue book” ucapnya dengan tatapan dingin. Mia menggigil seketika, entah karena tatapan pria ini, atau kenyataan bahwa dia sudah dibook.
“wah.. ga asik lu. Gimana caranya mau move on?” ucap pria diseberang Lio.
“pokoknya dia punya gue mulai sekarang” Lio meraih tangan Mia kemudian menunjuk pria berbaju merah tadi “lu yang urus” lanjutnya lalu membuka pintu dan menarik Mia pergi.
loh.. kok pergi? Bukannya bareng sama yang lain ya? Cuma temanin minum-minum aja kan? mau ngapain berduaan aja? Aku belum siap.. tunggu, setidaknya pria ini bawa pengamankan? Dia tau main amankan? Atau pria ini tipe yang tidak peduli? Bagaimana kalau dia ada penyakit terus nularin ke aku?
“bisa turun sendirikan?”
Mia diam, masih mencerna apa yang terjadi, dimana dia sekarang? apa yang sudah dilewatkannya saat menuju kemari? Lio menunggu.
Sedetik. Dua detik. Mia masih bereming. Lio mendesah frustasi. Bergerak mendekat ke arah Mia, melepaskan seat beltnya kemudian membuka pintu penumpang.
Mia menahan nafas, pria itu terlalu dekat dengannya. Samar-samar Mia bisa mencium bau parfum Lio. Dengan jarak sedekat ini, dia dapat melihat wajah Lio dengan sangat jelas. Alisnya, hidungnya yang cukup mancung, juga tahi lalat di pipi kirinya. Yang Mia yakin, umur mereka tidak terlalu jauh.
Lio kembali ke kursinya. Gantian menatap Mia dari ujung kepala hingga kaki kemudian membuka jaketnya. Apa? Kenapa? Tidak mungkin disinikan? Apa pria ini punya imajinasi yang aneh-aneh? Ini terlalu ekstrim, aku bisa nolakkan?
“pakai” Lio melemparkan jaketnya dengan kesal. “katanya tempat elit kok dandanin perempuan murahan kayak gini” gerutunya sambil turun dari mobil.
Ini benar-benar dunia baru bagi Mia. Tadi bentuk, sekarang murahan? Apakah tidak seorang pun yang bisa menganggapnya sebagai manusia? Bukan seperti barang bekas di pasar loak.
***
tatapan itu lagi, Mia berusaha menghindari tatapan Lio. Berpura-pura tidak memperhatikan Lio yang sedang bersender di depan pintu kulkas memandangnya dalam diam.
Apartemen ini cukup luas. Mia sempat tinggal di apartemen seperti ini saat kuliah dulu. Tempat ini milik Dimas, si pria berjaket merah tadi. Tapi tidak lagi, karena Lio berniat membelinya khusus untuk tempat pertemuannya dengan Mia.
Lio menuju ke arah Mia “pin pintunya 1812, ulang tahun Ratna. Tiap aku hubungi.. mami.. siapalah namanya. itu berarti kamu ke sini” ucap Lio sambil melepas jam tangannya dan menarik lengan sweaternya sampai ke siku.
Mia melepas jaketnya, merasa harus melakukan sesuatu agar tidak terlihat pasif. Jangan sampai Lio complain ke mami Tita dan Mia akan disiksa lagi. Dengan ragu dia menarik dress hitamnya perlahan naik ke atas.
“kamu ngapain?” gerakan Mia terhenti. Memandang ke arah Lio tapi tidak benar-benar menatapnya. Mia masih takut bertemu pandang dengan pria itu.
Sejumlah uang yang berasal dari brankas bawah tv dilemparkan Lio. “kamu aku sewa buat gantiin Ratna. Tugasmu cuma nurut, ga usah inisiasi apa-apa”
Mia tertunduk, menurunkan kembali dress yang sudah dia tarik tadi menutupi pahanya dengan jaket yang tadi dipinjamkan Lio.
“kamu ga boleh ngelayanin laki-laki lain” Mia mendongak, dagunya dipegang oleh Lio “mulai sekarang, kamu punyaku”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
LYTIE
semangat ya kak ^~^
2021-08-19
0