BAB II : DUA GARIS MERAH

Setelah sekian lama, Mia akhirnya bisa kembali mengunjungi makam kedua orang tuanya. Selamalam, Mia tiba-tiba merindukan mereka. Membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Berkat tawaran Lio hari itu, Mami Tita

jauh lebih baik kepadahya. Tidak ada lagi bentakan juga paksaan. Toh uang yang diberikan Lio lebih cukup untuk setoran bulanan yang harus Mia berikan.

Setahun sudah berlalu sejak kejadian itu. Entah sudah berapa malam yang Mia habiskan bersama Lio. Sedikit banyak Mia mulai mengetahui latar belakang Lio. Mahasiswa lulusan fakultas kedokteran yang kini masih mengejar

gelar spesialisnya. Meskipun akhirnya gelar itu akan sia-sia karena orang tua Lio sudah menetapkannya untuk menjadi pewaris perusahaan keluarganya.

Banyak hal telah terjadi namun pria itu, masih misterius bagi Mia. Pria itu masih menatapnya dingin, seperti tidak sudi bersama perempuan bayaran seperti Mia. Namun dalam sekejap berubah menjadi sangat lembut. Memperlakukan Mia layaknya tuan putri yang apa-apa harus dilayani.

Yang Mia tau, semua perlakuan manis yang diberikan Lio kepadanya diperuntukkan untuk Ratna. Mia masih menjadi bayangan Ratna dari hari pertama mereka bertemu hingga sekarang.

“pulang sekarang” ucap tante Tita sebelum menutup sambungan teleponnya.

***

Mia dapat mendengar degup jantungnya beradu dengan suara hentakan sepatunya menyusuri lorong menuju sebuah kamar. Ini adalah pertama kalinya Mia harus melayani pria lain. Melanggar perjanjiannya dengan Lio. Tapi

Mia tidak punya pilihan lain.

Sejauh yang Mia perhatikan, mami Tita ternyata tidak sekasar dugaannya. Dia bisa mendengar keluhan Mia dan memberinya masukan dan juga  tidak segan mengusir pelanggannya karena bersikeras ingin menyewa Mia. Mami Tita bahkan sering memberinya tips untuk menjaga penampilannya.

Tentu itu semua karena uang. Agar setoran yang diberikan Mia tiap bulan berjalan lancar. Tapi Lio sudah lebih dari sebulan tidak berkunjung. Itu berarti sebulan lebih juga Mia tidak memberi uang setoran. Tak satu pun kabar diterima dari Lio. Mau tidak mau Mia mengikuti perintah mami Tita.

Dia tidak ingin membuat mami TIta marah, sudah capek melawan. Mia hanya bisa menurut pasrah, menganggap semua sudah menjadi bagian dari takdirnya.

Dengan ragu Mia memegang gagang pintu. Tangannya terasa berat untuk sekedar membuka pintu. Meskipun sudah lebih dari setahun tinggal, Ini adalah pertama kalinya Mia mengujungi ruang sewaan.

Dia harus bersyukur karena perjanjiannya dengan Lio, dia tidak harus memasuki salah satu dari kamar ini. tapi semuanya berbeda sekarang, inilah kehidupan perempuan malam sebenarnya. Keluar masuk dari satu kamar ke

kamar lain dengan pria yang berbeda.

Mia menggelengkan kepala, mengusir semua pikiran yang membuatnya ingin menangis saat ini juga. Dengan sekali gerakan, Mia membuka pintu. Mendapati seorang pria berdiri kaku disamping ranjang, Menunggu Mia.

pria itu mengusap tengkuknya canggung. Mia memang belum pernah melayani pria lain selain Lio. Tapi dia cukup yakin pria ini belum pernah mengunjungi tempat semacam ini sebelumnya.

Pria itu duduk disamping ranjang, mengikuti arahan Mia. Sementara Mia duduk disisi seberangnya. Apa

sekarang? Pria ini sepertinya tidak tau harus berbuat apa. Sama dengan Mia. Selama ini selalu Lio yang memulai. Seperti perintah Lio, tidak ada inisiatif. Jadi Mia hanya perlu mengikuti instruksi.

Lio, pria itu masih sering ketus terhadap Mia. Tapi yang pasti selama berhubungan, Lio selalu lembut terhadapnya. Mia sepenuhnya sadar bahwa alasannya karena Lio sedang membayang Ratna. Mia juga tau dia tidak boleh

terbawa perasaan. Namun perasaan tidak semudah itu untuk dikendalikan.

“namanya siapa?’ Tanya Mia. Berusaha mengalihkan pikirannya dan juga hatinya yang tiba-tiba merindukan Lio.

“Rian” ucap pria itu singkat. Terus? Sekarang apalagi?

Mia berusaha mencari topik lain “emm.. jadi..”

“ga” sela Rian.

“apa?’ Tanya Mia bingung.

“aku ga mau.. gitu sama kamu”

Mia mengkerutkan kening.

“ga mau sama aku? Berarti.. mau ganti yang lain? Atau.. cowo mungkin?” Tanya Mia ragu.

Rian kaget sebelum kemudian tertawa kencang. Menunjukkan lesung pipit di pipi kirinya.

“ga, aku cuma butuh teman ngobrol” ucapnya setelah tawanya reda.

“teman ngobrol?” Tanya Mia bingung “disini?’ lanjutnya

Rian mengangkat bahu “Aku butuh orang random buat diajak ngomong, cuma kepikiran tempat ini”

“kamu tau kan tempat ini apa? Kalau sampai ada yang kenal kamu liat kamu dari sini gimana?”

Ekspresi Rian berubah murung. “ga ada yang peduli”

Berkali-kali Rian menhela nafas sambil menceritakan apa yang terjadi. Dia mengaku payah dalam memilih teman, entah mereka bermasalah atau akhirnya malah menusuk Rian dari belakang. Rian tidak menceritakan detailnya, dia hanya mengutarakan kekecewaan terhadap teman-teman yang sudah dipercayainya.

Sepanjang malam mereka habiskan hanya untuk bercerita. Mengeluarkan semua amarah yang terpendam dihati Rian.  Kemudian berlanjut ke cerita lain. Mulai dari kisah masa kecilnya hingga soal café yang baru buka di dekat kampusnya.

Ya, orang ini benar-benar butuh teman cerita. Pikirnya dalam hati. Rian pria yang cukup asik diajak berdiskusi. Entah kapan terakhir kali Mia bisa bercerita sebebas ini.

Dulu dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk membahas apa pun dengan papanya. Dari siang hari saat Mia dijemput oleh ayahnya hingga sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Bahkan terkadang berlanjut saat makan

malam tiba.

Dengan Lio, Mia tidak bisa berbicara sepanjang ini. meski pun terkadang bisa cukup bersahabat, tapi sikap itu tidak akan bertahan lama dan dalam sekejap sikap Lio akan kembali dingin, mengacuhkannya.

Mia juga tidak habis pikir. Dari semua sikap Lio yang terang-terangan merendahkannya, kenapa Mia masih bisa nyaman disamping pria itu.

***

Jam dua belas lewat tiga puluh menit. Mia mengantar rian hingga kedepan rumah. Berdiri di depan teras, memandangi Rian yang berjalan menuju parkiran mobilnya. Berpapasan dengan sosok pria penampilan berantakan.

Lio!

“kamu habis sama siapa? ngapain?” Mia butuh waktu beberapa detik untuk mengenali Lio.

Rambut yang biasanya selalu bersih itu kini lepek berminyak. Kumis yang biasanya rutin dicukur bahkan sering berganti silet saking telatennya kini tumbuh tipis-tipis.

Mia terlalu sibuk menganalisa perubahan Lio. Terlambat untuk menyadari bahwa Lio sedang marah besar kepadanya. Mia sudah melanggar perjanjiannya. Tidak sepenuhnya melanggar sebenarnya. Karena mereka hanya

berbincang, tidak melakukan hal lain. Bersentuhan tanpa sengaja pun tidak.

“kamu habis sama siapa? ngapain?” ulang Lio dengan muka merah padam.

Mia baru membuka mulutnya, ingin melakukan pembelaan. Tiba-tiba pipinya ditampar. Mia terkejut. Sedetik kemudian Mia dilempari sejumlah uang. “murahan”

Mia kuat. Sejauh ini dia benar-benar kuat.  Berkali-kali air matanya hampir jatuh namun Mia mampu menahannya. Dia tidak ingin terlihat lemah. Dia tidak ingin diinjak lebih parah lagi. Tapi kali ini dia tidak bisa. Ini sudah melewati batas yang bisa Mia tanggung.

Air matanya jatuh. Beberapa saat kemudian suara deru mesin terdengar. Lio meninggalkannya begitu saja. Mia tertawa getir. Kakinya lemas, dia jatuh terduduk di lantai.

Keesokan paginya Mia bangun dengan perasaan tidak nyaman. Semalaman dia menangis hingga tertidur. Kini dia bersender lemas di wastafel kamar mandi. Mengeluarkan semua isi perutnya hingga terasa sakit. Kejadian ini

terus berulang hingga beberapa hari.

Hal ini biasa untuk Mia. Ketika orang tuanya meninggal pun dia sempat muntah beberapa kali. Ketika dia menerima kabar ditolak universitas favoritnya pun juga sama.

Yang janggal dari mualnya kali ini juga disertai dengan datang bulannya yang terlambat. Mia meraih hpnya. Mengecek kalender kapan dia terakhir datang bulan. Dua bulan lalu? Mia menggeleng. Tidak mungkin. Dia selalu

memastikan bahwa Lio memakai pengaman setiap mereka melakukannya.

Tidak. Ternyata pernah sekali. Saat itu Mia tidak sempat mengingatkan Lio karena Lio mabuk berat. Tidak mungkin. Mia bergetar, mukanya pucat memegang stik putih dihadapannya. Mia menggeleng. Dia pasti salah liat.

Mia kembali membaca instruksi pada kemasan testpacknya. Dua garis merah, positif. Tidak salah lagi. Dia Hamil.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!