Empat Menantu Pilihan Mamih
"Bib..Bib... Minggir.. Woy.. minggir lo." Teriak seorang gadis yang memakai baju kebaya dan juga setelan toga. Sudah rapi bersama dengan ketiga temannya. Kanaya adalah salah satu diantara ke empat gadis kampus yang paling bar-bar.
"Iya nih.. Kita lagi buru-buru buat dateng ke acara wisuda malah ada lampu merah beginian. Rasanya nih Bumi udah penuh kali ya.. ama para manusia." Teman Kanaya yang bernama Ghina jika bicara tidak berpikir dan asal.
"Wees.. Ngomong lo di jaga. Ini kita juga manusia." Azmita berucap menengahi pertengkaran Kanaya dan Ghina yang kesal karena mereka terjebak macet ibukota. Waktu yang hampir menipis membuat Kanaya hampir lepas kendali dan juga Ghina yang bicaranya hampir melantur aneh.
"Iya nih. Kalian yang sabar ya." Bulan yang paling waras diantara mereka. Tapi, bisa jadi lebih bar-bar jika kondisi moodnya sedang baik. Diam-diam menghanyutkan, itu adalah sebutan Ghina untuk teman boncengan motornya, Bulan.
"Tapi.. Loh enggak liat apa. Masih ada berapa menit lagi kita harus sampe cepet." Kesal Kanaya.
"Emang nih para manusia enggak bisa apa berkurang gitu populasinya." Kesal Ghina.
Sudahlah Azmita dan Bulan yang ada di boncengan diam mendengar umpatan dan sumpah serapah yang Kanaya layangkan bersama Ghina.
Tanpa sadar mereka berempat di perhatikan oleh seorang perempuan yang berusia lima puluhan.
"Cari informasi tentang mereka. Aku ingin mereka yang menjadi calon menantu untuk keempat putraku."
"Baik Nyonya."
Perempuan yang berusia Lima puluhan tahun itu adalah Nyonya Carla.
Perempuan yang menjadi istri dari Satria Bagas Aditiya.
Saat ini sedang menaiki mobilnya bersama asisten putranya yang kedua yaitu Phino.
Tak lama lampu kembali berwarna hijau. Kanaya sudah mengegas motornya bersama Azmita dalam boncengannya.
"Gila... Nay... Lo mau kita mati muda."
"Ya enggak juga. Noh liat Teman lo udah ngacir duluan sama Bulan."
"Waah bener juga. Tambah gasnya Nay..."
"Siap...."
Di motor lainnya. Bulan dan Ghina yang menyetir sedang santai dengan kecepatan motor mereka.
Seketika Kanaya dan Azmita lewat dan membuat Bulan dan Ghina saling menatap. Dengan siap, Bulan memeluk pinggang Ghina dan dengan mengegas-ngegas motornya. Ghina menambah ke cepatan motornya.
"Waduuhh.. Anak jaman sekarang buat jantungan aja." Seorang lelaki paruh baya terkejut dan langsung menghentikan motornya ketika Kanaya dan Ghina melewatinya.
"Sudahlah pak.. Sabar saja. Toh anak kita juga begitu." Istrinya yang ada di boncengan menyabarkan suaminya yang terkejut.
Di mobilnya. Phino terkejut karena Ghina dan Kanaya tadi hampir bertabrakan dengan mobilnya.
Nyonya ingin menantu seperti mereka apa yang terjadi jika para Tuan muda tahu. Batin Phino.
"Nyonya Anda tidak Apa-apa."
"Ah.. Tidak masalah.. Ayo teruskan jalannya kita akan segera sampai." Nyonya Clara berusaha sabar dengan kelakuan empat gadis tadi.
Sampai di parkiran Dandanan mereka berempat semuanya tidak ada yang berubah. Mereka berempat selalu menggunakan riasan natural jadi tidak seperti tante-tante rempong jika terkena angin naik motor langsung berubah.
"Waah.. Ampun Ghina... Lo nyetir enggak kira-kira. Hampir mati tahu enggak." Kesal Bulan.
"Lo enggak papa." Azmita langsung melompat turun dari motor Kanaya. Seketika Kanaya mengumpat Karena dirinya belum menstandarkan motor dengan benar. Di tambah dia menggunakan rok batik yang sempit.
"Aku enggak apa-apa." Jawab Bulan. Mereka berempat berjalan dengan santai menggunakan jubah toga. Lalu pakaian Kebaya dan khas untuk wisuda mereka sudah sangat terlihat wah.
"Hay... Bulan," ucap Kanaya yang melihat kakak tingkat memperhatikan Bulan.
"Udahlah males." Bulan melihat kearah Kanaya tunjukan.
"Wuuaah.. Lo udah putus ama dia." Serempak Ghina dan Azmita bertanya.
"Kapan?" Serempak Kanaya dan Ghina. Dengan suara cemprengnya.
"Oh.. Kalian ini telat yaa.. Kalian enggak tahu apa ini hari yang bersejarah untuk kalian malah kelamaan disini."
Seketika Mata ke empat gadis itu menoleh cepat menatap Dosen menyebalkan.
Berjenis kelamin perempuan itu. Dandanan seperti orang jawa tulen menggunakan sanggul dan juga kebaya.
"Ah Ibu Ningsih.. Maaf Bu.. Kita langsung ke tempat acara ya.." Azmita perlahan mundur menarik Ghina.
"Ahahah.. Iya Bu.. Ibu makin cantik deh bu. Kalo lemaknya ibu kurangin." Seketika Bulan, Azmita dan Ghina melotot kaget. Ucapan Kanaya baru saja mengeluarkan mereka dari kedamaian saat ini.
"Ah.. Itu.. hem.." Cubitan Azmita membuat Ghina berusaha meraih tangan Kanaya. Mereka sudah hampir selesai memasang langkah seribu untuk kabur dari kemarah Ibu Ningsih.
"KALIAN... APA KALIAN BILANG KALIAN TIDAK TAHU SOPAN YA.. ATAGHFIRULLAHHALADZIM.. ANAK GADIS..."
"Daah.. Bu sampai ketemu di tempat acara." Teriak Azmita.
Sampai mereka di toilet untuk menyegarkan wajah mereka dan dan merapikan beberapa yang terlihat berantakan.
Setelah selesai. Sekarang Mereka memasuki ruangan acara. Seketika Bulan di tarik seorang lelaki. Tanpa bicara lagi, tiba-tiba Kanaya menjadi tameng untuk Bulan.
"Mau apa lo sama Temen gue. Asal lo tahu ya.. Kalo lo kasar sama temen gue, gue seset kulit ama tulang lo." Menatap lelaki itu dengan melipat tangan diatas perut.
"Bagus.. Tonjok aja Nay." Teriak Ghina.
"Udahlah," ucap Bulan menarik Kanaya untuk pergi.
"Halah.. Sok berani Cewek-cabe kek kalian orang itu bisanya cuman menyek-menyek terus mewek-mewekan." Salah satunya berucap dengan santai. Di sambut tawa kedua temannya sambil bertos ria.
Seketika Pukulan keras di layangkan Azmita.
"Ngebuat lo orang masuk rumah sakit kita masih bisa. Liat aja.. Lo pulang lewat mana kita begal." Ancaman Ghina membuat ketiga lelaki itu berlari terbirit-birit untuk pergi menghindari keempat gadis bar-bar.
"Mantep tuh Lo belajar nonjok dimana." Kekeh Kanaya.
"Iya nih.. Kok gue enggak pernah tahu." Sahutan Ghina.
"Teman-teman. Makasih ya.. Kalian ngebelain gue lagi. Gue emang enggak berguna diantara kalian."
"Bulan, Dengerin kita, kita itu sayang sama lo, udah kayak sodara, jadi jangan terlalu begini. Gue ama yang lainnya sedikit merasa aneh."
"Kalian sahabat terbaik Gue."
"Oh ya jelas lah.. Peyukk sini." Kanaya langsung merapakan ketiganya dan berpelukan bersama.
...****************...
Di rumah besar nan mewah juga di penuhi dengan pelayan yang sedang bekerja. Dan sekarang semua pelayan sedang tidak ada di rumah utama karena Clara akan bicara penting pada keempat putanya.
Keempat putra yang sedang duduk di hadapan mereka kini menatap kedua orang tuanya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Bagimana?" Tanyanya.
Meletakan cangkirnya dengan sangat lembut sambil tersenyum lembut, menatap ke empat putra yang hanya berjarak setahun dan mereka besar bersama dan sekarang semuanya sedang di hadapannya.
Jangan tanya kenapa Nyonya Carla tidak tersinggung dengan tatapan ke empat putranya. Jawabannya adalah sudah kenyang dengan sifat ke empat putranya yang lebih banyak dingin dan sedikit bicara, beruntung ke empat putranya tidak terlalu kasar.
"Aku tidak butuh asisten," ucap Davendara dengan tegas. Seketika Rama membawa Davendra menuju lift tanpa mau bantuan mendorong kursi rodanya.
Davendara mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan. Ketika kekasihnya tahu Davendra sudah tidak bisa berjalan selama beberapa waktu atau bahkan kemungkinan sembuhnya hanya tipis. Kekasihnya pergi begitu saja.
"Tidak." Farel putra keduanya yang begitu dingin orang tuanya saja melihat Farel tersenyum untuk terakhir kalinya di usia tiga tahun. Setelah itu senyum itu hilang entah kemana. Farel yang pendiam sedikit bicara kaku dan dingin.
"Untuk apa Mih. Aku sudah punya Taris. Lagi pula Taris juga sudah menjadi asisten ku."
Zacky.
Putra ketiga dari Carla. Zacky memang tidak terlalu dingin tapi, ketika di situasi dan tempat Lain Zacky sama saja dengan ketiga saudara kandungnya.
"Huuhh... Terserah kalian ingin apa? Mamih akan tetap akan membawa keempat gadis ini untuk di jadikan tangan kanan kalian dan jika bisa mamih akan menjadikannya menantu."
"Tidak perlu Mamih. Kami cukup dengan cinta pertama kami. Yaitu Mamih."
Rio.
Putra terakhir yang baru merintis usahanya setelah lulus sarjana dengan dua gelar terbaik dia dapatkan di kampus terbaik. Kecerdasan dan ke pintarannya sama dengan ke tiga kakaknya yang sangat tampan dan juga pintar.
"Yaah.. Yaa. Mamih tidak akan termakan gombalan murahanmu Rio."
Seketika Rio tersenyum melangkah maju mencium pipi ibunya dan pergi.
Sebelum ibunya selesai bicara.
Mencium pipi ibunya tiba-tiba dan pergi seketika itu tidakan penolakan untuk ibunya tak usah bicara lagi.
"Lihat Putramu.. Mereka putra.. Ah... Tampan dan Mereka semua.. ah sudahlah aku lelah."
Carla dan suaminya pun menikmati waktu berdua mereka bersama.
AZMITA
GHINA
BULAN
**KANAYA
........Sumber: Pinterest**.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Neng Win
wwww nyimak
2022-03-13
0
Abdullah
www
2022-02-15
0
Abdullah
wi
2022-02-15
0