"Bib..Bib... Minggir.. Woy.. minggir lo." Teriak seorang gadis yang memakai baju kebaya dan juga setelan toga. Sudah rapi bersama dengan ketiga temannya. Kanaya adalah salah satu diantara ke empat gadis kampus yang paling bar-bar.
"Iya nih.. Kita lagi buru-buru buat dateng ke acara wisuda malah ada lampu merah beginian. Rasanya nih Bumi udah penuh kali ya.. ama para manusia." Teman Kanaya yang bernama Ghina jika bicara tidak berpikir dan asal.
"Wees.. Ngomong lo di jaga. Ini kita juga manusia." Azmita berucap menengahi pertengkaran Kanaya dan Ghina yang kesal karena mereka terjebak macet ibukota. Waktu yang hampir menipis membuat Kanaya hampir lepas kendali dan juga Ghina yang bicaranya hampir melantur aneh.
"Iya nih. Kalian yang sabar ya." Bulan yang paling waras diantara mereka. Tapi, bisa jadi lebih bar-bar jika kondisi moodnya sedang baik.
Diam-diam menghanyutkan, itu adalah sebutan Ghina untuk teman boncengan motornya. Bulan.
"Tapi.. Loh enggak liat apa. Masih ada berapa menit lagi kita harus sampe cepat." Kesal Kanaya.
"Emang nih para manusia enggak bisa apa berkurang gitu populasinya." Kesal Ghina.
Sudahlah Azmita dan Bulan yang ada di boncengan diam mendengar umpatan dan sumpah serapah yang Kanaya layangkan bersama Ghina.
Sampai di parkiran Dandanan mereka berempat semuanya tidak ada yang berubah. Mereka berempat selalu menggunakan riasan natural jadi tidak seperti tante-tante rempong.
"Waah.. Ampun Ghina... Lo nyetir enggak kira-kira. Hampir mati." Kesal Bulan.
"Lo enggak papa." Azmita langsung melompat turun dari motor Kanaya. Seketika Kanaya mengumpat Karena dirinya belum menstandarkan motor dengan benar. Di tambah dia menggunakan rok batik yang sempit.
"Aku enggak apa-apa." Jawab Bulan. Mereka berempat berjalan dengan santai menggunakan jubah toga.
Lalu pakaian Kebaya dan khas untuk wisuda mereka sudah sangat terlihat wah."Oh.. Kalian ini telat yaa.. Kalian enggak tahu apa ini hari yang bersejarah untuk kalian malah kelamaan disini."
Seketika Mata ke empat gadis itu menoleh cepat menatap Dosen menyebalkan. Berjenis kelamin perempuan itu. Dandanan seperti orang jawa tulen menggunakan sanggul dan juga kebaya.
"Ah Ibu Ningsih.. Maaf Bu.. Kita langsung ke tempat acara ya.." Azmita perlahan mundur menarik Ghina.
"Ahahah.. Iya Bu.. Ibu makin cantik deh bu. Kalo lemaknya ibu kurangin." Seketika Bulan, Azmita dan Ghina melotot kaget.
Ucapan Kanaya mengeluarkan mereka dari kedamaian saat ini.
"Ah.. Itu.. hem.." Cubitan Azmita membuat Ghina berusaha meraih tangan Kanaya.
Mereka sudah hampir selesai memasang langkah seribu untuk kabur dari kemarah Ibu Ningsih.
"KALIAN... APA KALIAN BILANG KALIAN TIDAK TAHU SOPAN YA.. ATAGHFIRULLAHHALADZIM.. ANAK GADIS..."
"Daah.. Bu sampai ketemu di tempat acara." Teriak Azmita.
Sampai mereka di toilet untuk menyegarkan wajah mereka dan dan merapikan beberapa yang terlihat berantakan.
Setelah selesai. Sekarang Mereka memasuki ruangan acara. Seketika Bulan di tarik seorang lelaki.
Tanpa bicara lagi Kanaya menjadi tameng untuk Bulan.
"Mau apa lo sama Temen gue. Asal lo tahu ya.. Kalo lo kasar sama temen gue, gue seset kulit ama tulang lo." Menatap lelaki itu dengan melipat tangan diatas perut.
"Bagus.. Tonjok aja Nay." Teriak Ghina.
"Udahlah," ucap Bulan menarik Kanaya untuk pergi.
"Halah.. Sok berani Cewek-cabe, kek kalian orang itu bisanya cuman menyek-menyek terus mewek-mewekan." Salah satunya berucap dengan santainya. Di sambut tawa kedua temannya sambil bertos ria.
Seketika Pukulan keras di layangkan Azmita.
"Ngebuat lo orang masuk rumah sakit kita masih bisa. Liat aja.. Lo pulang lewat mana kita begal." Ancaman Ghina membuat ketiga lelaki itu berlari terbirit-birit untuk pergi menghindari keempat gadis bar-bar.
Di hari kelulusan ini setelah mereka selesai dengan acaranya. Ke empat gadis yang baru wisuda, mengadakan pesta kecil yang hanya mereka berempat yang mengadakannya.
Di salah satu rumah teman mereka, di rumah neneknya Bulan.
"Mana bisa kita enggak lulus yakan secara kita kan pinter." Sombong Azmita.
"Bener banget." Sahut Ghina cepat.
"Oiya Bulan bukannya Lo masih punya hutang cerita ke kita." Sela Kanaya pada semua teman-temannya. Seketika Bulan gugup.
"Ehmm.. gini semuanya. Tepat malam sebelum acara wisuda kemaren. Kakak tingkat gue putusin gue."
"Whaat.. Kenapa lo putusin Bulan." Serempak bersamaan membuat Bulan refleks menutup telinganya.
"Eh.. Maaf." Sahut Azmita segera menyadarkan dirinya dan menghentikan keterkejutan Kanaya dan Ghina.
"Males gue." Bulan menatap ketiganya dengan wajah memelas.
"Gue tebak lo pasti belum tahu namanya. Walaupun lo..."
"Iya Gue enggak tahu namanya." Sahut Bulan cepat menjawab ucapan Ghina.
Seketika Kanaya menggebrak meja.
"Gila, Bulan!" Teriak Kanaya tiba-tiba membuat Bulan terkejut dan Azmita lebih terkejut.
"Lo yang gila Nay. Jangan teriak di kuping gue budeg tahu gak." Sambil mengusap-ngusap telinganya.
"Hehe sorry.." Menoleh dengan tersenyum lebar pada Azmita.
"Maaf ya temen-teman gue enggak enak sama kalian." Mohon Bulan tiba-tiba.
"Lo ngomong apaan sih," sahut Ghina.
"Iya. Kita enggak marah kok ini semua kan keputusan lo," jelas Azmita.
"Bener Lan. Gue juga akan bertindak sama kayak lo kalo udah enggak nyaman," jelas Kanaya.
"Makasih ya kalian maafin aku," sahut Bulan dengan menatap ketiganya terharu.
Seketika Ghina mengajak mereka untuk berpelukan.
"Eh Ngomong-ngomong kita Mau ngelamar kerja dimana. Ini kita udah lulus lo." Seketika Bulan tersadar dan melepaskan pelukannya.
Semua nya juga ikut berpikir.
...****************...
Kediaman Satria.
Carla bersama keempat asisten putranya. Salah satunya adalah perempuan.
"Rama, Phino, Taris, Pak Jaka, Maaf ya Pak jaka. Pak Jaka harus mengurus dua pekerjaan di usia tua ini. Tapi, tenang saja. Nanti, tugas kalian akan lebih mudah." Mereka bingung.
Carla malah tersenyum jahil.
" Rama, Phino dan Taris akan fokus pada perusahaan." Terusnya.
"Baik Nyonya." Sahut Rama, Phino dan Taris serempak.
"Dan Pak Jaka akan mengurus rumah kembali bersama Ibu Dewi." Menatap keduanya dari kaca matanya.
"Baik Nyonya." Sahut Pak Jaka. mengangguk bersamaan dengan Dewi yang berdiri di belakang Carla.
"Taris."
Seketika Taris maju sedikit karena panggilan Carla sedikit membuatnya tegang. Taris menunduk. Carla menatp Taris dengan kedua tangan di atas mejanya.
"Kamu Perempuan satu-satunya. Saya percaya pada kamu walaupun kamu asisten putra ketiga saya. Kamu tetap profesional.
Saya minta kamu untuk bawa keempat gadis ini kerumah ini dengan alasan pekerjaan. Terserah kamu ingin seperti apa caranya. Saya ingin hasil terbaik."
Taris mengangguk.
"Dan Phino. Kamu juga selidiki lebih jauh latar belakang keempat gadis ini."
Phino mengangguk mengerti.
"Rama kamu Mengamati setiap hal yang di lakukan Gadis bernama Azmita ketika bersama Davendra. Laporkan semuanya. Tapi tetap fokus pada kantor itu utama." Rama mengangguk mengerti.
"Taris dan Phino juga sama mengawasi Gadis yang nantinya akan menjadi asisten di samping para putraku. Untuk Rio dan Kanaya mereka berdua sepertinya tidak perlu. Cukup ketiga kakaknya saja yang kalian awasi. Apa aku terlalu banyak meminta? Apa kalian keberatan?"
"Tidak Nyonya." Sahut mereka berempat bersamaan.
"Kalian bisa pergi kecuali, Taris." Semua membungkuk sedikit dan pergi keluar dari ruangan Carla.
Tinggal Taris dan Carla di ruang kerja.
"Ini adalah biodata mereka berempat sementara. Kamu tahu bukan, mereka tidak asing."
"Iya Nyonya." Menerima uluran Dokumen data diri keempat gadis pilihan Carla pada Taris.
"Ambil ini dan lakukanlah segera susun rencanamu. Aku akan memberikan tambahan gaji untukmu. Dan juga memilihkan pria yang pantas untukmu."
" Hem.. Terimakasih Nyonya. Saya permisi." Tersenyum mengangguk lalu pamit pergi.
"Iya.. Semangatlah Taris."
Sambil mengepalkan tangannya memukul udara dan membuat Taris tersenyum.
Carla memang pribadi yang ceria. Tidak mudah kalah dengan sikap dingin keempat putranya.
Carla kembali duduk di kursi melihat lagi semua informasi yang baru di berikan Phino kemarin. Tidak sampai keluarganya hanya latar pendidikan keempat gadis itu.
Di kamar Davendra, Rama sedang di introgasi.
"Apa yang Mamih katakan dan perintahkan pada Kamu dan asisten ketiga adik-adikku." Sambil mengetik laporan di atas kasur, meluruskan kakinya.
"Tidak ada Tuan muda." Jelas Rama. Setelah dari ruangan Carla. Rama di telpon Davendra untuk ke kamarnya.
"Sebenarnya kamu.. Ah. sudahlah. Pergi dan urus rapat besok. Besok aku tidak akan datang ke perusahaan aku akan dirumah."
Davendra menatap kedepan dan melirik Rama yang menunduk.
Tidak bisa memuaskan jawaban Rama untuk Davendra.
Rama pun keluar dari kamar Davendra.
"Baik Tuan." Rama keluar dari kamar Davendra dan menutup pintu perlahan tanpa suara.
DAVENDRA
FAREL
Zacky
RIO
........Sumber: Pinterest........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Mamcing mania
knp hrus berantem
2022-12-02
0
Chandra Dollores
visualnya bikin semangat begadang..
2021-12-03
0
zenara
tadinya berharap visualnya aktor tampan Korea, or thailand, dan mereka dah matang, kecuali cewek cewek nya yang masih muda, tapi ya Udhlah nyoba baca dlu semoga seru
2021-11-01
0