Bab 5

Hari telah berganti menyisakan cerita masa lalu, kesedihan dan rasa kecewa terkebur bersama terbenamnya matahari. Sudah cukup ia seharian kemarin menangisi berita kematian Ibu kandungnya yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya. Begitu pula hari ini matahari telah menyingsing siap menyambut hari, sama halnya dengan Ayumi yang siap untuk mengejar masa depannya.

Hari ini John tengah berbaik hati memberinya libur, bersamaan dengan jam kuliahnya yang kosong, memberi sedikit waktu untuk memanjakan diri sebelum kembali ke dalam kesibukan rutinitasnya sehari-hari. Headset putihnya bertengger manis menutup kedua telinga melanturkan nada-nada indah dari ipone dan suara merdu Adele memanjakan telinganya, matanya fokus menatap buku di tangannya dan tubuhnya ia sandarkan kepohon mapel yang daunnya sudah memerah. Hembusan angin musim gugur sesekali membuat Ayumi harus merekatkan jaketnya, entah berapa lama ia duduk di sana sampai sudut matanya menangkap kilatan cahaya di sebelah kanan yang membuatnya mengalihkan pandangan dari buku ke arah cahaya itu.

Di sanalah pria itu berdiri berbalut celana jeans biru , kaus putih dan jaket hijau army tampak pas di badannya yang tegap, matanya mengintip di lensa kamera nikon yang ada di tangannya mengarah ke Beaver Lake, setelah beberapa kali mengambil pemandangan danau di depan, ia menurunkan kamera lalu berbalik menatap mata bulat hitam yang tengah memerhatikannya. Ayumi tersenyum ketika melihat Erik melihat ke arahnya, tapi senyum itu langsung hilang ketika pria itu membalikan badan dan berjalan ke arah berlawanan, untuk beberapa saat ia terdiam melihat tingkah pria itu lalu mengangkat bahu tak peduli dan kembali melanjutkan aktifitas membacanya. Beberapa menit kemudian Ayumi merasakan seseorang duduk di sampingnya, ia melepas headset lalu mengalungkannya di leher setelah ia melihat Erik kini tengah duduk sambil berselonjor di sebelahnya.

"Novel?" Ujarnya setelah melihat buku yang dari tadi di baca Ayumi.

"Yap, Mortal Instrument," Ayumi menyebutkan judul novel yang ia baca tapi pria itu hanya mengangkat alisnya.

"Di musim ujian seperti ini, kau masih bisa membaca novel?" Erik menatap Ayumi dengan sorot mata dingin.

"Hari ini adalah hari liburku."

"Jadi?" Erik bertanya sambil mengangkat alis matanya setelah mendengar penjelasan Ayumi yang tak masuk akal menurutnya.

"Kau tidak tahu apa arti kata 'libur'?" Ayumi Mengangkat dua jari membentuk tanda kutip di udara, Erik hanya menatapnya tanpa ekspresi, "Libur artinya waktu untuk memanjakan diri kita sendiri dan untukku itu artinya satu hari tanpa tugas kuliah dan belajar," ujar Ayumi sambil tersenyum melihat Erik yang masih menatapnya tanpa ekspresi.

"Oh ayolah, Erik, hidup hanya satu kali jadi nikmatilah itu jangan terlalu serius." Ayumi mengalihkan tatapannya dari pria dengan mata hitam tajam yang memikat ke arah danau yang tenang di hadapannya. Erik melakukan hal yang sama, mereka terdiam beberapa saat menikmati pemandangan Beaver Lake yang di kelilingi pohan maple, red cedar dan hemlock yang daunnya sudah mulai menguning menjadikan pemandangan di depan mereka seperti lukisan alam yang sangat indah.

"Apa ini tempat persembunyianmu yang lainnya?" Ayumi mengalihkan pandangannya sejenak ke arah Erik yang masih memandang ke arah danau, pria itu terlihat sempurna seandainya senyum memikat yang kemarin sempat diperlihatkan kembali menghiasi wajah tampannya, tapi hari ini ia terlihat seperti mengenakan topeng es yang susah ditembus.

"Bukan, aku suka menghabiskan waktuku di sini untuk membaca buku."

"Novel," ujar Erik mengoreksi perkataan Ayumi yang tersenyum geli.

"Hei, terkadang aku membaca buku pelajaranku juga di sini." Ayumi mencoba membela dirinya sambil memasukan novelnya ke dalam tas, lalu berdiri disusul Erik yang berdiri menjulang di sampingnya. Ayumi membalikan badan dan mulai berjalan meningalkan tempat itu, Erik mengikuti di belakang, mereka berjalan di jalur taman di antara pohon-pohon yang daunnya sudah mulai berguguran.

"Apa kau tidak mengajar hari ini?" Ayumi bertanya sambil merekatkan jaketnya.

"Hari ini aku bebas."

"Jadi kau libur?" Ayumi tersenyum melihat Erik mengangguk, "Apa kau ada janji hari ini?"

Erik menatap Ayumi beberapa saat sebelum akhirnya dia menggelengkan kepala, "Tidak, aku tidak ada janji."

"Bagus, aku akan mengajarimu menikmati hari libur." Ayumi tersenyum sambil mengangkat kedua alisnya lalu kembali berjalan meninggalkan Erik yang hanya diam terpaku.

*****

"China’s town? Kau mengajakku menghabiskan hari liburku di China’s town?" Erik menganga tak percaya ketika Ayumi mengajaknya melangkahkan kaki ke arah tempat komunitas asia terbesar di Kanada.

"Iya, jangan bilang kau belum pernah ke sini sebelumnya," ujar Ayumi sambil menatap Erik yang hanya mengangkat bahunya saja, "Aku selalu datang ke sini kalau sedang merindukan rumah."

Erik bisa mendengar nada sedih di dalam suara gadis itu, "Dan hari ini kau sedang merindukan rumah?"

Ayumi mengangguk sambil terus berjalan, "Iya, hari ini aku merindukan rumah, rindu keluargaku, sahabat-sahabatku dan makanan rumah."

Erik bisa melihat kehampaan di dalam sorot mata itu walaupun bibirnya mencoba tersenyum, tapi itu terlalu dipaksakan bahkan untuk manusia dingin seperti Erik sekalipun.

"Kau tahu, aku baru mengetahui dua hari yang lalu kalau Ibu kandungku telah meninggal." Ayumi berkata sambil terus berjalan di samping Erik di antara lalu lalang orang-orang yang berjalan di China’s town. Erik menghentikan langkahnya, ia terkesiap mendengar ucapan Ayumi yang kini berdiri didepannya.

"Maafkan aku, aku ikut berduka," ucap Erik tulus.

"Tidak usah bersedih untukku, aku bahkan belum pernah bertemu dengannya walaupun hanya sekali." Ayumi tersenyum lalu meneruskan kembali langkahnya yang sempat terhenti.

"Ibuku orang Jepang dan semenjak lahir aku telah ditinggalkan olehnya." Ayumi merekatkan kembali jaketnya udara di sekeliling tiba-tiba terasa jauh lebih dingin, Erik masih diam menyimak cerita gadis itu dengan serius.

"Aku dibesarkan oleh seorang Ayah yang sangat hebat, makannya aku bisa tumbuh seperti sekarang." Ayumi tersenyum ketika menceritakan ayahnya, "Setelah dua puluh tahun Ibuku meninggalkanku akhirnya dua tahun lalu aku memutuskan datang ke sini untuk mencarinya." Mereka kini berbelok ke arah kanan, "Tapi pencarianku sia-sia, Ibuku ternyata sudah meninggal empat tahun lalu." Ayumi mengakhiri cerita sambil tersenyum masam.

"Kau pasti sangat sedih," perkataan Erik itu sukses membuat Ayumi berhenti melangkah, ia terdiam beberapa saat sedikit berpikir.

"Sedih? Hmm.. iya sepertinya aku sedih." Ayumi menganggukkan kepala sambil merapatkan bibirnya hingga membentuk satu garis lurus. "Sejujurnya aku tak mau bersedih, aku terlalu marah dan kecewa untuk bersedih, tapi.." Ayumi menepuk dadanya sambil menatap Erik dengat sorot mata sedih tapi ada kilat marah juga disana, "Entahlah, di sini rasanya sakit." Erik menatap Ayumi merasa simpati untuknya, ada perasaan aneh yang menyeruak dalam dirinya untuk menarik gadis itu ke dalam pelukan dan memberikan rasa nyaman, menghilangkan semua kesedihan dan kekecewaannya.

"Kemarin aku marah padanya karena telah meninggalkanku dari bayi bahkan tidak pernah sekalipun mencariku, dan aku kecewa karena dia tidak mau bertahan sedikit lebih lama untuk menunggukku, tapi..." Ayumi menarik napas panjang sebelum melanjutkan kembali ucapannya, "Sekarang aku lebih marah dan kecewa pada diriku sendiri. Aku marah kenapa aku tidak mencarinya dari dulu, aku marah kenapa aku tidak menghubunginya sejak dulu." Ayumi menghembuskan napas berat, dia tersenyum masam sambil kembali berjalan.

"Andai saja aku tidak mementingkan perasaanku sendiri, mungkin saat ini minimal aku pernah bertemu dengan Ibu kandungku walaupun hanya sekali." Pandangan Ayumi menerawang beberapa saat, sampai akhirnya ia bisa mengendalikan dirinya sendiri lalu berdehem.

"Kau pasti berpikir kalau aku adalah seorang gadis egois yang menyedihkan." Ayumi berkata sambil menatap Erik yang kini tengah mengamatinya.

Erik diam beberapa saat sambil terus menatap Ayumi dan akhirnya ia mengangguk, "Iya, kau terlihat menyedihkan kau perlu makan banyak, apa masih jauh? Aku sudah sangat lapar."

Ayumi menganga mendengar ucapan Erik yang tanpa ekspresi lalu tertawa terbahak-bahak, "Ya Tuhan, kau sangat lucu."

Erik mengangkat alisnya mendengar ucapan gadis itu, apa dia tidak salah dengar. Dia? Erik Kim? Lucu?

"Maafkan aku, tempatnya sudah dekat." Ayumi memberi isyarat dengan kepalanya ke arah depan tidak jauh dari tempat mereka berdiri terdapat bangunan bercat putih dengan tulisan 'Indonesian Foods' di atasnya. Mereka memasuki restoran itu yang langsung disambut oleh lagu Noah, salah satu band favoritnya. Hidup di rantau jauh dari keluarga membuat semua warga Indonesia yang berada di sana menjadi saudara tidak peduli dari suku dan daerah mana mereka berasal, mereka adalah keluarga besar yang saling memberi kekuatan dan mendukung satu sama lain.

Seperti saat ini Ayumi disambut seperti seorang anak yang baru pulang ke rumahnya, semua menyapa dengan nama panggilannya, tersenyum dengan hangat bahkan ada yang memeluknya karena sudah lama tak berjumpa.

*****

Terpopuler

Comments

Tri Dikman

Tri Dikman

Beaver lake road bukan ya kira2 ,,karena beaver lake alamat tempat tinggal ku

2023-10-22

0

Dwi Sasi

Dwi Sasi

Di perantauan
Sendirian
Pasti sangat kesepian

2022-11-19

0

Echa04

Echa04

knp novel ini gk tercantum di antara karya A.K... padahal aq ud cek bolak balik dan baru menemukannya...

2022-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!