Ikhlas
Berdiri gadis belia berhijab instan menatap langit siang ini. Kepalanya menengadah menantang teriknya sinar matahari siang ini. Dia berdiri di tengah-tengah lapangan basket sekolahnya. Lapangan yang yang terletak di tengah-tengah salah satu SMU favorit di kotanya. Vira Azza Ifatunnisa seorang gadis belia yang baru saja lulus dari SMU tempatnya berdiri. Hari ini dia telah lulus dengan nilai terbaik dari sekolahnya. Hari terakhir dia berjuang mendapatkan kehormatan akan statusnya yang selalu direndahkan.
Dia bukan gadis layaknya teman-temannya. Vira terlahir dari keluarga sederhana, bahkab kekurangan. Vira harus bekerja keras agar bisa lulus sekolah. Lahir dari seorang wanita biasa dan miskin. Membuat kehidupan Vira tak seberuntung teman-temannya. Vira bisa sekolah sampai sekarang. Semua berkat beasiswa yang diterimanya. Mungkin Vira terlahir tanpa harta, tapi Vira terlahir dengan kecerdasan di atas rata-rata. Sebuah keberuntungan atau kelebihan yang sangat mahal bagi sebagian orang. Teman-temannya perlu membayar demi kepintaran yang dimilikinya. Namun Vira dibayar untuk kepintarannya.
Kehidupan serba kekurangan tak pernah membuat Vira putus asa. Meski ibunya tak lebih dari buruh cuci di rumah tetangganya. Vira tak pernah merasa rendah diri. Dia selalu bangga pada sang ibu yang terus berjuang mencari nafkah untuk dirinya dan sang adik. Semenjak sang ayah meninggal, ibunya yang bekerja membanting tulang demi sesuap nasi untuk dirinya. Tak pernah sekalipun Vira mendengar ibunya mengeluh. Meski terkadang Vira melihat sendiri. Ketika sang ibu sedang menahan rasa sakit. Vira hanya bisa terdiam melihat sang ibu yang kesakitan, tanpa bisa melakukan apapun. Vira hanya remaja yang belum mampu menanggung beban berat sang ibu. Hanya diam menangis dalam hati. Berharap sang ibu bisa merasakan bahagia kelak.
Demi impian membahagiakan sang ibu. Vira melupakan masa remajanya. Dia tidak pernah ikut bermain dengan teman-temannya. Vira selalu pulang tepat waktu. Dia membantu ibunya membersihkan rumah dan merawat adiknya yang masih kecil. Setelah sekian tahun Vira berjuang. Hari ini dia lulus dengan nilai terbaik. Hari dimana dia harus mulai berjuang mencari kabahagian bagi sang ibu. Hari dimana dia harus menanggung beban keluargannya. Vira harus bisa mencukupi kebutuhan ibu dan adiknya. Dalam hati Vira bertekad akan membuat ibu dan adiknya bangga.
Vira menatap langit bukan ingin menantang. Dia menatap langit sebagai salam pada dunia yang kelak akan menempanya menjadi pribadi yang kuat dan berani serta mandiri. Dunia yang akan menguji kemampuannya, bertahan atau menyerah sebelum berjuang. Vira akan menantang dunia yang keras demi ibu dan adiknya. Dia yakin mampu membuat ibunya bangga. Vira akan menggantikan peran ibunya. Dia yang akan membanting tulang mencari nafkah. Vira sudah tidak sanggup lagi melihat rasa lelah sang ibu. Walau tak pernah ada kata lelah yang terucap dari bibir ibunya.
"Vira, ayo kita pulang. Hari semakin siang, kamu sudah janji ikut denganku. Kita akan pergi ke cafe depan untuk merayakan kelulusanku!" teriak Nadya lantang, seketika Vira menoleh. Dia melihat Nadya berdiri di tepi lapangan. Dia lebih memilih berteriak, daripada harus kepanasan. Siang ini langit sangat terik, entah apa yang membuat Vira begitu nyaman berada di tengah-tengah lapangan? Berada di bawah terik matahari. Seakan panas sinar matahari tak lagi terasa oleh tubuhnya.
Vira tersenyum ke arah Nadya, satu-satunya sahabat sejak dia menginjakkan kaki di sekolah ini. Dia sahabat yang ada di kala suka dan duka Vira. Nadya berasal dari keluarga berada, tapi Vira tidak pernah memanfaatkan persahabatannya dengan Nadya. Dia selalu menolak bantuan Nadya. Vira hanya akan menerima bantuan Nadya dengan kerja kerasnya. Jika tidak dengan bekerjan, Vira tidak akan bersedia menerima bantuan Nadya. Meski sebenarnya, Nadya membantu Vira dengan ikhlas. Bahkan keluarga Nadya sangat menyukai Vira. Kakak laki-laki Nadya menyimpan rasa pada Vira. Namun Nadya melarangnya, sebab dia tidak ingin melihat Vira merasa terpaksa menerima cinta kakaknya.
"Baiklah, aku segera kesana!" ujar Vira, sembari berjalan menuju Nadya. Keringat Vira bercucuran membasahi hijab yang dipakainya. Nadya memberikan sebuah sapu tangan pada Vira. Dengan ramah Vira menolak, dia tidak ingin mengotori sapu tangan milik sahabatnya.
"Tidak perlu, nanti akan kering tertiup angin. Kita pergi sekarang. Aku hanya bisa sebentar menemanimu. Aku harus membantu ibu menyetrika baju milik tetangga. Adikku juga sendirian di rumah. Jadi mungkin aku pulang lebih dulu. Kamu tidak keberatan bukan?" ujar Vira lirih, Nadya menggeleng lemah. Dia memasang muka cemberut, sontak Vira menangkupkan kedua tangannya meminta maaf pada Nadya. Berkali-kali Vira menolak ajakan Nadya, sekalinya Vira bersedia hanya sebentar. Rasa kecewa Nadya itu wajar. Bagaimanapun dia ingin merasakan pergi bersama sahabatnya?
"Tidak perlu minta maaf, aku maklum jika kamu sibuk dengan pekerjaanmu. Aku cukup senang bisa pergi denganmu. Sebentar saja bagiku sudah sangat berarti. Tanggungjawabmu tidak akan membuatku marah atau kecewa padamu. Seandainya aku bisa membantumu, dengan senang hati aku akan melakukannya. Namun penolakanmu seolah tidak akan pernah memberikan diriku kesempatan. Aku menyayangimu dan keluargamu seperti keluargaku. Jadi bebanmu akan menjadi bebanku. Sudahlah, kita pergi sekarang!" ujar Nadya lalu memeluk Vira, dengan anggukan kepala Vira menerima ajakan Nadya. Mereka berjalan menuju tempat parkir. Beberapa teman sekelas Vira dan Nadya sedang menunggu. Tanpa sepengetahuan Vira, acara makan siang hari ini akan diikuti teman satu kelasnya. Nadya bertugas mengajak Vira agar bersedia ikut. Semua teman Vira sangat peduli padanya, tapi terkadang mereka sulit menyatu dengan Vira. Sikap dingin dan pendiam Vira menjadi benteng yang tidak mudah diterjang.
"Sudah selesai drama kalian, aku sudah kepanasan menunggumu. Hanya untuk makan saja, harus melihat dramamu yang tidak selesai-selesai!" sahut Fariz ketus, Nadya melotot ke arah Fariz. Sebaliknya Vira menunduk merasa kesindir. Dengan sekuat tenaga, Nadya menginjak kaki Fariz. Dengan cepat Vira menarik tangan Nadya menjauh dari Fariz. Dia menggeleng berharap Nadya tidak melakukan semua itu.
"Maaf, telah menungguku!" ujar Vira singkat, dia lalu berjalan menuju mobil Nadya. Secepat kilat Fariz menahan tangan Vira. Semua mata melihat sikap Fariz pada Vira. Nadya mengedipkan mata berkali-kali tidak percaya. Dia tidak pernah menyangka Fariz akan bersikap sehangat itu pada Vira. Selama ini Fariz selalu ketus pada gadis-gadis yang mengejarnya.
"Kamu akan pergi kemana sekarang? Aku menunggumu selama setengah jam lebih. Bukan untuk melihatmu pergi lagi. Masuk ke dalam mobilku. Aku tidak akan membiarkanmu masuk mobil Nadya. Kamu akan punya kesempatan untuk kabur lagi!" ujar Fariz, Vira menunduk malu saat dia merasakan pegangan tangan Fariz. Vira tidak mungkin menolak, sebab dia tidak ingin membuat keributan. Cukup dirinya alasan teman-temannya menunggu. Sedangkan Nadya tersenyum mengerti alasan sikap kurang ajar Fariz.
"Nadya, masuk ke dalam mobilku. Berikan kunci mobilmu pada Teguh. Aku tidak ingin temanmu kabur lagi!" ujar Fariz, Nadya mengangguk pelan. Lalu melempar kunci ke arah Teguh sahabat Fariz. Nadya msuk ke dalam mobil sport milik Fariz. Dia membuka pintu belakang mobil. Vira mengikuti Nadya, dia akan duduk di belakang bersama Nadya. Lagi dan lagi Fariz marah padanya.
"Aku bukan supirmu, duduk di depan bersamaku!" teriak Fariz, Vira terdiam mematung. Lalu Nadya turun dari mobil dan mendorong Vira duduk di depan. Dengan kedipan mata Nadya memberikan isyarat pada Fariz. Seolah mengatakan pada Fariz, agar tidak menyakiti sahabatnya.
"Aku mengerti!" sahut Fariz sembari mengangguk. Sekilas Fariz menoleh ke arah Vira yang kikuk duduk di mobilnya.
"Vira Azza Ifatunnissa, selama tiga tahun aku, menunggu hari ini. Selama tiga tahun aku, mencoba mendekati hatimu yang beku. Selama tiga tahun, aku mengharapkan perhatianmu. Selama tiga tahun pula, aku diam menyimpan rasa ini. Hari ini semua terasa indah, penantian selama tiga tahun terbayar lunas dengan kehadiran dirimu. Maaf, jika aku harus memarahimu. Maaf, jika aku memaksa dirimu. Sekali saja izinkan aku egois, aku hanya ingin melihat wajahmu sepuas hatiku. Aku ingin dirimu wanita pertama yang duduk di sampingku. Izinkan hari ini aku membuatmu bahagia meski sesaat!" batin Fariz sembari menatap Vira yang terus menunduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Na Gi Rah
pemimpin penerus ANDRILOS telah datang mengunjungi tempat ini...
2022-08-07
0
Beci Luna
awal kisah yg mengharukan...bakal ceritax ssngat menarik...he..he..
2022-03-05
0
Astirai
nyimak thor & trs smangat
baca jg cinta untuk ara & bukalah hatimu untukku ya...
yuk saling dukung😘😘
2021-11-23
0