"Vira!" sapa Melda ramah, Vira menoleh melihat Melda Dwi Atmaja. Sang tuan rumah, ibu dari dua pemuda tampan dan hebat. Vira tersenyum menyahuti sapaan Melda. Meski Vira tidak terlalu mengenal Melda. Namun keramahan Melda selalu Vira rasakan setiap kali mereka bertemu. Tidak pernah Melda membedakan para ART di rumahnya. Melda selalu ramah menyapa mereka layaknya saudara. Alasan itu yang membuat ART di rumah keluarga Atmaja merasa nyaman dan betah.
Vira meletakkan pisau yang sedang dipegangnya. Dia menghampiri Melda, mencium lembut punggung tangan Melda. Sebaliknya Melda memabalas Vira dengan menarik tubuh Vira ke dalam pelukannya. Sebenarnya Melda menyayangi Vira layaknya putri kandungnya sendiri. Sejak kecil Melda merasa bahagia setiap kali bertemu Vira. Melda selalu memanjakan Vira kecil. Alasan itu yang membuat Vira tidak pernah dibawa ke rumah keluarga Atmaja lagi. Bik Sumi merasa tidak enak hati dengan kebaikan Melda.
"Maaf, apa suara saya memasak yang membangunkan ibu? Semalam tuan Azzam mengatakan, tamunya datang saat sarapan. Saya takut tidak selesai dan kebetulan saya sulit tidur. Jadi saya berniat menyiapkan semua bahannya sekarang. Setelah sholat subuh, saya bisa langsung memasak semuanya!" ujar Vira ramah, Melda tersenyum lalu duduk di samping Vira. Melda menatap Vira yang penuh dengan keteduhan.
Melda bukan terbangun karena suara berisik dari dapur. Suara merdu Vira saat mengaji yang membangunkan Melda. Setelah sekian lama rumah Atmaja sepi tanpa lantunan ayat suci Al-quran. Dini hari terdengar suara merdu seseorang mengaji. Suara yang menggetarkan hati yang kosong dan hampa. Melda terbangun dengan air mata yang tiba-tiba menetes. Gersang hatinya tersirami dengan suara lantunan Al-Quran yang dibaca Vira. Saat Melda melihat jam di dinding, jam menunjukkan pukul 02.30 wib.
Akhirnya Melda keluar dari kamarnya, saat dia mendengar Vira mulai bekerja di dapur. Sikap tanggungjawab Vira yang diturunkan dari bik Siti. Menjadi alasan Melda mempertahankan Bik Siti dengan alasan apapun. Setiap kali bik Siti meminta berhenti. Melda selalu memaksa bik Siti tinggal. Meski sekarang kondisi fisik bik Siti tak sekuat dulu. Dia sudah mulai sakit-sakitan.
"Tidak sayang, memang aku ingin bangun. Aku juga kepikiran soal sarapan nanti. Sebenarnya akan ada pertemuan dua keluarga, untuk menjodohkan Azzam dengan salah satu putri sahabat kami. Sebab itu aku ingin semua sempurna. Perjodohan ini harus terlaksana dengan baik. Sejak lama aku menjalin hubungan persaudaraan dengan mereka. Kami bersahabat sejak SMU!" tutur Melda dengan menggebu, Vira mengangguk seraya tersenyum. Lalu dia berdiri mengambilkan segelas air hangat untuk Melda. Dengan heran Melda menerima air hangat yang dibeikan Vira.
"Maaf ibu, air hangat bagus di pagi hari. Agar lambung kita tidak kaget. Kalau bisa ibu mengurangi air es, meski ibu merasa gerah dan kering. Air es hanya akan membuat ibu kecanduan, tapi tidak akan menghilangkan haus!" ujar Vira sopan, lalu meneruskan pekerjaannya. Melda meminum air yang diberikan Vira. Terasa aneh di lidahnya yang sudah terbiasa meminum air es. Namun saat air hangat menyentuh lambungnya. Seketika terdengar suara kentut Melda. Vira menoleh sembari tersenyum simpul.
"Maaf Vira!" ujar Melda malu, Vira menggeleng lemah. Dia sudah menduga, Melda pribadi yang tidak biasa minum air hangat. Meski perutnya kembung, dia tetap ingin meminum air es. Vira duduk kembali di depan Vira. Sembari membawa sayuran yang selesai dia cuci. Vira memberikan sepotong roti isi pada Melda. Lagi dan lagi Melda heran menerima pemberian Vira.
"Ibu, perut kembung biasa disebabkan perut kosong. Sehingga hanya angin yang ada di dalamnya. Mungkin ibu sedang tidak sehat. Sebab itu perut ibu kembung. Soal roti itu, maafkan Vira yang tanpa izin membuatnya. Tadi malam Vira lupa membeli roti untuk makan sahur. Jadi terpaksa Vira membuat roti disini!" ujar Vira lirih dengan raut wajah bersalah. Melda menggelengkan kepala, isyarat dia tidak mempermasalahkan roti yang dibuat Vira. Sebaliknya dia kagum akan pribadi Vira yang sopan dan taat. Vira memperhatikan kesehatan Melda, padahal Melda sendiri tidak pernah peduli pada kesehatan lambungnya.
"Kamu puasa sunnah, senangnya bik Siti memiliki putri secantik dan taat sepertimu. Pantas bik Siti jarang membawamu kemari. Mungkin bik Siti takut kamu menikah dengan salah satu putraku!" ujar Melda menggoda Vira. Sontak Vira menunduk malu, dia tidak akan pernah berharap atau berpikir akan menjadi menantu keluarga Atmaja yang terpandang.
Vira melanjutkan pekerjaannya, Melda melihat betapa cekatannya Vira dalam hal memasak. Seadainya dia tidak merasa kasihan pada Vira. Mungkin dia sudah menawari Vira menjadi ART di rumahnya. Namun mengingat cita-citanya dulu, Melda tidak akan merusak harapan sederhana Vira dengan menawarinya menjadi ART.
Setelah hampir satu jam bergelut dengan bahan masakan dan bumbu dapur. Vira berhenti memasak, Melda menatap dengan raut wajah heran. Namun Melda tidak enak hati bertanya pada Vira. Lalu sayub terdengar murrotal dari speker musholah tak jauh dari kediaman Atmaja. Seketika Melda mengangguk mengerti. Seandainya Vira menjadi menantunya, mungkin Melda akan menjadi mertua yang paling beruntung. Sebab dalam rumahnya akan ada satu orang yang mengenal iman seperti Vira.
..."Ketika seisi rumah ini terlelap dalam tidur. Dia terbangun sekadar ingin makan sahur dan sholat malam. Suara mengajinya terdengar merdu, bak air yang menyirami gersang hati penghuni rumah ini. Kini saat suara azan membangunkan hamba-hambanya yang lalai. Dia tanpa banyak bicara meninggalkan pekerjaannya. Seakan berlari menuju seruan Illahi. Pribadi sederhana yang membuatku malu akan diriku sendiri. Seandainya keluarga ini tak memandang status. Ingin rasanya kupeluk tubuhnya, kurangkul dia dan kujadikan dia menantu dalam keluarga ini. Sungguh aku menyadari, harta yang aku miliki. Tak sebanding dengan iman yang Vira miliki. Keteduhan wajahnya menggetarkan hatiku. Tanpa make up mahal dan berkelas, hanya air wudhu yang membasuhnya. Dia terlihat cantik dan menggetarkan. Sungguh harta yang aku miliki sangat sia-sia. Hanya bisa membeli kepuasan sesaat, bukan kenyamanan hati!" batin Melda seraya menatap Vira....
Setelah meletakkan semua pada tempatnya, Vira meninggalkan Melda masuk ke dalam kamar. Vira mengambil peralatan sholatnya, lalu kembali menemui Melda.
"Ibu, saya sudah meletakkan semua di tempatnya. Setelah sholat subuh, Vira akan mulai memasak. Tapi maaf, setelah semua selesai dimasak. Vira harus langsung pulang, sebab ada acara yang tidak bisa ditinggal. Nanti masakannya tinggal dipanasi saja. Sekarang Vira izin pergi ke mushola, takut terlambat!" ujar Vira tanpa jeda, Melda mendengarkan tanpa menyela. Lalu Melda mengangguk pelan, tanda dia mengizinkan Vira.
"Assalammualaikum!" ujar Vira, sembari mencium punggung tangan Melda.
"Waalaikumsalam!" sahut Melda.
"Dia bukan hanya cantik, tapi dia sopan dan ramah. Dia menghargai mama seperti orang tuanya sendiri. Sungguh wanita yang akan sulit digapai!" batin Azzam, sejak Melda masuk ke dapur. Azzam berdiri di balik dinding dapur. Mendengarkan pembicaraan Melda dengan Vira.
"Vira Azza Ifatunnisa, wanita yang tidak pernah bisa aku kenal selama tiga tahun. Meski dia berada di depanku. Benteng yang dia bangung terlalu tinggi dan kokoh. Harta serta ketampananku, tak pernah bisa membuatnya menoleh!" ujar Fariz lirih, sontak Azzam menoleh dengan raut wajah kaget.
"Ingat, besok hari perjodohanmu. Jangan pernah menggoda Vira, bila demi kepuasanmu. Dia terlalu berharga, aku sanggup mengorbankan segalanya demi melindunginya. Termasuk persaudaraan diantara kita!" ujar Fariz dingin, lalu meninggalkan Azzam yang termenung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Allohu Akbar!!
2024-08-20
0
Mommy Gyo
3 like hadir sy 🥰🥰
2021-08-27
0
S R
Selamat buat karya barunya,, lanjut
2021-08-24
0