Sekitar setengah jam mobil sport Fariz melaju membelah jalanan kota. Akhirnya mereka sampai di sebuah cafe anak muda. Cafe yang terletak di tepi laut menjadi tempat favorit para anak muda berkumpul. Suasana cafe sangat nyaman dan ramah. Pemandangan laut yang terlihat dari lantai dua cafe sangat indah. Menu yang ditawarkan sangat beragam, tapi kebanyakan semua favorit para anak muda.
Fariz sengaja mengajak teman-temannya makan siang di cafe ini. Demi memenuhi impian yang terpendam selama tiga tahun. Faiq telah menyewa cafe ini satu hari full. Fariz tidak ingin ada tamu lain yang datang. Hari ini dia akan mentraktir teman satu kelas sepuasnya. Acara perpisahan yang sengaja disiapkan secara spesial oleh Fariz demi sang pemilik hati.
Fariz Maher Putra bukan pemuda sembarangan. Terlahir dari keluarga yang tak biasa, keluarga Fariz merupakan keluarga paling kaya dan dermawan di kota ini. Fariz putra kedua dari keluarga besar Atmaja. Dia memiliki seorang kakak laki-laki yang berbeda usia hampir 8 tahun darinya. Kakak yang tidak terlalu dia kenal. Meski dia putra keluarga kaya, Fariz tidak pernah sombong. Dia pribadi yang bersahaja dan hangat. Fariz tidak pernah membedakan teman-temannya.
Setelah menemukan tempat duduk, Vira yang merasa telah dibohongi, terus menatap tajam ke arah Nadya. Vira menunggu penjelasan Nadya atas kebohongannya. Namun Nadya bersikap acuh, seakan dia tidak melihat tatapan marah Vira. Nadya tidak pernah berniat membohongi Vira. Fariz yang memaksa Nadya, agar membuat Vira setuju makan siang bersama. Jika Nadya tidak bisa mengajak Vira. Maka tidak akan ada makan siang yang artinya Nadya akan mendapat amarah teman satu kelasnya. Sehingga Nadya lebih memilih membohongi Vira sahabatnya. Setidaknya Vira akan memaafkannya setelah dia menjelaskan semuanya.
Tak berapa lama, semua makanan yang dipesan Fariz datang. Terlihat raut wajah senang teman-temannya. Satu wajah yang ingin Fariz bahagiakan malah terlihat bersedih. Fariz terus menatap Vira yang menunduk. Seolah Vira sedih berada di tengah-tengah mereka. Tak ada senyum yang ingin dilihat Fariz. Apalagi saat makanan sampai di meja Vira. Fariz melihat tak satupun makanan yang disentuh oleh Vira. Piring Vira tetap terbalik, seakan tak akan ada makanan di piringnya.
"Vira, bisa kita bicara!" ujar Fariz tegas, Vira mendongak melihat Fariz yang berdiri tepat di depannya. Fariz memberanikan diri berbicara pada Vira. Sudah cukup Fariz diam menyimpan semua rasa kagumnya. Selama seminggu Fariz merencankan makan siang ini. Hanya demi bisa bicara dengan Vira. Fariz sudah bertekad, hari ini dia akan mengenal Vira.
Vira menganguk ragu menjawab perkataan Fariz. Selama ini Vira tidak pernah bicara dengan Fariz atau laki-laki di kelasnya. Vira bukan pribadi yang sombong atau angkuh. Namun Vira mencoba menjaga jarak dengan yang bukan mukhrim. Dia tidak ingin timbul fitnah diantara dirinya dan teman laki-lakinya. Sebab itu Vira selalu bersikap dingin pada laki-laki yang ingin mengenalnya.
"Bicaralah, tidak ada yang melarangmu. Aku akan mendengarkan. Memangnya ada masalah apa? Aku merasa tidak ada yang perlu dibicarakan diantara kita!" sahut Vira dingin lalu menunduk lagi. Terdengar helaan napas Fariz, seolah dia bingung harus bersikap seperti apa pada dingin sikap Vira? Sedangkan Nadya yang duduk tepat disamping Vira. Terkekeh melihat perjuangan Fariz yang ingin mengenal Vira. Perjuangan yang tentu tidak akan mudah.
"Bisa kita bicara di tempat lain. Kita bisa bicara sembari berjalan-jalan. Bukankah kamu tidak akan makan siang. Piringmu masih terbalik, jadi kita bisa bicara selama menunggu mereka makan!" ujar Fariz, Vira terdiam sesaat. Lalu dia mengangguk pelan. Fariz tersenyum bahagia saat melihat Vira mengangguk setuju. Dia tidak pernah membayangkan, Vira akan setuju jalan berdua dengannya. Pertama kalinya Fariz melihat Vira bersedia jalan berdua dengan laki-laki. Fariz berjalan lebih dulu, dia berpikir Vira akan mengikuti langkah kakinya. Fariz terlihat semangat, tanpa berpikir menoleh lagi pada Vira. Dia yakin Vira akan berjalan di belakangnya.
"Nadya, ikut aku mengikuti Fariz. Jangan menolak, aku ada disini kerena kebohonganmu. Jika kamu menolak, aku akan membencimu dan memutuskan persahabatan diantara kita!" bisik Vira lalu menarik tangan Nadya. Vira menarik tangan Nadya tanpa menunggu kata setuju dari Nadya. Sebaliknya Nadya yang sedang makan, langsung tersedak ketika Vira menarik tangannya paksa. Sedangkan Vira tidak peduli dengan kondisi Nadya yang tersedak. Sebab salah Nadya, Vira berada di cafe ini dan harus bersedia bicara dengan Fariz.
"Vira, apa salahku padamu? Selama ini kamu selalu menghindar dariku. Saat di sekolah kamu seolah tidak pernah melihatku. Di rumahku kamu seakan tak pernah mengenalku. Aku hanya ingin mengenalmu tidak lebih. Bahkan hari ini, sengaja aku menyiapkan acara perpisahan. Namun bukannya bahagia, aku melihat kesedihanmu. Makanan yang tersaji tidak mampu membangkitkan seleramu!" ujar Fariz lantang, Vira diam mendengarkan perkataan Fariz. Sedangkan Nadya kikuk berada diantara Fariz dan Vira. Dengan segala cara Nadya berpura-pura tidak mendengar apapun? Meski sejujurnya perkataan Fariz membuat Nadya terkejut. Dia mulai memahami alasan dibalik makan siang hari ini.
"Vira, kenapa kamu diam? Jawablah, aku butuh penjelasan. Selama tiga tahun, aku hidup dengan pertanyaan yang sama!" ujar Fariz lirih, sembari menoleh ke arah Vira. Fariz memutar tubuhnya 180° menghadap Vira. Kedua matanya membulat sempurna, ketika dia melihat Vira berjalan berdampingan dengan Nadya. Fariz melihat tangan Vira yang memegang tangan Nadya sangat erat. Sontak Fariz menunduk lemah. Kebahagian bisa jalan berdua dengan Nadya, seketika menghilang saat Nadya ada di tengah-tengah mereka. Saat Fariz menatap Vira, Nadya mengangkat kedua jarinya. Seakan mengisyaratkan kata damai, sebab dia telah berada di tengah-tengah mereka.
"Maaf, aku tidak mungkin jalan berdua denganmu. Kita bukan mukhrim, jadi tidak pantas bila berjalan bersama tanpa ada mukrimku. Selama ini aku sudah mengenalmu dengan baik. Di sekolah aku menganggapmu sebagai seorang teman tidak lebih. Aku hanya akan bicara padamu saat aku memang perlu bicara denganmu. Jika selama tiga tahun kita saling mengenal, tapi tidak pernah bertegur sapa. Itu artinya kita memang tidak ditakdirkan dekat satu dengan yang lain. Sebaliknya jika di rumahmu, aku menganggapmu putra majikan ibuku. Sebagai putri seorang pembantu, sangat tidak pantas aku mengenal putra majikannya. Aku sudah menjawab semua pertanyaanmu. Bisakah aku pulang sekarang, hari semakin sore!" tutur Vira ramah, Fariz mengangguk mengerti. Meski dia tidak sependapat dengan jawaban Vira. Namun dalam hatinya dia bahagia. Bisa selangkah lebih maju untuk mengenal Vira. Akhirnya Vira dan Nadya meninggalkan Fariz yang termenung mencoba memahami perkataan Vira.
"Tunggu, kamu belum makan sesuatu. Apa kamu menolak makanan ini? Sebab aku yang membelinya!" teriak Fariz, Vira menoleh lalu menggeleng.
"Maaf dan terima kasih, aku sedang berpuasa!" sahut Vira datar lalu terus berjalan menjauh dari Fariz.
"Wanita dengan kesederhanaan dan iman yang mengetuk hati beku milikku. Kini aku menyadari, sikap dinginmu bukan karena keangkuhanmu. Sikap acuhmu atas dasar iman yang kamu pegang teguh. Sedangkal pikiranku akan sikapmu. Seluas itu pula makna iman dalam setiap sikapmu. Aku bahagia mendengar suaramu, sebuah suara yang selalu melantunkan ayat suci Al-quran. Suara yang terdengar bak air hujan yang membasahi gersang imanku. Terima kasih wanita berhijabku!" batin Fariz.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Na Gi Rah
Tetap semangat dan terus belajar...
mampir lagi
2022-08-07
0
Mommy Gyo
2 like hadir thor semangat buat karya barunya semoga sukses
2021-08-23
0
pie2t@26
akh... baperrrrr...
2021-08-17
1