Teman Cintaku II

Gadis itu tersenyum kepada Echa dan Bagas sebelum melanjutkan langkah menuju meja dekat panggung kecil. Bagas tidak melepaskan pandangan sedikit pun dari gadis cantik itu, sampai sahabatnya menyenggol bahunya dengan keras.

"Cha, dia siapa?

“Penulis novel ini.” Echa sama halnya dengan Bagas yang menatap gadis itu dari belakang seraya memegang dadanya. “Gila, mimpi apa gue ketemu dia,” racaunya seraya menepuk-nepuk pipi.

Bagas mengamati gadis tersebut. “Bocah?” ujarnya tidak percaya kepada gadis yang kini sudah duduk di kursi. Wajahnya yang childish tidak meyakinkan Bagas bahwa gadis itu seorang penulis. Tidak lama kemudian ada beberapa orang yang menghampiri dia, mereka seperti meminta foto bersama gadis itu.

“Jangan lihat usianya. Karya dia gila-gila, Gas. Tiga novel karya dia selalu sukses buat nangis beberapa malam. Konfliknya selalu bikin nyesek.”

Bagas menarik Echa ke mejanya lagi. Gadis itu melanjutkan makannya yang tertunda. Beda lagi dengan Bagas yang masih tidak percaya dengan gadis itu. Laki-laki mana yang tidak terpikat cantik naturalnya? Itu hal wajar. Namun, ada hal yang membuat Bagas mengangumi gadis itu. Dia membaca satu halaman novel karya Gishella, dirinya seakan terbius, terlempar ke dunia antah berantah, diksinya luar biasa! Dia mengarahkan pandangan ke titik di mana tadi Gishelle duduk di sana, tapi sekarang tidak ada.

Pemuda itu sempat kaget karena kehilangan jejak gadis itu. Begitu melihat ke panggung kecil di sana, Bagas tersenyum karena kembali menemukan sosok Velicia duduk di depan piano.

“Malam semuanya. Adakah di antara teman-teman yang menganggap malam ini adalah malam spesial?Yes for me. Mother and Father celebrate the 16th wedding. And then, Veli will sing for them."

Penonton yang menyaksikan bertepuk tangan serempak. Dua orang yang paling dekat dengan panggung itu tersenyum sambil saling peluk.

Jeani menghentikan suapannya. Dia berbalik untuk melihat panggung. Gishella mulai menekan tuts demi tuts untuk menciptakan nada. Lagu Andai Aku Punya Sayap menari indah di telinga pengunjung cafe dua lantai itu. Bahkan ada pengunjung dari lantai dua sengaja turun untuk menyaksikan penampilan Gishella.

Wanita muda bergaun biru tua melepas pelukan suaminya kemudian menghampiri sang putri. Dia mengelus puncak kepala gadisnya lalu menciumnya dengan lembut. Sang pria berkemeja biru muda dibalut jas warna biru tua menyusul istrinya naik panggung. Gishella kembali diapit oleh dua orang kesayangannya.

Gadis itu tidak terganggu sama sekali dengan kedatangan dua orang itu. Tepat ketika tuts terakhir ditekan, Gishella dipeluk oleh keduanya dengan hangat.

Gishella berdiri untuk membawa keduanya turun dari panggung. Seorang perempuan dengan pakaian khas pelayan berjalan anggun sambil membawa kue yang ada lilin angka enam belas di atasnya.

Baik Bagas ataupun Echa tidak menyangka bahwa malam itu akan memyaksikan keharmonisan satu keluarga dalam merayakan aniversary. Echa menatap kagum keluarga yang sedang meniup lilin dan langsung dihadiahi tepukan oleh banyak pasang tangan.

“Gishel punya segalanya. Kadang gue mau merasakan ada di posisi itu.”

Bagas iba dengan sahabatnya. Keluarga Echa sering terjadi masalah yang berujung pertengkaran argumen hebat. Dia mulai meraih tangan gadis itu dan mengelusnya secara perlahan. Berharap usapannya dapat menenangkan gadis itu. “Bisa aja kan itu cuma topeng? Cha, lo nggak bisa menyimpulkan sesuatu secepat itu.”

“Gue yakin, orang tuanya Gishella pasti bangga banget punya anak berbakat seperti dia.”

“Mulai ngaco, deh ngomongnya. Kalau kuat menyaksikan, jangan komentar apa pun. Kalau enggak, lebih baik pulang.”

Gadis itu menggeleng tanpa mengalihkan pandangan dari Gisgrlla yang sedang dipeluk mesra orang tuanya untuk difoto. Echa mulai merasakan rasa irinya bergejolak ketika melihat senyum gadis kecil itu.

“Cha, kalau gue duet sama dia, kira-kira dia mau nggak, ya?” tanya Bagas dan langsung mendapati pelototan besar dari sahabatnya.

“Gila aja. Dia mana maulah. Lo harus lihat dulu, dia siapa, kita siapa.”

“Coba-cobalah.” Bagas nekat. Pemuda itu berdiri seraya memberikan ponselnya kepada Echa. “Kalau nanti gue duet bareng dia, videoin!”

Echa melotot lebih besar lagi. “Gila!” umpatnya. Bagas meninggalkannya tanpa peduli umpatannya. Dia menghela napas berat, kepalanya digelengkan. “Bukan sahabat gue,” gumamnya seraya meremas ponsel keluaran terbaru milik mBagas.

Echa yakin bahwa Bagas akan kembali dengan kekecewaan. Pemuda itu belum tahu saja siapa Gishella. Seorang penulis, youtubers, dan selegram. Jika dibandingkan dengan Bagas, tidak ada apa-apanya. Pemuda itu memang suka coverlagu, tapi sayang subsribersnya belum mencapai seribu. Bagas memang tidak berbakat mengelola media sosial, followers instagramnya saja baru sekitar dua ribu. Punya apa dia sampai nekat mau duet dengan gadis itu?

Sedikit lagi Echa akan menghabiskan nasi gorengnya. Namun, suara gitar yang dipetik membuatnya menoleh ke atas panggung. Untuk ketiga kalinya, dia melotot sempurna melihat sahabatnya bersama Gishella di panggung. Gadis sepopuler Gishella?? Echa mencubit pipinya seakan tidak percaya.

Bagas menatap Echa untuk mengode supaya mendokumentasikan penampilannya dengan Echa lewat video. Bagas dengan gitarnya, Gishella dengan pianonya.

Gadis itu membuka fitur kamera dengan malas lalu mengarahkannya ke panggung. Bagas tersenyum kemenangan sambil memetik gitarnya kembali. Mereka mulai terjun dalam irama, membawakan sebuah lagu berjudul Teman Cintaku.

Bahagianya diriku telah milikimu....

Tak pernah kumeragu....

Echa menutup mulut tidak percaya, napasnya memburu seketika.

"Bagas, lo apa-apaan bawa lagu itu?" tanyanya pelan.

Seketika ada yang tidak baik-baik dengan diri Echa. Dia ingin marah kepada Bagas, ingin pergi dari tempat itu, tidak mau melihat penampilan dua orang tersebut, tapi apa daya dirinya, yang tidak punya hak melakukan semua itu.

Engkau, wanita tercantikku....

Kuingin kau tahu maukah kau jadi teman cintaku....

Echa semakin panas. Dalam hatinya memaki sahabat tanpa ampun. Suara Bagas memang mampu menenangkan, tapi liriknya benar-benar membuat emosi.

Tak akan kumencari....

Cinta selainmu takkan kutinggalkan kamu....

Jika kudapat menata jalanku....

Kuingin kau slamanya denganku....

Engkau, lelaki terbaikku....

Kuingin kau tahu kuingin kau jadi teman cintaku....

Echa berusaha bersikap tenang meski hatinya terombang-ambing karena bawa perasaan. Dia ingat sekali bahwa tadi sahabatnya mencibir bahwa Gishella adalah bocah, berharap Bagas tidak akan terpesona oleh aura kecantikkan gadis itu.

Mereka menyelesaikan lagu yang sangat sempurna dan langsung disambut riuh tepuk tangan. Lagi-lagi Echa malas menyaksikan keduanya dikagumi orang lain.

“Gue nggak mau diduakan, Gas,” ujar Echa pelan ketika mengakhiri pengambilan videonya. Gadis itu menatap layar ponsel dan memutar ulang video yang diambilnya.

“Cha, ayo gabung sama Shella. Gila, parah, temenin gue, ih! Deg-degan banget diajak duduk bareng mereka.” Bagas menarik tangan sahabatnya untuk dibawa ke meja yang paling dekat dengan panggung. Bagas tersenyum lebar di hadapan keluarga harmonis itu. “Shel, Om, Tante, ini Echa, tetangga aku.”

Gishella langsung mengulurkan tangannya ke hadapan Echa dan tersenyum tulus.

“Aku sudah tahu, Vel,” balas Echa.

“Agar resmi. Kamu yang tadi, kan?”

Bagas memutar bola matanya jengah. Pemuda itu meraih tangan Echa untuk segera menjabat Gishella. Setelah berkenalan secara resmi, mamanya Gishella memerintahkan untuk duduk.

“Suara kalian bagus, kolaborasinya cocok loh,” puji pria berjas itu.

Bagi Gishella, mendengar pujian mungkin sudah biasa, lain lagi dengan Bagas yang menunduk malu. Dia memang punya suara bagus, tapi orang lain tidak tahu.

Pesanan keluarga itu sudah datang. Gishella menghirup greentea yang baru saja diletakkan pelayan di meja. Bagas terpikat oleh mata lentik dan bibir tipis gadis itu. Gishella menyeruputnya, dan Bagas masih mengamati.

Echa menyenggol Bagas untuk menyadarkan. “Awas ileran,” ceplosnya dan langsung dihadiahi sentilan.

Gadis itu meringis seraya mengusap keningnya. “Kasar.”

“Oh iya, kalian mau pesan apa?” tanya mamanya Gishella lembut sekali seraya menyendokkan makanan.

Bagas melihat jam tangannya sebelum menjawab. “Kami harus pulang sekarang, Tante. Soalnya aku bawa gadis orang, takut kemalaman.”

Dua orang dewasa itu saling lirik kemudian tersenyum bangga kepada Bagas. Pemuda dengan paras tampan memang banyak, tapi yang tampan dan menghormati perempuan sangat sedikit.

Begitu Bagas dan Echa berdiri dan menyalimi orang tuanya Gishella, gadis kecil itu tersenyum mmemandang Bagas seraya mengangguk. “See you next time, Kak.”

Bagas membalas sampai jumpa Gishella dengan anggukan.

Terpopuler

Comments

Sept September

Sept September

Kasi like buat Kakak 💕

2020-08-07

1

Mediana IG_Mdpianie

Mediana IG_Mdpianie

Mampir juga Thor ke novel aku "Menukar Luka dengan Cinta"🤗 semangat up nya

2020-07-30

0

Ratna Gdsky

Ratna Gdsky

cinta pada pandangan pertama🤣😄

2020-04-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!