Tahta Surya
Regina Puspa Ranggahadi berjalan tergesa begitu turun dari mobil yang ia parkir di basement. Langkahnya melebar seiring kepanikan atau lebih tepatnya kemarahan yang dirasakannya. Wajahnya mengeras memikirkan kabar yang baru saja ia dapatkan. Hingga akhirnya pintu lift terbuka di lantai paling atas gedung perkantoran itu. Berjalan masih dengan langkah lebar demi keinginannya untuk segera sampai di ruang yang ditujunya.
Dan saat ia berhadapan dengan pintu ruangan yang dimaksud, Gina, begitu biasa ia disapa, segera membukanya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia merasa punya wewenang penuh untuk masuk ke dalam ruangan itu walau tanpa permisi.
Saat pintu berhasil ia buka, seorang pria paruh baya sedang duduk dibalik meja kerjanya yang langsung seketika memandang lurus padanya. Dan seorang asisten berdiri di depan meja kerjanya tampak berbalik badan pula melihat kedatangan Gina.
"Apa yang Papa lakukan?" Gina sudah ada di depan meja kerja Pak Rangga sekarang. Seperti sudah tahu maksud kedatangan putrinya, Pak Rangga meletakkan pena diatas kertas yang sedang ia hadapi.
"Papa harus menjelaskan padaku apa maksud Papa."
"Duduklah dulu. Biar kusuruh OB mengantar secangkir coklat panas untukmu." Ujar Pak Rangga santai seolah kepanikan yang Gina tampilkan tidak membuatnya terpengaruh.
"Aku tidak mau. Coklat panas atau apapun itu aku tidak butuh semua. Aku ingin Papa menjelaskan padaku. Kenapa Papa bisa melakukan ini padaku." Gina berapi-api.
Pak Rangga bangun dari duduknya lalu menuju sofa diruang kerjanya dan berganti duduk di sana. Gina mengikutinya. Pak Rangga malah mengambil gagang telepon disampingnya dan menombol salah satu nomor.
"Buatkan coklat panas dan antar ke ruanganku." Setelah itu Pak Rangga meletakkan gagang telepon lagi ke tempatnya.
"Sudah ku katakan aku tidak butuh itu, Pa." Keluh Gina ada sedikit nada manja di sana meski amarahnya mulai terlihat agak meningkat.
"Kau pasti butuh itu untuk menenangkan perasaanmu. Ku lihat kau sedikit kacau. Kau butuh ditenangkan dengan coklat panas kesukaanmu." Pak Rangga sangat hafal kebiasaan putrinya yang sangat menyukai coklat. Jika suasana hatinya buruk ia suka sekali memakan makanan manis terutama coklat.
"Tidak, saat ini satu-satunya yang bisa menenangkanku hanyalah Papa. Hanyalah penjelasan Papa sejelas mungkin. Bagaimana bisa Papa mengeluarkan namaku dari daftar pewaris. Aku anak Papa satu-satunya. Bagaimana bisa Papa mengeluarkanku dari nama pewaris tunggal R-Company. Apa karena aku tidak pernah terlibat di dalam R-Company sehingga Papa menganggapku tidak ada. Aku putri Papa satu-satunya. Hanya aku yang akan mewarisi harta Papa. Aku memilih bekerja ditempat lain karena memang minatku bukan pada peralatan dapur, Pa. Aku tidak menyukai panci, penggorengan, spatula, kompor. Itu semua bukan minatku." Gina menyerocos hingga nafasnya terengah. Pak Rangga masih setenang tadi. Belum ada reaksi lebih darinya.
"Pa..." Gina mulai meninggi lagi. Tepat saat itu terdengar bunyi ketukan di pintu.
"Masuk." Pak Rangga mempersilakan. Seorang OB muncul dari balik pintu dengan membawa sebuah nampan yang diatasnya terdapat cangkir dan dari baunya tercium aroma coklat yang sangat harum.
Tiba di dekat meja, OB itu meletakkan coklat panas disana. Gina melongok ke dekat meja mencium aroma coklat panas dan mulai tergoda dengan aromanya. Tapi setelah itu ia sadar jika Papanya memandangnya sambil menahan tawa. Gina memundurkan tubuhnya kembali sambil berdehem dan memperbaiki letak duduknya untuk menutupi kesalahtingkahan yang tidak sengaja ia tampakkan. Dan sementara itu OB yang sedang bekerja itu pamit keluar lalu kemudian menghilang setelah menutup pintu kembali.
"Pa..." Gina setengah merengek. Berharap Papanya akan berubah pikiran dan mengurungkan niatnya menghapus namanya sebagai pewaris tahta R-Company.
"Minumlah dulu coklat panasmu." Ujar Pak Rangga tenang.
"Itu coklat yang ku bawa dari Swiss kemarin. Yang ku berikan padamu juga."
"Aku tahu. Dari aromanya aku tahu." Jawab Gina.
"Jangan-jangan kau sudah menghabiskan semuanya?" Pak Rangga menyelidik. Gina terkesiap. Bagaimana papanya bisa tahu kalau minuman siap saji yang dibawakan papanya sepulang perjalanan bisnis itu sudah habis hanya dalam waktu yang cukup singkat.
"Bagaimana tidak habis, Papa hanya membawakannya segitu." Gumam Gina mencoba menekan suaranya.
"Segitu katamu?" Pak Rangga lalu menggelengkan kapalanya tidak habis pikir. Walau seharusnya dia pasti sudah tahu dan hafal betul bagaimana sifat dan kegemaran putrinya.
"5 lusin kemasan sachet coklat dan hanya habis dalam 1 minggu?"
"Ahh, Papa mari hentikan ini dan jangan mencoba mengalihkan perhatianku." Gina akhirnya menyadari trik yang digunakan papanya. Papanya hanya tersenyum menanggapi itu.
"Jadi, apa Papa sudah tidak menganggapku sebagai putri Papa lagi?"
"Tentu saja selamanya kau adalah putri Papa. Putri Papa satu-satunya."
"Lantas itu..."
"Apa sekarang kau tiba-tiba cukup kompeten untuk menjadi pimpinan di R-Company?"
"Bukan begitu, tapi seharusnya Papa tidak melakukan ini. Tidak menganggapku sebagai orang lain."
"Kau sendiri yang mengasingkan dirimu. Sejak awal kau memilih untuk tidak menjadi bagian dari R-Company. Jadi Papa melibatkan mereka yang merasa memiliki R-Company dan aku sangat menghargai atas usaha baik mereka yang membuat R-Company bisa menjadi sebesar ini." Gina diam tak berkutik menyadari apa yang diucapkan Papanya sepenuhnya benar.
"Jadi kau pikir kau layak memiliki R-Company hanya karena kau adalah putri tunggal Papa?"
"Kau pikir mereka yang jatuh bangun membuat R-Company tetap beroperasi hingga saat ini tidak berhak dengan posisi tertinggi?"
"Apa maksud Papa?" Gina menatap lurus ke arah papanya seolah menangkap suatu maksud dan mengkhawatirkan apa yang akan papanya lakukan.
"Jangan katakan kalau Papa akan membuka lowongan presdir bagi karyawan umum."
"Kenapa tidak?" Pak Rangga menjawab dengan santai.
"Tidak Pa, itu sangat tidak adil."
"Papa lebih tahu apa yang adil dan tidak adil."
"Tidak, Papa tidak boleh melakukan itu."
"Kau tenang saja. Nikmati saja hidupmu. Bersenang-senanglah terus sampai kau puas."
"Papa sungguh kejam." Gina memicingkan matanya memandang papanya yang tersenyum kecut.
"Lagipula siapa yang bisa menggantikan Papa? Tidak ada orang yang lebih bisa dipercaya dibanding aku. Akulah yang paling pantas memimpin R-Company karena aku adalah putri Papa. Darah Papa mengalir di tubuhku dan aku mewarisi bakat Papa mampu mengelola R-Company dengan sangat baik."
"Mmm... kata-katamu seolah kau sudah berada cukup lama di dalam R-Company. Seakan kau turut andil dalam perkembangan perusahaan ini. Padahal, kau juga pasti menyadari bahwa kau tidak pernah ada sedikitpun untuk R-Company."
"Baiklah, jika maksud Papa aku harus ada di R-Company maka aku akan ada di sini."
"Apa kau bisa?" Pak Rangga melirik Gina yang penuh semangat mempromosikan dirinya.
"Meskipun aku tidak pernah memimpin sebuah perusahaan tapi bekerja di Font yang walaupun adalah perusahaan software, sedikit banyak aku mengerti, Pa. Om Sasono dan Faris lumayan melibatkan aku dalam beberapa hal di sana."
"Oh ya? Bukankah di sana kau juga karyawan biasa setara HRD? Jabatanmu di sana tidak lebih dari itu kan?" Pak Rangga sinis.
"Ya... tapi aku bisa belajar, Pa. Aku bisa memulainya dan aku yakin aku bisa. Papa tahu kan dengan kemampuanku. Aku mewarisi kecerdasan Papa jadi pastinya tidak akan sulit untukku." Gina mulai memasang wajah melas. Jurus yang biasa ia gunakan untuk merayu papanya.
"Untuk apa aku membuang waktu dengan mengajarimu. Perusahaan ini bukan mainan. Kalau ada yang jauh lebih profesioal, kenapa harus merekrut yang amatir? Aku tidak mau mempertaruhkan perusahaan yang kubangun susah payah ini hanya sebagai tempatmu belajar dan bermain-main."
"Jadi maksud Papa..." Gina gelisah dan meremas jemarinya.
"Apa Papa sudah memiliki kandidadnya?"
"Ya, tentu saja. Kau pikir Papa tidak mempersiapkan semuanya? Papa tahu harus melakukan apa untuk kebaikan R-Company. Jadi kalau kau mau masuk ke dalam R-Company, maka kau harus menikahinya untuk mendapatkan saham dari hubungan pernikahan itu."
"Jadi Papa mau bertransaksi dengan hidupku?"
"Semua terserah kau, mau mendapatkan R-Company atau tidak sama sekali."
"Memangnya siapa yang akan menggantikan Papa semudah itu?" Gina sangat penasaran dengan orang yang menurut papanya sangat tepat menjadi penerima kunci kekuasaan R-Company.
"Dan juga... apa dia tampan dan terpelajar?" Tak urung dia juga penasaran tentang kepribadian pria yang akan mewarisi tahta R-Company sekaligus akan menjadi menantu papanya. Karena ia tahu Papanya meskipun menyayanginya, tapi ia tidak pernah bercanda dengan apa yang diucapkan dan selalu serius membuat ketentuan.
"Tentu saja. Dia sangat memenuhi syarat semua itu. Bahkan dia sangat layak jika harus bersanding denganmu untuk menjadi suami." Jawab Pak Rangga mantap penuh percaya diri.
"Siapa dia?" Gina benar-benar sangat penasaran hingga tidak sabar menunggu nama yang akan disebutkan papanya. Apa orang itu berasal dari jajaran manajer yang juga sebagian dari mereka ada yang masih single. Atau ia adalah kepala divisi yang sebagian besar berbakat dan juga mumpuni serta masih berstatus "sendiri". Gina mulai menebak-nebak dan membayangkan beberapa nama yang ia kenal diantara mereka.
"Surya." Jawab Pak Rangga tenang namun meyakinkan.
"Apa? Dia?" Seketika Gina menoleh ke arah pria berkaca mata yang sedari tadi berdiri di samping meja kerja papanya sejak ia masuk.
"Pesuruh Papa ini? Dia calon pimpinan R-Company sekaligus bisa jadi akan manjadi calon suamiku?" Gina memandang Surya yang menganggukan dagu kepadanya saat mata mereka bertemu. Gina bergidik ngeri. Mana mungkin papanya bisa melakukan ini. Seorang "pesuruh" bisa mendapatkan posisi paling penting dalam perusahaan dan juga sekaligus menjadi syarat untuk menikahinya jika ia ingin masuk ke perusahaan.
Gina melihat pria itu dari ujung kaki hingga ujung kepala berulang-ulang. Surya sama sekali bukan tipe pria idamannya. Tidak sama sekali. Tapi Surya adalah syarat yang harus ia penuhi untuk masuk ke dalam R-Company. Gina seperti dilanda dilema berat. Perlahan kepalanya seolah mendidih memikirkannya. R-Company atau tidak sama sekali. Untuk mendapatkan R-Company dia harus menikahi Surya atau dia tidak akan pernah mendapatkan apapun dari Papanya yang aneh tapi sangat adil dan teguh pendirian ini.
Gina benar-benar berfikir keras. Wajah Faris berkelebat kelebat.
Berwajah tanpan, mempesona, tegas dan juga cerdas. Sedangkan dia, Surya. Apa yang terlihat saja sungguh jauh dibanding Faris. Wajah yang biasa saja dan juga kepribadian yang cenderung pendiam. Jangan-jangan dia menggunakan guna-guna untuk mendapatkan segalanya dari Papa. Bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan semua ini dengan mudah. R-Company yang sebesar ini sekaligus putri semata wayang Papa yang cantik jelita. Batin Gina sambil mengibaskan rambut dengan tangannya tanpa ia sadari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Saputri 90
Hai kak aku mampir... salam kenal dari cinta Jessika ya😊
2022-08-03
0
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
keren kak
2022-04-27
0
alitsa
makin penasaran nih...
2022-04-22
0