Jalanan petang menjanjikan kemacetan. Banyak pegawai yang juga pulang dari tempat mereka bekerja. Gina sudah cukup akrab dengan keadaan ini. Kota tempatnya tinggal lumayan padat. Itu karena disana ada banyak pabrik dan perkantoran. Meskipun itu bukan kota pusat pemerintahan tapi kota itu termasuk kota pusat industri sehingga tidak mengherankan jika kota itu adalah kota padat penduduk yang entah penduduk asli atau mereka yang adalah pendatang dan bekerja di pabrik-pabrik atau perkantoran.
Terdengar sayup-sayup suara lagu Ku Peluk Hatimu milik Noah dari perangkat audio di mobilnya. Fikirannya menjalar kepada Faris yang baru saja di temuinya di tempat parkir. Lebih tepatnya Gina sengaja menunggunya untuk bisa bertemu dengan pria pujaannya itu. Mau dilihat dan difikirkan ribuan kali pun Faris tetap yang paling bisa membuatnya bahagia. Ya, baginya hanya memandang wajah Faris saja sudah cukup membuatnya senang. Ditambah sedikit berbasa-basi berbincang itu membuatnya benar-benar semakin kasmaran. Tidak peduli Faris sudah berstatus suami orang sekalipun.
Teringat kembali bagaimana saat dari lorong basement tampak Faris berjalan mendekati mobilnya yang terparkir tepat di sebelah Gina. Bukan tidak sengaja tapi Gina memang dengan senang hati memarkir mobilnya disisi mobil Faris.
"Hai Gina, belum pulang?" Sapa Faris seperti biasa dengan senyum malaikatnya.
"Ehh, iya." Gina yang berdiri bersandar body mobil pura-pura kaget.
Baginya berstatus suami orang tidak mengubah perasaanya sama sekali kepada Faris. Gina yakin bahwa dirinyalah yang seharusnya lebih berhak memiliki Faris karena lebih dulu mengenal Faris dari pada Sunday, istrinya.
Persahabatan Pak Rangga dan papa Faris yang mempertemukan mereka dan sering berada dalam banyak momen kebersamaan. Faris yang supel mampu membuat Gina jatuh hati. Faris yang perhatian dan penyayang membuatnya mendapatkan kenyamanan.
Apalagi ia adalah anak dari kedua orang tua yang sibuk bekerja sehingga perhatian Faris membuatnya merasa ada seseorang yang peduli. Dan berawal dari itu, tidak sulit bagi Gina untuk akhirnya jatuh cinta. Setelah kesan pertama berjumpa memang adalah kesan bahwa Faris sangat tampan dan benar-benar tipe pria idamannya.
Tapi suatu ketika hatinya hancur saat melihat Faris dan Sunday berada saling dekat. Sunday yang adalah System Analys di salah satu tim di Font, tempatnya bekerja yang Faris adalah pimpinannya. Karena apa yang dilihatnya itu hatinya mendadak patah. Hancur. Gina mulai menyadari bahwa kebaikan dan perhatian Faris selama ini bukan seperti ekspektasinya. Semua yang ia rasakan selama ini tidak sama dengan yang Faris rasakan. Ia sangat kecewa. Bahkan sempat mencoba mencelakai dirinya sendiri saat tahu Faris dan Sunday akhirnya resmi berpacaran.
Ia merasa apa gunanya hidup jika hatinya akan merasa sesakit itu. Sangat dangkal memang. Tapi Gina memang adalah anak manja yang bisa selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Meskipun kedua orang tuanya tidak selalu ada untuknya, tapi semua kebutuhannya selalu terpenuhi. Dan rasa kehilangan akan seorang Faris membuatnya benar-benar sangat tersakiti.
Sejak itulah Pak Rangga dan istrinya mulai sadar bahwa Gina tidak harus melakukan semua itu andai mereka bisa lebih dekat dengannya. Sehingga akhirnya mereka mulai mengubah kehidupan mereka yang awanya lebih sering menyibukkan diri dengan bekerja, sekarang berubah dengan menyempatkan waktu untuk bersama Gina, putri semata wayang mereka. Secara teknis sebenarnya Gina bukan anak tunggal. Tapi beberapa tahun yang lalu kakak laki-lakinya meninggal dalam sebuah kecelakaan sehingga itu membuat Gina menjadi anak tunggal bagi Pak Rangga.
"Kau mau pulang?" Tanya Gina kembali. Padahal ia tahu Faris memang akan pulang.
"Tentu saja." Faris mengurungkan membuka pintu mobil. Ia seperti melihat Gina ingin mengatakan sesuatu. Faris mendekati Gina yang masih tetap ditempatnya.
"Ada apa?" Tanya Faris kemudian setelah mereka berada sedikit lebih dekat.
"Ada yang ingin kau sampaikan?"
"Mmm... sebenarnya aku ingin mengobrol denganmu."
"Oke, katakan saja."
"Tidak di sini."
"Sangat rahasia?" Selidik Faris.
"Sebenarnya... ya bisa dibilang begitu."
"Apa bisa ditunda?" Jawab Faris menawar.
"Maksudku, jangan hari ini. Sunday sedang memasak makanan kesukaanku jadi aku tidak ingin melewatkannya." Faris memberi senyum berharap Gina bisa mengerti maksudnya.
"Baiklah." Ada nada kecewa dari suaranya. Tapi ia tidak boleh menjadi pemaksa atau Faris akan merasa dipaksa. Ia bertekat bermain lembut. Lembut hingga bisa menarik perhatian Faris. Ia masih yakin bahwa mungkin saja nanti Faris akan menyukainya.
Dan, sekarang Gina masih membayangkan senyum Faris sebelum masuk ke dalam mobilnya tadi. Faris yang begitu mencintai Sunday membuatnya semakin jatuh cinta. Melihat itu Gina membayangkan alangkah bahagianya dicintai oleh Faris. Ketika dicintai olehnya bahkan jika ia meminta seluruh isi dunia pun Faris akan berusaha memberikannya. Seperti saat Faris mencintai Sunday.
Suara musik masih berputar di dalam mobil Gina. Kali ini lagu Closer milik The Chainsmokers yang sedang terlantun. Gina turut bersenandung menyanyikan lagu itu sambil masih berkonsentrasi pada jalan di depannya.
🌼🌼🌼
Seorang wanita paruh baya keluar dari dalam mobil begitu sudah terparkir tepat dihalaman rumah. Pak Rangga mengembangkan senyum menyambut Bu Marina, istrinya yang baru saja pulang dari perjalanan bisnis.
Melihat suaminya berdiri di depan pintu, Bu Marina mengerutkan kening. Tidak biasanya suami yang ia nikahi selama ini melakukan hal itu. Tapi walau banyak pertanyaan dikepalanya, ia tetap berjalan menghampiri sambil membalas senyumnya.
"Selamat datang, Ma." Pak Rangga merentangkan tangan memberi isyarat agar Bu Marina berada dipelukannya. Lagi-lagi Bu Marina terheran. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan karena ia juga membalas pelukan suaminya kemudian.
"Papa punya istri muda?" Ujar Bu Marina tanpa basa basi setelah Pak Rangga melepas pelukannya. Ia menatap Pak Rangga penuh selidik.
"Wanita, ketika suami menjadi romantis kenapa yang mereka fikirkan adalah itu." Pak Rangga tersenyum yang sebenarnya adalah menahan tawa.
"Berpuluh tahun menjadi istrimu, kenapa baru kali ini ada sambutan manis saat aku datang."
"Yaaa... apa aku tidak boleh melakukannya?" Pak Rangga merangkul pundak istrinya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"Bukankah suami romantis adalah dambaan setiap wanita?" Goda Pak Rangga.
"Suami romantis? Sudah terlambat." Bu Marina pura-pura merajuk.
"Aku bahkan sudah lupa apa aku pernah memimpikan punya suami romantis."
"Baiklah, akan ku buka sebagian kembali ingatan itu." Pak Rangga tersenyum lebar. Bu Rangga mengerutkan kening mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang sedang suaminya ia lakukan kali ini.
"Pada anniversary ke-5 Mama mempersiapkan pesta kejutan."
"Ke-5?" Potong Bu Marina sambil mengingat-ingat peristiwa yang dimaksud Pak Rangga.
"Ya, aku tahu Mama ingin membuat kejutan untuk merayakan hari pernikahan kita saat itu. Aku sudah berusaha datang tapi tiba-tiba investor dari jepang menghubungi untuk meminta negosiasi langsung. Jadilah aku segera terbang ke Jepang dan tidak bisa pulang untuk merayakannya." Ujar Pak Rangga sambil mengajak istrinya duduk di ruang keluarga. Bu Marina masih seolah mengingat-ingat.
"Aku bahkan tidak sempat mengirimkan bunga atau hadiah untuk menyenangkanmu. Aku terlalu sibuk memikirkan strategi-strategi untuk membuat investor bisa bergabung dengan perusahaan." Pak Rangga menggenggam tangan Bu Marina dihadapannya.
"Setelah itu aku tidak pernah mendapatimu melakukannya lagi. Aku tidak bertanya. Aku hanya berfikir mungkin kau tahu itu sia-sia. Saat itu aku juga menganggap itu bukanlah hal yang penting. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan aku juga membiarkanmu melakukan hal yang sama. Bahkan kedua anak kita juga terabaikan oleh kita." Kali ini Pak Rangga menunduk dalam-dalam saat mengungkapkan isi hatinya.
"Hei... kenapa suasanya jadi melankolis begini?" Bu Marina menatap suaminya tapi dengan menampilkan senyum.
"Maafkan aku, Ma. Aku tahu ini sudah sangat terlambat. Tapi aku mau memperbaikinya. Mulai saat ini ayo kita nikmati waktu kita untuk lebih banyak berdua."
"Hanya berdua? Kau yakin Gina tidak akan ada diantara kita?" Goda Bu Marina
"Bukankah anak itu sudah lama tidak mengganggu kebersamaan kita?" Pak Rangga tertawa kecil.
"Mari kita selalu menjadi lebih baik dari saat ini, Ma."
"Sebentar..." Bu Marina memotong karena arah pembicaraan Pak Rangga semakin membuatnya bingung dan bahkan cenderung pada rasa khawatir.
"Papa tidak sedang divonis penyakit mematikan saat general check up kemarin bukan?" Pak Rangga terbahak seketika. Bu Marina lebih bingung lagi.
"Tidak. Hasil check up kemarin semuanya baik. Dan aku memang sedang sebaik itu."
"Lalu kenapa Papa bicara begitu?"
"Itu karena Papa merasa sudah saatnya kita mengakhiri karir kita di perusahaan. Kita sudah terlalu lama berada satu hati tapi tidak satu atap."
"Apa sebenarnya maksud Papa?" Bu Marina semakin penasaran.
"Mari kita pensiun." Ucap Pak Rangga jelas dengan kesan tegas seraya menggenggam jemari Bu Marina yang duduk didepannya.
"Pensiun???"
"Iya." Jawab Pak Rangga yakin. Bu Marina mengerutkan kening penuh keheranan demi mendengar kalimat suami yang sudah menikahinya puluhan tahun itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Sholihin
lanjutttt yg bnyk episode nya thooorrrr
2021-07-29
1