"Kenapa Papa merencanakan semua ini tanpa persetujuanku?"
"Untuk apa? Kau bahkan bukan pegawai R-Company apalagi sebagai pemegang saham. Kau tidak terlibat sama sekali di sini."
"Tapi aku putri Papa. Itu jauh lebih penting dari apapun." Gina merengek lagi.
"Kau putri Papa dan itu untuk selamanya. Tapi kau bukan siapa-siapa di R-Company."
"Papa tega sekali terhadapku."
"Tidak, Papa hanya melakukan yang semestinya." Pak Rangga menyilangkan kakinya masih dengan duduk santai. Ia tahu kepanikan yang dialami putrinya. Tapi ia harus tetap profesional dalam hal pekerjaan jadi rengekan putrinya akan diabaikannya.
"Jadi, kau sangat ingin menjadi bagian dari R-Company?"
"Tentu saja. Aku akan meninggalkan Font dan ada di sini bersama Papa."
"Kenapa baru sekarang kau berfikir untuk masuk ke dalam perusahaan? Apa karena kau sudah tidak mungkin lagi ada di Font sementara Faris sudah menikah?"
"Tidak, biar saja Faris sudah menikah, aku masih punya banyak kesempatan mendapatkannya nanti."
"Dasar gadis bodoh. Kau pikir perbuatanmu itu benar? Mau merusak rumah tangga orang?" Suara Pak Rangga meninggi karena gemas pada perilaku putrinya yang seenaknya sendiri.
Ya, Gina lebih memilih bekerja di sebuah software house milik keluarga Faris, pria yang ia tetapkan sebagai cinta pertamanya. Gina sangat menyukai Faris walaupun pada akhirnya ia tahu selama ini Faris hanya menganggapnya teman. Papanya dan papa Faris berteman sehingga mereka saling mengenal. Dan berawal dari itu, Gina mulai menyukai Faris perlahan dan masih belum bisa terima ketika Faris menyukai gadis lain lalu menikahinya. Karena itulah sampai saat ini ia masih ada di Font, perusahan Faris, agar ia memiliki cara untuk tetap dekat dengan Faris.
"Papa tahu, semuanya akan dianggap adil dalam perang dan cinta. Jadi, tindakanku benar, karena cinta itu tidak pernah salah."
"Hentikan tindakan gilamu. Menikahlah saja dengan orang lain."
"Tidak mungkin. Faris adalah satu-satunya pria yang berhak menikahiku."
"Tapi dia juga berhak menolakmu dan dia sudah melakukannya. Jadi berhentilah bermimpi dan menikahlah dengan orang lain." Saran Papanya serius karena merasa iba terhadap putrinya yang cinta mati itu.
"Aku rasa aku tidak akan bisa lagi menemukan pria sesempurna Faris. Dia tipe idealku sekali." Gerutu Gina.
"Dia memang tipe idealmu tapi apa artinya itu jika kau bukan tipe idealnya." Ucap Pak Rangga sambil menahan tawa.
"Ahh, Papa. Kenapa memperjelas itu." Gina setengah berteriak mendengar ucapan papanya yang langsung menohok hatinya.
"Sudahlah, Papa harus menjadikan aku pemimpin R-Company."
"Apa kau bisa?"
"Tentu saja, sedikit banyak aku juga belajar di Font."
"Oh ya? Bukankah jabatanmu di sana hanya setara HRD?"
"Ya, tapi aku bisa belajar, Pa."
"Untuk apa aku membuang waktu dengan mengajarimu. Perusahaan ini bukan mainan. Kalau ada yang jauh lebih profesioal, kenapa harus merekrut yang amatir? Aku tidak mau mempertaruhkan perusahaan yang kubangun susah payah ini hanya sebagai tempatmu belajar dan bermain-main."
"Jadi maksud Papa..." Gina gelisah dan meremas jemarinya.
"Jangan katakan Papa sudah memiliki kandidadnya."
"Ya, tentu saja. Kau pikir Papa tidak mempersiapkan semuanya? Papa tahu harus melakukan apa untuk kebaikan R-Company. Jadi kalau kau mau masuk ke dalam R-Company, maka kau harus menikahinya untuk mendapatkan saham dari hubungan pernikahan itu."
"Jadi Papa mau bertransaksi dengan hidupku?"
"Semua terserah kau, mau mendapatkan R-Company atau tidak sama sekali."
"Memangnya siapa yang akan mendapatkan kepercayaan untuk menggantikan Papa dengan semudah itu? Dan juga... apa dia cukup "masuk akal" untuk menjadi calon suamiku?"
"Tentu saja. Dia sangat memenuhi syarat semua itu. Bahkan dia sangat layak jika harus bersanding denganmu untuk menjadi suami."
"Siapa dia?"
"Surya."
"Apa? Dia? Pesuruh Papa ini? Dia calon pimpinan R-Company sekaligus bisa jadi akan manjadi calon suamiku?"
"Pesuruh? Dia jauh lebih tahu tentang R-Company dibanding kau."
"Baiklah, terserah apa kata Papa. Tapi, Surya..." Gina menoleh ke arah Surya yang masih berdiri tegak di tempatnya semula.
"Iya Nona." Akhirnya Surya bersuara juga setelah selama ini diam di ruangan itu.
"Tunggulah di luar. Aku harus berbicara dengan Papa empat mata. Setelah ini aku juga akan bicara denganmu. Jadi tunggulah diluar." Ucap Gina tegas memerintah seolah dia adalah bosnya. Tapi Surya tidak segera menuruti perintah Gina dan tetap mematung memandang Pak Rangga seolah meminta persetujuan. Sebagai pegawai khusus Pak Rangga ia tahu siapa yang lebih berhak memerintahnya. Dan dia sangat patuh dalam hal itu.
"Surya, tunggulah di luar dulu." Pak Rangga mempersilakan. Surya mengangguk hormat lalu keluar dari ruangan.
"Jadi, orang yang Papa anggap pantas memimpin R-Company adalah Surya? Pria culun itu?" Gina menatap Papanya sedikit melotot karena saking syoknya.
"Dia sangat kompeten untuk itu." Pak Rangga masih sesantai tadi.
"Oh ya? Orang culun seperti dia? Bukannya dia hanya asisten Papa? Mengambilkan minuman, makanan, mengantar Papa kemanapun Papa pergi? Bukankah dia hanya sebatas itu?"
"Lebih dari itu. Dia itu duplikatku. Apa yang ku tahu dia tahu juga. Jadi sudah saatnya apa yang aku punya dia juga punya."
"Apa? Sejauh itu?" Gina berdiri dari duduknya. Pak Rangga mendongak menatap Gina yang semakin syok.
"Papa sadar dengan apa yang Papa lakukan?" Sekarang Gina sudah duduk di sebelah Papanya. Menatap Papanya dengan tatapan tak mengerti.
"Sadar." Pak Rangga menghela nafasnya ringan sambil tersenyum.
"Beberapa hari yang lalu aku melakukan general check up rutin dan hasilnya semua baik. Oleh karena itu mumpung aku sedang sehat-sehatnya jadi saatnya sangat tepat untuk mengalihkan kekuasaan. Bukan ketika aku sedang sakit lalu mengalihkan jabatan secara insidental. Itu tidak baik. Aku tidak bisa mengawasinya secara langsung. Karena walaupun akan ada yang menggantikanku tapi aku akan tetap ada dibelakang. Mengawasi dan mendukung."
"Kalau begitu, akulah orang yang paling tepat. Aku putri kandung Papa."
"Jadi, menikahlah dengan Surya. Aku mendapatkan semuanya dalam satu waktu. Orang yang tepat mengelola perusahaan dan jodoh yang tepat untuk menjadi suamimu."
"Oke, mungkin karena dia tahu seluk beluk perusahaan jadi Papa menganggap dia orang yang tepat menjadi pengganti Papa. Walaupun aku sendiri tidak yakin dengan hal itu." Dari nada bicara Gina seolah meremehkan Surya.
"Tapi sebagai suamiku?" Gina melotot lagi.
"Ya, kenapa? Wajahnya lumayan. Dia juga tidak kalah cerdas dengan Faris."
"Ya Tuhan Papa... wajahnya lumayan? Lumayan dari mana? Dia cupu sekali. Melihatnya aku seperti bertemu orang yang melakukan teleportasi dari tahun '80an."
"Oh ya? Ku rasa dia suka berpenampilan retro memang."
"Itu bukan retro, Pa. Itu culun namanya. Tidak stylish sama sekali."
"Kau bisa mengubahnya setelah menjadi suamimu."
"Mau diubah menjadi metroseksualpun dia tetap retro. Dasarnya memang culun dari sananya." Gina menggerutu lagi.
"Ya... semua kau yang menentukan. Papa hanya bisa melakukan itu untukmu. Segala berkas pengalihan kekuasaan sudah siap dan beberapa hari lagi Surya akan menempati kursi itu. Kau... hanya tinggal menentukan pilihan."
"Ngomong-ngomong, apa aku benar-benar putri Papa?" Gina memicingkan mata menyelidik.
"Tentu saja."
"Apa sebaiknya kita lakukan tes DNA untuk mengetahui kebenarannya?"
"Tidak perlu. Aku yakin Mamamu wanita baik-baik." Jawab Pak Rangga ringan.
"Lalu kenapa Papa memperlakukan aku seolah aku bukan putri kandung Papa?"
"Justru aku melakukan yang terbaik untukmu. Memberimu kesempatan menikmati hidupmu dan bersenang senang sesuka hatimu. Biar perusahaan ditangani orang lain yang lebih mampu."
"Lalu bagaimana dengan menikahkanku dengan pria cupu?"
"Cupu? Dia pria yang baik. Memiliki rasa tanggung jawab besar dalam segala yang menjadi tanggung jawabnya. Sangat perhatian terhadap apa yang ada di dekatnya. Dan banyak lagi dari dirinya yang akan membuatmu menyukainya setelah mengenal dia lebih jauh."
"Tidak. Tidak mungkin." Gina memutar bola matanya jengah.
"Aku tidak mungkin bisa jatuh cinta kepada pria secupu dia. Itu sangat tidak mungkin."
"Tapi, kehidupanmu selanjutnya hanya tergantung padanya. Mau menikahinya atau kau tidak mendapatkan apapun dari R-Company." Pak Rangga tegas. Wajahnya sangat serius. Gina tahu, jika papanya sudah seperti ini, itu tandanya papanya benar-benar serius.
"Kenapa Papa tidak membunuhku saja. Kenapa menghadapkanku pada pilihan sulit. Rasanya seperti memakan buah simalakama." Gina menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa.
"Apa ini adalah aksi balas dendam Papa karena selama ini aku tidak pernah mematuhi perintah Papa?" Gina menoleh kepada Papanya.
"Anggap saja seperti itu."
"Baiklah, aku akan melakukan apapun yang Papa perintahkan untuk bisa masuk ke dalam R-Company asal jangan menikah dengan Surya."
"Aku tidak punya ide apapun selain hal itu." Jawab Pak Rangga ringan.
"Ayolah Pa, pikirkan hal lain."
"Tidak, aku sudah tua. Aku terlalu malas berfikir. Lagipula sphingomielinku sudah melemah jadi sudah tidak bisa kugunakan untuk berfikir dengan baik."
"Ahh, Papa..." Gina terlihat sangat kesal lalu beranjak dari sana karena merasa belum bisa membujuk papanya untuk mengubah keputusan. Pak Rangga memandang punggung putrinya yang menjauh dan tersenyum.
Sementara itu dibalik pintu ruangan, Surya tampak berbincang dengan sekretaris Pak Rangga. Saat Gina keluar dari sana, dua orang itu memandang serentak kepadanya.
"Surya, ikut aku." Ujar Gina sambil berlalu.
"Baik Nona." Surya mengikuti dibelakangnya.
Gina berjalan memasuki lift, begitu pula dengan Surya. Selang beberapa menit saja, pintu lift terbuka dan tampak pelataran basement dihadapan mereka. Gina melangkah keluar tanpa menoleh sedikitpun pada pria yang sudah bertahun-tahun menajadi kepercayaan papanya itu.
Gina mendekati mobilnya. Tapi ia tidak membuka pintu mobil dan hanya bersandar disana.
"Jadi, bagaimana caramu sehingga Papa memberimu hadiah seistimewa itu?" Gina sinis.
"Saya tidak melakukan apapun seperti yang Nona fikirkan."
"Oh ya? Atau kau mungkin tidak melakukannya sendiri." Gina menatap Surya tajam.
"Maksud Nona?" Surya mengerutkan kening tanda tak mengerti.
"Dukun mana yang kau sewa untuk mengguna-gunai Papa?" Mendengar penuturan Gina, serta merta Surya tersenyum kecut.
"Kau berasal dari kampung kan? Aku yakin dikampung masih ada praktek yang seperti itu."
"Dikota juga banyak, Nona. Orang-orang menyebut mereka paranormal."
"Nah, kau tahu itu. Atau paranormal mana yang kau sewa jasanya untuk meluluhkan Papa?"
"Saya juga tidak menyangka akan mendapat tanggung jawab sebesar ini."
"Benarkah? Kupikir kau bagai diatas awan sekarang. Sebentar lagi kau menduduki kursi presdir di R-Company." Gina mendekap kedua tangannya di dada sambil masih memasang pandangan sinis pada pria yang menurut penilainnya sangat retro itu.
"Entahlah, Nona. Tapi R-Company adalah perusahaan yang sangat besar. Saya masih ragu apa saya bisa melakukannya."
"Kau bahkan tidak yakin dengan kemampuanmu, tapi kenapa Papa begitu percaya kepadamu?" Gina mulai berfikir mungkin ada yang janggal.
"Apa mungkin ini akal-akalan Papa agar aku mau masuk ke Perusahaan?"
"Saya tidak tahu, Nona."
"Dan lagi. Aku menikah denganmu? Kau bahkan tidak pantas walau sekadar memimpikan itu."
"Saya tahu, Nona." Surya selalu tenang menjawab kata-kata Gina. Tampak sekali ia selalu menaruh hormat pada putri bosnya.
"Kau harus bisa menolak pemberian Papa."
"Saya sudah menolaknya, Nona."
"Benarkah? Kau pasti hanya sekadar pura-pura menolaknya. Pasti kau hanya malu-malu mau saja."
"Tidak Nona. Sejujurnya saya tidak pernah bisa menolak perintah Pak Rangga. Semua sudah tertulis di dalam kontrak kerja bahwa saya wajib menjalankan segala perintah atasan saya."
"Oya? Jika Papa ingin kau mati, apa kau akan mati?"
"Hanya Tuhan yang bisa membuat saya mati, Nona. Pak Rangga tidak bisa."
"Kau pandai berkata-kata rupanya." Gina memelototi Surya. Surya masih memandangnya penuh hormat seolah ia adalah bawahan Gina. Meski secara tidak langsung, tapi Gina adalah putri bosnya jadi secara teknis ia juga harus menghormatinya.
"Jadi, kalau Papa ingin kita menikah, kau juga akan menikahiku?"
"Iya Nona."
"Wah, kau pasti senang sekali jika benar-benar menikah denganku." Surya tersenyum simpul.
"Siapa yang bisa menolak menikahi gadis cantik dan berasal dari keluarga kaya seperti Nona."
"Ehhem... Tentu saja." Mendengar pujian Surya, Gina menjadi salah tingkah. Ia menyelipkan rambut ke belakang telinganya. Terlihat anting berlian bermata bening setetes yang menghias cantik ditempatnya.
"Apalagi kau yang hanya pesuruh Papa. Kau pasti sangat tersanjung menjadi anak emas Papa yang 'disayang' dan sangat dimuliakan sedemian rupa."
"Saya hanya selalu menjalankan perintah Pak Rangga saja, Nona."
"Perintah... perintah... perintah... kau ini tidak punya pendirian sendiri ya. Kau itu bukan kerbau yang dicocok hidungnya. Kenapa kau menurut sekali kepada Papa?" Cerocos Gina.
"Baiklah, kau mungkin tidak bisa menolak menjadi pimpinan R-Company. Tapi menikah dengan orang yang tidak kau kenal? Kau yakin mau mengorbankan hidupmu begitu saja?" Suara Gina meninggi. Ia tahu tempat parkir sedang sepi jadi ia bisa berbicara semaunya.
"Saya tahu."
"Lalu?"
"Karena saya memang harus menikahi Nona."
"Kenapa?"
"Karena Nona sangat ingin merebut posisi saya diperusahaan. Jadi Nona harus menikahi saya seperti syarat yang diajukan Pak Rangga."
"Iya, tapi kau tahu sendiri kan Papa sangat licik. Bukankah tadi dia juga mengatakan akan meninjau ulang hubungan kita setelah menikah. Dia tidak akan dengan mudah menyerahkan kursi tahtanya begitu saja padaku. Dia pasti akan terus memantau hubungan kita. Membayangkannya saja aku sudah merasa akan memainkan sebuah drama denganmu nanti."
"Drama?" Surya mengangkat alisnya bingung.
"Ya, aku sedang berfikir tentang skenario drama denganmu."
"Denganku?" Surya mulai mengerti maksud Gina. Jika tebakannya benar, pasti hal itulah yang dimaksud Gina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Afternoon Honey
🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔
2023-06-14
0
vita viandra
baru baca... sukaaaaaaa......
2022-04-20
0
Anonymous
suka ma ceritanya...cm krg sreg dg bbrp pilihan kata ganti org ny...maaf y thor
2022-04-17
0