Lintang
Jam sebelas aku dan Bintang sudah sampai di sebuah mall berlantai 4. Aku melangkahkan kaki menyusuri deretan restoran mencari pasangan paruh baya yang sudah menunggu kami.
Kami sampai di meja dimana mereka menunggu, aku menyapa mereka dengan mengucap salam. Dan duduk di depan mereka.
"Mama papa apa kabar?"
"Mama papa baik Lin, kamu sehat kan? Bunda sama ayah gimana kabarnya? Dengar kabar Langit kecelakaan, tapi mama gak sempat jenguk karena sedang keluar kota." Ucap mama Citra penuh penyesalan.
"Semua sehat ma, apa lagi gadis yang satu ini." Aku memeluk bahu Bintang. "Semangat empat lima mau main sama oma opanya."
"Hi... hi... hi.." Bintang tertawa menutup mulutnya.
"Maaf lama menunggu," Suara wanita paruh baya mengagetkanku. Membuat kami menatap asal suara.
"Tante Hana, Om Bram. Apa kabar?" Ucapku sedikit terkejut, tapi tetap ku raih tangan mereka untuk bersalaman. Hampir setahun aku tak pernah bertemu dengan mereka. Karena mereka tinggal di luar kota.
"Kami sehat. Lintang, apa kabar nak?" Tanya tante Hana menyentuh kepalaku dengan penuh kelembutan.
"Alhamdulillah sehat. Zoya apa kabar nak? Wah, Zoya sekarang lebih tinggi ya dari Bintang." Aku pengecup keningnya.
Bukan menjawabku, gadis seusia Bintang ini malah melesak dalam pelukanku "Kangen mama Lintang." Aku meneteskan air mata. Aku juga merindukannya. Mama juga rindu Zoya.
Kami saling bercerita dan bercanda sambil menikmati makan siang. Bahkan Bintang dan Zoya tak sungkan saling bercanda.
Sepenggal kisah dimana aku mengenal Sepasang suami istri dan cucunya ini.
Tante Hana dan Om Bram adalah Ayah dari perempuan yang merebut suamiku. Sebagai orang tua, baik mama papa mertuaku, maupun tante Hana dan Om Bram sama sekali tidak mengetahui kelakuan kedua anak mereka. Keduanya pandai menyembunyikan aib yang berlandaskan cinta itu dengan sangat apik.
Bahkan tante Hana dan om Bram baru mengetahui kebenaran itu saat putrinya telah melahirkan. Ya, Zoya adalah buah cinta suamiku dengan putri mereka, Arumi.
Marah? tentu. Kecewa? sangat. Tapi bagaimana aku bisa marah dan menyimpan dendam pada anak yang lahir dihari yang sama dengan Bintangku.
Bagaimana bisa aku menghukum bayi merah tak berdosa itu. Hidup ini tidak adil bagiku dan Bintang, tapi jauh lebih tidak adil bagi Zoya. Anak yang terlahir sebagai bukti cinta namun hadir dengan cara yang salah.
Mama Citra dan papa Damar bahkan bisa berhubungan baik dengan Om Bram dan tante Hana demi kebahagian Zoya. Demi cucu yang lahir dan besar tanpa sosok papa dan mama.
Kami melangkahkan kaki keluar dari restoran, aku melambaikan tangan pada mereka. "Jangan nakal ya sayang-sayangnya mama." Aku mengecup pipi kedua putriku.
Aku membiarkan mereka bermain bersama oma dan opa mereka. Ritual rutin yang mereka lakukan jika Zoya ada disini.
Ponselku bergetar, panggilan dari mas Akhtar.
"Dimana Lin?"
"Masih di mall mas."
Dia memintaku menunggu, karena lima menit lagi dia sampai. Tapi aku menolak. Aku perlu bicara padanya. Tapi tidak disini.
"Aku tunggu di depan mas. Kita ke taman saja."
Kami bertemu di depan mall, aku masuk kedalam mobilnya dan kami mampir ke masjid untuk sholat Dzuhur.
Pukul satu siang kami tiba di sebuah taman di pinggir danau. Aku mendudukkan diri di sebuah kursi panjang. Kami duduk di ujung yang berbeda.
"Kenapa kesini Lin?" Tanya mas Akhtar padaku. Pria ini sibuk melihat ke kiri dan kanan, belum terlalu ramai tapi ada beberapa pasangan yang saling bercengkrama. Bahkan ada sekumpulan remaja tengah berfoto-foto.
"Adem di sini. Lebih nyaman aja. Kita juga gak cuma berdua di sini." Ucapku sambil menutup mata, menghirup udara segar bahkan di saat panas terik begini. Angin menerpa tiap dedaunan yang bergelayut diujung ranting. Menyebabkan dedaunan tua mulai berguguran.
"Kenapa gak ajak Bintang?"
"Dia sedang quality time sama oma opanya." Ucapku yang kini tengah bersandar di kursi besi ini.
"Aku mau melanjutkan pembicaraan kita di Villa itu mas."
Mas Akhtar terdengar menghela nafas, dia juga menegakkan duduknya.
"Aku sudah memikirkannya." Aku menatapnya dan dia juga menatapku.
Dia mengangguk. "Bicaralah Lin."
****
Akhtar
Lintang duduk tegak di kursi besi ini, dengan pandangan lurus kedepan.
"Sebelumnya aku ingin bercerita tentangku yang mungkin belum kamu ketahui." Aku mulai mendengarkannya.
"Aku, menikah lima tahun lalu dengan putra dari dosen yang mengajarku saat kuliah dulu. Namanya mas Rezki."
"Dia pria yang di tinggal menikah oleh mantan pacarnya. Disaat tengah putus cinta, mama Citra mengenalkan kami berdua." Lintang menatapku, dan aku mengangguk tanda mengiziknanya melanjutkan cerita.
"Dua tahun setelah perkenalan itu, kami memutuskan untuk menikah. Hubungan kami sangat baik, aku mencintainya, bahkan sangat mencintainya." Pandangannya menerawang, menatap lurus kearah danau.
"Suatu hari, ketika aku baru pulang memeriksakan kehamilanku yang sudah genap tujuh bulan. Saat itu aku sedang hamil Bintang di usia pernikahan kami yang baru sepuluh bulan."
"Aku melihat mas Rezki bersama wanita yang tengah hamil memasuki sebuah klinik persalinan. Aku turun dari mobil dan membuntuti mereka. Sampai disana aku mendapati fakta bahwa wanita itu adalah mantan pacar mas Rezki yang tengah mengandung anaknya, anak suamiku."
Air mata Lintang mulai menetes, pasti hatinya sakit sekali. Tapi aku masih harus mendengarkannya. Ku berikan dia sapu tangan yang ada di tasku.
"Aku marah, memaki mereka berdua dan setelah itu meninggalkan keduanya tanpa memberi kesempatan untuk mendengarkan penjelasan mereka."
"Mas Rezki mengikutiku sampai di rumah, menjelaskan, memohon maaf atas nama wanita itu agar mengurangi rasa sakitnya saat melahirkan. Mereka menganggap rasa sakit yang wanita itu rasakan akibat kesalahan mereka padaku." Lintang tersenyum masam.
"Tapi aku tidak memaafkan mereka. Aku malah mengatakan bahwa itu adalah karma." Lintang menyeka air matanya.
"Aku memintanya memilih aku dan anakku atau wanita itu dan anaknya."
"Tapi kesabaranku habis, aku menyuruhnya pergi dan mengurus wanita itu."
"Mas Rezki marah besar, melemparkan guci dan jatuh tepat di depanku. Lalu ia pergi tanpa menoleh sedikitpun."
"Aku bergetar, aku mengalami kontraksi, kakiku lemas, aku berdarah. Tapi aku masih bersyukur belum lama mas Rezki keluar, mama dan papa datang. Membawaku langsung ke rumah sakit."
"Aku menahan sakit, sampai tak mampu menceritakan semuanya pada mama papa."
"Aku melahirkan Bintang lebih cepat dua bulan dari HPL (Hari Perkiraan Lahir). Aku harus berpisah sementara darinya karena saat itu keadaannya kritis, putriku butuh alat bantu kesehatan untuk menunjang hidupnya."
"Sebuah pukulan telak datang dua hari setelahnya. Suamiku dan wanita itu mengalami kecelakaan saat akan pulang dari klinik persalinan. Mereka meninggal di tempat. Tapi putri mereka masih dirawat di rumah sakit karena keadaannya yang lemah." Lintang kembali menyeka air matanya dengan sapu tangan yang ku berikan.
"Bintang kehilangan papanya bahkan saat mereka belum bertemu." Lintang menghela nafas berat.
"Tapi ada bayi lain yang kehilangan mama papanya dalam waktu bersamaan." Dia menutup mulutnya agar suara tangisnya tak keluar.
"Aku menyebutkan sakitnya wanita melahirkan sebagai karma, tapi lihat mas," dia kembali menatapku.
"Aku mendapatkan karma yang lebih menyakitkan. Anakku kehilangan papanya."
"Dan penyesalan paling dalam adalah, saat bayi tidak berdosa harus kehilangan kedua orang tuanya. Zoya, bayi itu bernama Zoya. Bayi yang butuh ASI dan naasnya dia alergi susu formula."
Aku belum bereaksi apapun. Sekarang aku tau sesakit apa luka itu.
"Ku tebus dosaku dengan memberinya ASI, menjadikan bagian dari diriku sebagai sumber kehidupannya. Menjadikanku pengganti mamanya."
Lintang menghapus air matanya berkali-kali dengan sapu tanganku, menghembuskan nafas berkali-kali. Mencoba menenangkan diri.
"Itu kenyataan terpahit dalam hidupku. Tidak ada yang kututupi sedikit pun."
"Apa kamu masih ingin kita bersama, mas?" Dia menatapku dengan mata sembabnya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
kavena ayunda
wanita hebat bgt lintang besar bgt hatimu lintang nyesek bgt jd dia
2022-10-20
0
Fransiska Siba
bukan salah mu Lintang kalau Suamimu dan selingkuhan mu itu mati krn kecelakaan, mungkin itu hasil perbuatan mereka atas sakit yg kamu rasakan.
Kalau Rezki masih mencintai mantan jgn berani memulai hubungan baru dgn yg lain bahkan menikah dgn nya kan kasihan org lain jadi korban krn keeogisan mu mau kembali ke Mantan. knp ga bicara baik2 sama Lintang kalau kau masih menginginkan mantan mu, kau malah bermain api dibelakang istrimu. lebih baik jujur daripada menyakitkan.
ini lah kalau org tua yg suka menjodohkan anaknya, apakah merek cocok atau tidak, disini keluarga Rezki menjodohkan Lintang bagus yaitu pengenalan tp Rezki goyah krn cinta bukan komitmen yg dia bangun dalam pernikahan dgn dtg mantan pacarnya.
Arumi kan mantan istri Akthar, aku yakin dia menghasut ke Mas Akthar kalau Akhtar mandul padahal dia bekerja sama biar bisa cerai dari suaminya dan bisa bebas main api dibelang pasangan halalnya. disini Salah dipihak keluarga Arumi menjodohkan Arumi dan Akhtar padahal kan Arumi sdh punya pacar mungkin tinggal nikah tp ya sdh lahh.
sekali3 org tua tidak boleh egois memaksa kehendaknya apalagi menyangkut pasangan hidup krn banyak akan ada korban tersakiti
2022-06-22
1
Muna Poenya
benar2 wanita hebat,, bukan hanya hanya bisa menerima bahkan rela memberikan asinya juga😔😣😣
2021-12-09
1