Lintang
Sesampainya di alun alun, Bintang langsung menuju stand mewarnai. Yang diwarnai adalah styrofoam yang sudah bergambar. Bintang memilih gambar karakter Elsa Frozen, karena didominasi warna biru kesukaannya.
Dia memang selalu seantusias ini. Aku tau ini bakatnya. Ini dunianya. Biarlah warna cat dan crayon mendominasi hidupnya. Karena hidup Bintang tak semenarik teman-temannya.
Kami berusaha agar hidupnya tidak pincang tanpa sosok ayah. Tapi kakung tetaplah kakung, opa tetaplah opa dan om tetaplah om. Takkan pernah sesempurna sosok ayah sebaik apapun mereka memerankannya.
***
Akhtar
Dialun alun kami terpisah. Harusnya aku bersama Dion, tapi tiba tiba ia harus pulang karena urusan penting.
Ray dan Sania entah kemana. Sedangkan Josep dan Natalia sedang duduk di dekat penjual gula kapas sambil melihat riuh anak anak bermain ayunan.
Aku bingung harus apa. Karena sekarang si duda jomblo mengenaskan ini ditinggalkan oleh dua pasangan minim akhlak.
Aku memotret banyak objek. Namun tak ada yang membuatku tertarik.
Aku menyapukan pandangan kepenjuru tempat. Seketika sudut bibirku tertarik melihat bocah manis sedang mewarnai bersama mamanya.
Inikah yang aku cari?
Aku membidik mereka dari jarak sepuluh meter. Mereka tampak saling berbicara dan bercanda, senyum dan tawa silih berganti menghiasi wajah mereka.
Aku duduk di salah satu bangku dan mulai melihat lihat hasil bidikanku. Aku tersenyum puas melihat hasilnya.
Cukup lama aku fokus pada kameraku. Hingga aku sadar mereka tak lagi ada disana.
Lagi lagi aku melihat sekeliling, menyapukan pandangan dan aku melihat mereka lagi. Gadis kecil itu tengah memecahkan gelembung sabun di udara.
Aku mendudukkan diri disebelah mamanya. Entah apa yang menuntunku dan membuatku seberani ini.
Wanita ini hanya mengangguk saat aku meminta izin untuk duduk disebelahnya. Kami saling diam dan sibuk dengan aktifitas masing masing.
Dia sibuk membuat gelembung dan aku sibuk membidik gadis kecil yang memecahkan gelembung.
"Hai Om." Gadis itu menyapaku saat ia kelelahan dan mendatangi mamanya untuk minum.
"Hai adik cantik." Balasku.
Aku sempat menawarkan diri untuk memfoto mereka. Tapi wanita itu menolak.
Apalagi tatapan matanya sangat mengintimidasiku. Sepertinya alarm tanda bahaya dalam dirinya sedang on.
Siapa yang tidak waspada jika di buntuti oleh pria asing.
Aku tidak membuntuti. Aku hanya....
Ting...
Suara nitifikasi ponselku. Ku buka pesan dari Ray.
Isinya foto yang diambil dari arah belakang kami yang menunjukkan punggungku dan wanita itu sedangkan gadis kecil itu tampak ditengah tengah.
"New happy family" begitu isi pesan berikutnya.
Aku melihat ke arah belakang. Tampak Ray dan Sania mengacungkan jempol mereka. Aku tersenyum dengan kekehan kecil.
Ting...
Ray: Gak perlu berterima kasih.
Me : Damn!
Aku tau mereka berdua tertawa dibelakang sana.
Wanita dan gadis kecil itu beranjak pergi. Ku dengar mereka akan ke masjid.
Ya, akupun akan ke masjid karena waktu magrib hampir tiba. Ku titipkan barang-barangku pada Ray.
"Ngekor mulu. Alih profesi jadi stalker bro?" Goda Ray.
"Ember banget mulut cowok lo San!"
Pasangan minim akhlak itu malah tertawa.
"Udah kenalan belom?" Sania berteriak saat aku sudah berjalan menjauh dari mereka.
Aku hanya mengangkat tanganku ke atas.
Iya ya. Kenapa gak kenalan. Pikirku.
Tapi aku merasa dia menghindar. Aku mulai menerka dan jawaban paling benar menurutku adalah...
Dia punya suami.
Bagaimana bisa otakku tak memikirkan itu. Kenapa naluriku mendorongku kearahnya. Kenapa aku merasa terpaut dengannya. Kenapa dan kenapa....
***
Setibanya dirumah, aku langsung mandi untuk menyegarkan diri. Dan setelah itu makan malam bersama keluarga.
Selesai makan malam kami berkumpul di ruang keluarga sambil menonton Tv. Mama dan papa duduk di sofa. Sedangkan Sora sedang memberi susu Caraka yang hampir terlelap. Dan aku duduk di karpet memeluk kaki mama.
"Dari mana tadi Kak?" Sora wanita terkepo.
"Ngumpul sama Ray dan yang lain." Jawabku singkat.
"Minder gak?" Sora tersenyum mengejek.
Aku menyerengit...
"Kenapa minder?"
"Jomblo sendiri."
Ucapan Sora membuat papa dan mama tergelak.
"Gak masalah tuh. Jomblo terhormat ini."
Jawabku santai.
"Dih... jomblo terhormat apa jomblo berkarat?"
"Gak masalah apapun itu, yang penting bukan jomblo melarat." Thank you ma, mama membelaku.
Ku peluk kaki mama erat. Dan kepalaku bersandar di pahanya. Mama mengelus rambutku, nyaman sekali.
"Kamu masih bisa pegang kamera kan Tar?" Tanya mama.
"Masih dong ma. Tadi juga aku hunting di alun-alun." Aku menutup mata menikmati usapan tangan mama di rambutku.
"Ciah... jomblo mainnya kealun alun? Isinya kan orang pacaran sama keluarga yang bawa anak-anaknya." Wanita satu ini sempat sempatnya menggodaku.
"Aku kan out of the box. Harus beda dong?" Jawabku belagu.
Hatiku tergelitik, yang kusebut berbeda adalah membuntuti istri dan anak orang.
So Damn!
No, aku tak membuntuti. Itu hanya kebetulan. Otakku protes.
"Mama mau kamu jadi seksi dokumentasi di acara wisata alam anak anak Tk. Masih dua minggu lagi sih. Pas weekend kok." Mama menjelaskan.
"Wah... isinya mama mama semua dong." Ucap papa antusias.
"Ada yang boleh bawa suami kok pa. Tapi kebanyakan sih enggak."
"Ada yang janda gak ma."
Mama melotot dengar ucapan papa. Papa langsung kicep.
"Buat Akhtar ma, papa punya satu aja gak habis-habis."
Sora tak mampu menahan tawa melihat ekspresi papa.
Aku menegakkan kepala memandang papa. "Dih... kenapa jadi Akhtar sih? Kalau papa pengen bilang pa, jangan bawa bawa aku dong." Ucapku pura-pura marah.
Papa melirikku tajam. Aku menjulurkan lidah. Aku ini anaknya atau bukan sih? Kenapa kami jadi seperti Tom and Jerry begini.
"Gimana Tar?" mama menunggu jawabanku.
"Bisa ma, Akhtar usahain." Aku langsung setuju.
Anak-anak, sosok yang dulu pernah ku nanti dan masih ku damba hingga kini. Aku suka anak anak. Jadi aku pasti terima tawaran mama.
"Jam 8 kita berangkat. Sekitar jam 9 kita mulai acara, setelah makan siang lanjut ke kolam renang yang masih satu lokasi. Mungkin sampai jam limaan Tar." Mama menjelaskan garis besar acaranya.
***
Malam ini aku duduk di balkon kamar, obrolan di ruang keluarga tadi kami sudahi karena sudah pukul 10 malam. Mereka harus istirahat.
Malam ini aku sulit tidur, padahal besok hari pertamaku bekerja di kantor baru.
Otakku kembali memutar penggalan memory saat di cafe tadi.
Masih tak menyangka aku bisa serefleks itu.
Pingangnya sangat pas dengan rengkuhan tanganku.
Aku menggeleng. Membuang jauh fikiran kotor.
Degup jantungnya bahkan terasa didadaku.
Aku suka!
Cengkraman tangannya.
Dia butuh pelindung.
Hembusan nafasnya.
Aku meremang.
Apalagi ketika tubuhnya menekan pusat diriku. Sesuatu yang tak pernah terbangun karena wanita dan...
Stop it Akhtar.
Arrgghhh...
Kenapa aku segila ini!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
trisya
ada yg tegak tapi bukan keadilan 😆😆ada yg bangun tapi bukan singa 🤣🤣
2021-12-22
2
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
asisten akan JD adik ipar ku wooahh😅
2021-12-17
1
Jumadin Adin
ayo akhtar mulai piktor
2021-10-17
2