Lintang
Aku dan Bintang keluar dari rumah. Aku memakai gamis putih dengan motif bunga kecil berwarna biru langit. Serta hijab pasmina berwarna putih yang ku tata sedemikian rupa agar menutup hingga ke dada.
Sedangkan Bintang memakai tunik putih dengan motif yang sama dengan gamisku dengan legging berwarna biru langit. Tak lupa rambut lurusnya ku kucir dua.
"Cie... yang mau nge-date."
"Cie... couple-an."
"Cie... gak ngajak ngajak."
"Cie... mbak Bintang mau ngabisin duit mama."
Karyawanku terus menggoda kami. Tapi Bintang malah meledek mereka. "Cie... disuruh lembur sama mama."
Gelak tawa mereka pecah saat itu juga. Bintang memang terbiasa mengimbangi candaan mereka.
Kami mengendarai motor matic dengan Bintang duduk di depan. Helm bergambar little pony menjadi favoritnya. Sengaja tidak mengedarai mobil karena tempat tujuan kami tidak terlalu jauh.
Setelah mendekati alun alun kami memutuskan untuk mampir mengisi perut.
"Yang disana ma." Tunjuk Bintang ke salah satu cafe.
Aku mengarahkan sepeda motor ke parkir area di halaman cafe.
Suasana cukup nyaman dan lumayan ramai. Padahal ini sudah sore, mungkin pelanggan disini sama seperti kami, hanya ingin nongkrong.
Bintang memilih duduk di sofa minimalis karena mejanya lebih pendek dibanding meja di kursi yang lain. Tujuannya agar ia lebih mudah untuk makan atau minum.
Pilih sesukamu Bi, apapun itu untukmu.
"Kentang goreng 1, burger 1 dan jus alpukat 2 mbak." ucapku pada pelayan yang cafe.
"Bintang mau jus itu ma." Bintang menunjuk Jus berwarna merah keunguan di meja belakang kami.
"Jus buah naga ya mbak?" Tanyaku.
"Iya mbak. Tapi kebetulan stok buah naga kami sedang habis. Itu yang terakhir mbak."
"Ganti yang lain aja Bi." Bujukku.
Tapi bocah yang empat tahun itu mulai merengek.
"Nanti kita beli di stand dekat alun alun nak. Sekarang Bi pesan yang lain dulu ya." Bujukku.
Seperti dugaanku, bocah ini pasti sulit dibujuk. "Bi mau yang itu ma, Bi suka gelasnya."
Astaga bocah ini cuma tertarik dengan bentuk jar yang di pakai sebagai wadah jusnya.
"Jus alpukat juga pakai gelas itu Bi." Bujukku lagi.
"Bi suka buah naga ma, suka warnanya juga." Bintang makin merengek. Entah mengapa kali ini dia semanja ini.
Suara bintang mencuri perhatian sekelompok orang di sofa di belakang kami.
"Adek mau Jus ini?" Tanya seorang pria berkaos hitam dengan mengangkat jusnya yang tinggal setengah.
Bintang menganggukan kepala berkali kali hingga rambutnya bergerak naik turun. Senyumnya mengembang, dan mata jernihnya berbinar. Cantik sekali putriku.
Tiba tiba pria berkemeja biru muda yang duduk tepat dibelakangku menyodorkan jusnya pada Bintang.
"Ini minum punya Om. Belum om minum kok." Tanpa bertanya padaku, Bintang berusaha meraih jar berisi jus itu namun tangannya tidak sampai.
Sebegitu inginnya Bi?
Akhirnya aku berdiri meraih jar yang terbuat dari kaca itu. Tersenyum tipis dan mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih Mas. Maaf ya mas."
Pria itu membalas senyum. "Sama sama. Iya gak apa apa. Saya bisa pesan yang lain."
"Mbak masukkan ke bill saya aja ya." Ucapku pada pelayan.
Dan pria itu memesan minuman yang lain
Bintang terus mengoceh sambil mengunyah kentang gorengnya. Membahas apa yang akan ia lakukan di alun alun nanti.
Ini bukan kali pertamanya kami ke alun alun kota. Tapi dia tetap excited.
"Bi disini sebentar ya. Mama mau bayar dulu setelah itu kita pergi ke..." aku sengaja menggantung kalimatku.
"Alun alun... yeee...." Bintang berteriak senang.
Aku sampai meletakkan telunjuk dibibir. Sebagai isyarat Bi gak boleh brisik.
Orang orang sempat menatap kami. Bahkan ada yang tertawa.
Setelah membayar, aku kembali ke tempat duduk kami untuk membawa Bintang keluar dari cafe. Aku melewati sofa berisi beberapa orang yang tadi memberikan jusnya pada Bintang.
Namun tiba tiba lengan kekar merengkuh pinggangku. Menyebabkan aku jatuh terduduk.
"Astagfirullah..." jeritku saat tubuhku mendarat dipangkuan seseorang.
Sepersekian detik...
Prang.......
suara benda kaca yang pecah membuatku semakin mencengkram apa yang bisa ku cengkram dan menyembunyikan wajahku. Ya... aku takut.
Suara itu, suara yang masih membuatku trauma. Jantungku berdetak tak karuan, dan nafasku saling berkejaran.
Tak lama suara riuh pengunjung cafe menyadarkanku.
Tubuh siapa ini? Kenapa aku ada di pangkuannya. Aku melihat tanganku mencengkram kerah kemejanya. Sedangkan tadi wajahku berada di ceruk lehernya.
Bintang! Ya Allah. Batinku berteriak. Otakku mulai bekerja setelah berhenti sepersekian detik.
Aku bangkit dari pangkuan pria itu.
"Maaf." Ucapnya.
"Maaf." Ucapku bersamaan dengannya.
"Terimakasih." Suaraku bergetar.
Kami tersenyum canggung. Tapi sepertinya teman temannya riuh berteriak cieee...
Aku memperhatikan sekeliling dengan jemari yang masih menggenggam untuk menyembunyikan tangan yang masih bergetar.
Pecahan mangkuk kaca dengan seblak dan kuah merah yang bercecer di lantai. Entah apa yang terjadi yang pasti saat ini aku ingin memeluk Bintangku.
"Mama...." ia merentangkan tangan.
My sweetheart. Kusambut pelukannya.
"Bi gak apa apa sayang? Kaget ya?"
Dia mengangguk dalam pelukanku. "Mama gak apa apa kan. Mama jangan takut, ada Bi disini."
Air mataku akhirnya lolos juga. Bagaimana bisa bocah ini berlagak seperti pelindungku.
Aku menghapus air mataku. Saat seorang pelayan wanita dan seorang pria berkaos hitam di belakang kami tadi berdiri di dekatku.
"Bagaimana keadaanmu? Maaf atas keteledoran pegawaiku." Jadi Cafe ini miliknya.
Hampir seluruh pelanggan cafe menatap kami. Aku merasa risih menjadi pusat perhatian begini. Ini harus segera ku selesaikan.
"Ehm..." aku berdehem untuk menghilangkan rasa gugup dan takut.
"Aku baik baik saja. Tidak perlu khawatir. Hanya sedikit kaget." Aku berusaha tersenyum.
"Maafkan saya mbak. Saya ceroboh, saya salah langkah dan menyebabkan nampan itu terlepas dari tangan saya." Suaranya bergetar dan wajahnya pucat. Aku tau dia ketakutan.
Sementara pelayan yang lain masih membersihkan kekacauannya.
"Gak apa apa. Saya juga baik baik saja. Syukur Mas yang tadi cepat bertindak." Aku menunjuk pria berkemeja biru itu.
Dan pria itu kembali tersenyum menatapku.
"Sekali lagi maaf mbak. Saya akan memberikan voucher makan disini sebagai ucapan maaf." Ucap pria itu.
"Gak perlu Mas. Saya baik baik saja. Ya sudah ya, masalah ini clear ya. Kasian mbaknya. Dia pasti juga gak sengaja. Saya permisi dulu." Aku menggenggam tangan Bintang dan bangkit dari duduk.
Aku tidak ingin masalah ini diperpanjang. Walau aku tau bagaimana rasa bersalah saat mengecewakan pelanggan. Tapi aku juga tau bagaimana rasanya jadi karyawan.
"Ayo Bintang. Kita jalan jalan lagi."
"Permisi ya mas, mbak."
"Sudah. Mbaknya gak perlu merasa bersalah lagi ya. Lebih hati - hati saat bekerja." Ku usap lengannya sebelum berlalu pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Jumadin Adin
lintang mmg👍👍👍
2021-10-17
2
Fadyah
👍👍👍 semangat min
2021-08-15
1