Malaikat Penolong
Hari Senin merupakan hari yang sangat dihindari oleh sebagian besar orang. Mengapa demikian? Karena di saat jiwa mereka masih bertahan oleh hari libur kemarin, kini diharuskan untuk kembali beraktivitas seperti biasanya. Senin bagaikan momok bagi sebagian orang, sementara Sabtu dan Minggu adalah hari paling mereka tunggu- tunggu. Namun hal itu tidak berlaku pada seorang gadis SMA yang masih duduk di bangku kelas sebelas ini.
Namanya Hana Davira Grizelle, atau yang biasa dipanggil Hana. Hana merupakan seorang siswi SMA di sebuah sekolah negeri yang ada di kota besar ini. Dia sangat menunggu- nunggu hari Senin ini, alasannya adalah karena tiap hari Senin, Hana akan melaksanakan tugsnya menjadi ketua OSIS. Hana bersama dengan anggota OSIS lainnya akan memeriksa kelengkapan para siswa di sekolahnya.
“Ayah, Hana berangkat ke sekolah dulu,” pamit Hana menatap sebuah figura foto di atas meja belajarnya.
Ayah Hana bernama Samsul, seorang letnan bintang empat Angkatan Darat yang kini bertugas di sebuah distrik komando yang bertempat di luar kota. Sementara Bunda Hana telah meninggal dunia ketika dia duduk di kelas lima sekolah dasar. Pak Samsul sangat jarang pulang ke rumah, apalagi semenjak kepergian sang istri, Pak Samsul lebih sering mengambil pekerjaan di luar kota. Di rumah ini Hana hanya tinggal bersama dengan seorang ART yang sudah mengabdi selama kurang lebih sepuluh tahun.
Hana turun menuju lantai bawah untuk berpamitan pada ART- nya itu. Gadis itu memang sangat dekat dengan sang ART yang dipanggilnya Mbak Jum itu. Hanya Mbak Jum yang setia menemaninya selama bertahun- tahun, beliau yang selalu menghibur Hana ketika gadis itu sedang sedih, juga menemani Hana dikala kesepiannya.
“Nggak sarapan dulu, Mbak?” tanya Mbak Jum.
“Nggak, Mbak. Nanti Hana sarapan di sekolah aja,” jawab Hana. “Hana berangkat dulu, ya, Mbak?”
“Hati- hati di jalan, jangan ngebut!” pesan Mbak Jum.
Hana hanya mengangguk dan segera menuju garasi untuk mengambil sepedanya. Kendaraan yang selalu Hana gunakan ketika pergi ke sekolah. Jarak rumah hingga sampai ke sekolah tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sepuluh menit saja. Di perumahan tempat Hana tinggal ini banyak juga yang bersekolah di sekolah yang sama dengannya. Namun, kebanyakan teman- temannya naik motor atau di antar oleh orang tuanya ketika berangkat ke sekolah.
“Semangat banget lo, Han,” ucap Adrian yang bari tiba di sekolah.
“Gue selalu semangat,” kata Hana tersenyum.
Adrian adalah teman satu kelas Hana. Juga Adrian merupakan wakil ketua OSIS di sekolah ini. Teman yang paling dekat dengan Hana juga Adrian. Keduanya berada di kelas 11 IPA 1. Hana adalah siswi yang pandai juga baik hati, cita- citanya kelak ingin mengabdikan diri sebagai dokter bedah handal yang dapat membantu sesama. Tidak heran jika teman- teman yang lain menyebut Hana sebagai ‘Malaikat Penolong’.
“Gue keliling dulu, ya?” pamit Hana pada anggota OSIS yang lain.
Gadis itu pun segera mengelilingi gedung- gedung sekolah. Sementara para siswa yang lain sedang bersiap untuk melaksanakan upacara di hari Senin. Mata Hana awas mengawasi sekeliling, dia ingin memeriksa apakah ada siswa bandel yang mencoba bersembunyi. Mata Hana menyipit ketika melihat ada seorang anak sedang mencoba untuk memanjat dinding.
“Siapa lo?” tanya Hana berjalan mendekat. “Turun!” perintahnya.
“S**t!” umpat anak itu.
Anak cowok itu pun turun dan berjalan menghampiri Hana. Dia mendongak untuk melihat orang yang tadi menyuruhnya turun. Anak itu kira yang memergokinya melompat dinding adalah seorang guru piket.
“Ckck, cuma ketua OSIS ternyata,” gumam anak itu.
“Ikut gue ke lapangan sekarang!” perintah Hana mencoba meraih tangan anak itu, dia tidak ingin anak itu kabur.
“Siapa lo berani nyuruh- nyuruh gue?” bentak cowok itu menepis tangan Hana kasar.
“Ken! Ikut gue sekarang!” ucap Hana penuh penekanan.
“Oh? Lo tau nama gue?” tanya Ken mengernyitkan dahinya. “Tapi walau gitu, lo nggak akan bisa bawa gue.”
Ken berjalan melewati Hana, dia bahkan sengaja menyenggol gadis itu hingga menyebabkan Hana jatuh. Hana memekik tertahan, tapi matanya menatap Ken yang berjalan menjauh. Beberapa langkah, Ken kembali berbalik dengan senyum tengilnya serta mengacungkan jari tengahnya. Hana mengepalkan kedua tangannya menahan emosi yang sudah membuncah.
“Lo udah gue tandain,” gumam Hana.
Hana pun segera berdiri, dia memperhatikan lututnya yang berdarah akibat tadi mencium paving block.
“Han, lo udah sele… Heh? Lutut lo kenapa?” tanya Adrian membulatkan matanya melihat lutut Hana yang berdarah.
“Gue nggak apa- apa. Lo ke kelas duluan sana,” jawab Hana mencoba berjalan.
“Gue anter lo ke UKS.”
Tanpa menunggu jawaban dari Hana, Adrian sudah menuntun gadis itu. Sementara Hana hanya bisa menurut. Mereka berdua pun menuju UKS untuk mengobati luka di lutut Hana.
Selesai diobati, Hana dan Adrian kembali menuju kelas. Pembelajaran sudah di mulai sejak beberapa menit yang lalu. Mereka sudah sampai di depan kelas, ternyata sudah ada seorang guru di dalam sana. Adrian pun mengetuk pintu dan menjelaskan alasan mereka bisa terlambat masuk ke kelas.
“Silahkan duduk di bangku kalian,” ucap guru itu.
Hana dan Adrian pun segera duduk di bangku mereka masing- masing. Guru di depan sana kembali melanjutkan materi pembelajaran yang tadi sempat tertunda. Hana kini sudah fokus pada pembelajaran yang diterangkan oleh guru itu. Namun hanya sebentar, karena di luar kelasnya ada suara ribut. Guru yang penasaran dan merasa terganggu itu pun keluar untuk mengecek apa yang sedang terjadi.
“Kendrict! Berhenti lo!” teriak seseorang dengan suara nyaring.
Teman- teman Hana yang penasaran pun mengintip melalui jendela kelas. Di luar kelas mereka sudah ramai oleh anak- anak IPS dengan seragam olahraga.
“Jam pelajaran siapa sekarang?” tanya guru yang sedang mengajar kelas Hana pada salah satu anak IPA.
“Pak Yanto, Bu,” jawab anak itu.
“Kenapa nggak ke lapangan? Kalian mengganggu proses mengajar saya.”
“Celana saya dibawa kabur Kendrict, Bu.”
“Mana Ken…”
“Ada apa nih ribut- ribut?” tanya seorang anak memainkan celana olahraga. Anak itu berjalan menghampiri kelas IPA 1.
“Ken, kembalikan celana miliknya!” perintah guru itu.
“Biarin dia usaha, Bu. Masa’ mau enaknya doang, lagian dia lebih cantik pake rok,” jawab Ken dengan kerlingan mata.
“Cepat kembalikan! Atau mau Ibu panggilkan guru BK?”
Ken tidak mendengarkan ucapan guru itu. Cowok itu malah melongokkan kepalanya ke dalam kelas. Netranya menatap seluruh isi kelas yang juga sedang menatapnya dengan tatapan aneh. Mata Ken membulat ketika menemukan sosok gadis yang pagi tadi berhasil mengganggunya.
“Oh, jadi ini kelasnya ketua OSIS?” tanya Ken manggut- manggut.
...🏃♀️🏃♀️🏃♀️...
Namanya Kendrict, bukan Udin 😭😭😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
▀▄▀▄🪱CACING ALASKA🪱▄▀▄▀
Mampir thor.
Intip karyaku Melody 911 yuk
2022-09-24
1
🍭ͪ ͩ ɱιɳ ɱιҽ⛅
nasib bkn udin sedunia🤣🤣🤣🤣
2022-09-16
1
hallo_mey
hey kak aku mampir nih
2021-08-04
1