Sang surya sudah kembali keperaduannya, kini digantikan oleh keelokkan sang dewi malam. Rapat OSIS baru saja selesai limabelas menit yang lalu. Rapat yang membahas rencana event tahunan ulang tahun sekolah yang diadakan kurang lebih tiga bulan lagi. Seperti biasa, Hana yang pulang paling akhir. Sementara para anggota OSIS yang lain sudah pulang terlebih dulu, Hana masih harus membereskan berkas- berkas yang tadi digunakan untuk bahan rapat.
“Gue anter lo pulang, ya?” tawar Adrian yang ternyata belum pulang. Sedaritadi cowok itu sengaja menunggu Hana di luar ruang OSIS.
Hana yang hendak mengunci pintu terkejut melihat keberadaan temannya itu di sana. Gadis itu kira semua orang sudah pulang.
“Kenapa lo belum pulang?” tanya Hana.
“Gue mau nunggu lo. Gimana? Gue anter lo pulang, ya?”
“Maaf, gue bawa sepeda. Oh ya, jaket lo gue kembaliin kalo udah gue cuci, ya?”
“Santai aja, Han. Lo bisa balikin kapan- kapan,” jawab Adrian.
“Oke, kalau gitu gue pulang duluan.”
“Hati- hati di jalan.”
Hana berjalan menuju tempat parkir dimana sepedanya diparkir di sana. Namun langkahnya terhenti ketika melewati lapangan futsal. Di tengah lapangan itu masih banyak anak- anak yang sepertinya sedang mengikuti ekstrakulikuler. Netra Hana menangkap sosok Kendrict yang sedang bermain futsal bersama dengan teman- temannya yang lain. Ken memang anak futsal dan juga atlet lari di sekolahnya yang sering menyumbangkan medali. Namun dibalik itu, tingkah nakalnya yang membuat para guru darah tinggi. Hana kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat parkir.
“Hah? Bocor? Perasaan tadi pagi baik- baik aja bannya,” gumam Hana ketika mengecek ban sepeda bagian belakangnya yang sudah kempes.
Tempat parkir ini sudah sangat sepi, hanya ada sepeda Hana di sana dan beberapa motor besar yang Hana yakini memiliki harga yang sangat mahal. Dengan langkah gontai, Hana menuntun sepedanya untuk pulang ke rumah.
Melihat ada tukang tambal ban, akhirnya Hana membelokkan sepedanya ke tukang tambal ban itu. Hana tidak mau jika besok dia harus jalan kaki ke sekolah. Sembari menunggu ban sepedanya selesai, Hana duduk di pinggir trotoar sembari memperhatikan orang- orang yang berlalu- lalang. Gadis itu memeluk tubuhnya ketika angin berhembus menembus hingga ke dalam tubuhnya. Seragamnya masih basah membuatnya mengigil kedinginan, ditambah seharian ini perut Hana tidak terisi.
“Ini, Mbak. Sudah selesai,” ucap seorang tukang tambal ban itu.
“Berapa, Pak?” tanya Hana.
“Limabelas ribu, Mbak.”
Hana pun mengeluarkan uang dari dalam sakunya dan memberikan uang itu kepada tukang tambal ban. “Kembaliannya ambil saja, Pak.”
“Terima kasih, Mbak.”
Senyum Hana terbit, dia pun mengayuh sepedanya untuk pulang ke rumah. Lampu di sepanjang jalan sudah menyala. Langit sudah benar- benar gelap, tapi jalanan ramai oleh para pengendara kendaraan yang baru pulang dari kerja. Hana mendongakkan kepalanya ketika ada air menetes di atas tangannya. Gadis itu membulatkan matanya karena tiba- tiba hujan rintik mulai turun ke bumi. Hana mempercepat kayuhan sepedanya. Dia tidak mau kehujanan. Namun hujan itu bertambah deras. Akhirnya Hana memutuskan untuk berteduh di halte yang tidak jauh dari sana terlebih dulu. Hanya ada Hana di halte itu. Dering ponsel mengangetkannya, Hana pun segera mencari ponselnya.
“Halo, Mbak?”
“Ah, iya. Tadi Hana ada rapat OSIS, baru selesai maghrib tadi.”
“Hana masih neduh di halte. Iya, Hana lupa bawa payung, Mbak,” ucap Hana tertawa.
“Nggak usah, Mbak. Paling sebentar lagi hujannya reda. Udah deket rumah.”
Hana mengakhiri percakapannya bersama Mbak Jum. Sepertinya Mbak Jum khawatir karena sampai sekarang Hana belum sampai rumah. Hana menjadi merasa bersalah karena tadi lupa tidak mengabari Mbak Jum jika dia pulang terlambat.
Sebuah motor besar berwarna merah terang berhenti di depan halte. Sang pengendara turun dari motor itu dan cepat- cepat berteduh di halte yang sama dengan Hana. Helm pengendara itu belum di lepas. Hana menggeser tubuhnya beberapa langkah sedikit menjauh dari orang itu. Namun ketika melihat celana yang dipakai orang itu, Hana yakin jika orang disebelahnya ini adalah anak SMA seperti dirinya.
“Hatchi…”
Suara bersin yang cukup keras mengagetkan Hana. Diam- diam Hana melirik pada orang itu yang mulai melepas helmnya.
“Sial, pake hujan segala,” umpat orang itu.
Hana membulatkan matanya melihat siapa orang di sebelahnya ini. Spontan Hana menundukkan kepalanya. Bukan karena takut, tapi karena Hana sama sekali tidak berharap bisa bertemu dengan orang disampingnya. Orang itu adalah Ken, bisa sangat kebetulan Hana bertemu dengan cowok itu diluar sekolah seperti ini. Sepertinya Ken masih belum menyadari keberadaan Hana di sebelahnya, atau memang cowok itu yang bodo amat dengan orang disebelahnya itu.
Hujan sudah mulai reda, Hana pun memutuskan untuk pulang sekarang. Hingga kini Ken tidak mengucapkan sepatah katapun selain mengumpat sedaritadi. Sepertinya memang cowok itu hobi mengumpat. Baru saja Hana turun dari halte, tiba- tiba saja ada sebuah mobil melaju kencang melewati genangan air. Air itu pun mengguyur seluruh tubuh Hana juga motor milik Ken yang terparkir di belakang sepedanya.
“Anj*ng lo! Kampret! Motor gue jadi kotor!” umpat Ken membuat Hana terlonjak kaget.
“Heh! Lo nggak marah? Cewek g*blok! Lo nggak marah setelah mobil tadi guyur lo?” tanya Ken pada Hana.
Hana mendongakkan kepalanya menatap Ken. “Salah gue juga yang nggak bisa menghindar.”
Ken terlihat terkejut mendengar ucapan Hana. Cowok itu tidak menyangka ternyata yang daritadi bersamanya di halte adalah sang ketua OSIS yang seharian ini telah berhasil menghancurkan mood- nya. Tanpa berkata sepatah katapun, Hana pergi darisana dengan mengayuh sepedanya. Ken yang melihat hal itu mengernyitkan dahi.
“Perasaan tadi tuh ban sepeda udah gue buat bocor,” gumam Ken.
“Bodo amat. Anj*r, sia- sia gue cuci motor tadi pagi.”
Hana sampai rumah dengan keadaan yang basah kuyup. Mbak Jum yang melihat anak majikannya pulang dalam keadaan basah kuyup itu terlihat cemas juga heran. Bukankah tadi majikannya ini berkata jika saat hujan tadi berteduh? Lalu kenapa pakaiannya bisa basah kuyup seperti ini?
“Mbak Jum sudah siapkan air hangat. Cepat mandi, Mbak.”
Hana hanya mengangguk dan segera menuju kamar mandi. Badannya sudah sangat menggigil, bahkan tangannya sudah terasa kaku. Hana merintih merasakan perih di lututnya. Dengan perlahan gadis itu masuk ke dalam bathtub yang sudah terisi dengan air hangat. Menenggelamkan seluruh tubuhnya di dalam air itu. Bahu Hana bergetar, gadis itu menangis tanpa suara. Kejadian seharian ini belum pernah dia alami sebelumnya. Sepertinya kehidupan sekolahnya kali ini tidak dapat selancar bayangannya.
...🏃♀️🏃♀️🏃♀️...
Hana Cangtip nan Imut 😉😉😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
MissCimo⏤͟͟͞Ryupi
Hana cangtip...semangat ya😘😘
2021-07-23
1
Elisabeth Ratna Susanti
keren👍
2021-07-23
1