Rasa lapar membuat Hana tidak bisa memejamkan matanya. Setelah selesai mandi tadi, gadis itu berjalan menuju dapur untuk mencari makanan. Namun ternyata tidak ada makanan sama sekali di dapur maupun meja makan. Mbak Jum yang melihat Hana sepertinya sedang mencari sesuatu pun menghampiri gadis itu.
“Mbak Hana cari apa?” tanya Mbak Jum.
“Mbak Jum belum masak?”
“Lho? Mbak Hana belum makan?”
“Belum, Mbak,” jawab Hana meringis.
“Kalau gitu Mbak Jum masakkan dulu. Mbak Hana tunggu sebentar, ya?” ucap Mbak Jum yang hendak membuka kulkas mencari bahan masakan di dalam sana.
“Nggak usah, Mbak. Hana beli aja di luar. Mbak Jum juga belum makan malam, kan?”
“Mbak Jum nggak usah beli, Mbak Jum diet,” jawab Mbak Jum menggelengkan kepalanya.
“Ckck, nggak perlu diet- diet. Pokoknya Hana beliin Mbak Jum juga. Tunggu, ya?”
Hana segera naik ke kamarnya untuk mengambil dompet serta memakai hodie yang berukuran besar hingga menutupi lututnya. Hana memang gemar mengoleksi hodie oversize seperti ini.
Setelah mengambil barang- barangnya, Hana segera mengayuh sepedanya untuk menuju penjual nasi goreng yang selalu mangkal di depan minimarket. Malam belum terlalu larut, masih pukul sembilan malam. Hana sempat menyapa beberapa orang yang dia kenal di perumahan ini. Terkadang dia juga bertemu dengan teman- temannya yang memang rumahnya di sekitaran sini. Hana sampai di depan gerobak nasi goreng Pak Man. Beruntung lapak Pak Man sepi, jadi dia tidak perlu mengantre terlalu lama. Hana pun memparkirkan sepedanya di depan minimarket.
“Pak, nasi gorengnya dua, ya? Yang satu pedes yang satunya lagi jangan terlalu pedes,” ucap Hana berdiri di sebelah Pak Man.
“Siap, Mbak. Mau pakai telur?”
“Pake dong, Pak. Hana tunggu di sana, ya?”
“Iya, Mbak.”
Hana pun duduk di salah satu kursi yang disediakan oleh minimarket itu. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi whatsapp. Ada chat dari salah satu anggota OSIS yang mengatakan jika anak itu sudah mengirim contoh proposal melalui e-mail. Hana pun segera membuka e-mail dan membuka file yang baru saja dikirim oleh anak itu.
Sedang fokus membaca file itu, tiba- tiba saja Hana dikejutkan oleh dua orang pengendara motor yang melaju sangat kencang. Salah satu pengendara itu dengan sengaja menendang motor disebelahnya. Alhasil motor itu terjatuh tepat di sebelah gerobak Pak Man. Pak Man yang sedang menggoreng nasi terkejut, bahkan gerobaknya sempat hampir oleng.
BRAKK!
Motor yang tadi sengaja menendang itu kabur entah kemana. Sementara motor yang ditendang jatuh mencium aspal. Pak Man mematikan kompornya dan mencoba membantu pengendara motor itu. Begitu juga dengan pegawai minimarket yang melihat kejadian itu juga ikut keluar. Hana juga tidak tinggal diam, dia pun ikut menghampiri pengendara motor yang masih berusaha untuk bangun.
“Sebentar, Mas! Saya bantu angkat motornya. Walah! Berat sekali motornya,” ucap Pak Man. “Mas! Cepet, bantu saya angkat motor punya Masnya,” titah Pak Man pada pegawai minimarket itu.
Setelah motor berhasil di angkat, Pak Man dan pegawai minimarket itu memapah pengendara motor itu untuk duduk di kursi yang tadi Hana duduki.
“Maaf, Mbak Hana. Nasi gorengnya jadi tertunda,” ucap Pak Man pada Hana.
“Nggak apa- apa, Pak.”
Pandangan Hana tertuju pada pengendara yang terlihat tidak asing baginya. Dengan terang- tenrangan gadis itu menatap pengendara yang masih menundukkan wajahnya dengan helm di kepala. Namun ketika pegawai minimarket itu melepas helm pengendara itu, mata Hana spontan membulat.
“Ken?” ceplos Hana. Sang pemilik nama menoleh dan ekspresinya juga terlihat terkejut.
Hana keluar dari minimarket dengan membawa sekantong plastik berisi obat merah, perban, kapas, plester, dan minuman untuk Ken. Gadis itu duduk di depan Ken. Hana meringis melihat wajah babak belur cowok itu. Juga ketika melihat seragam yang dikenakan Ken terlihat kotor, bahkan celana cowok itu robek dibagian lutut. Hana hendak meneteskan obat merah di luka Ken, tapi cowok itu dengan kasar menepis tangan Hana.
“Nggak usah sok peduli lo! Anggap sekarang kita nggak pernah ketemu,” ucap Ken tajam.
Namun Hana tidak menggubris ucapan Ken, gadis itu menggenggam tangan kanan Ken yang buku jarinya terdapat luka. Melihat hal itu lagi- lagi Ken menepis kasar tangan Hana, hingga tangan gadis itu terantuk meja.
“Mas, Mbak Hana mau obatin Masnya. Tenang aja Mas, Mbak Hana pinter ngobatin orang,” kata Pak Man yang melihat sikap kasar Ken tadi.
Diperingati oleh Pak Man, akhirnya Ken membiarkan Hana mengobati lukanya. Dengan telaten gadis itu meneteskan obat merah pada luka Ken dan menempelkan plester di luka itu. Lalu Hana beralih pada dahi Ken yang sedikit robek dengan darah yang masih keluar.
Jarak yang terlalu dekat membuat Ken merasa tidak nyaman. Bahkan tanpa sadar cowok itu menahan napasnya juga tangannya mencengkeram pegangan kursi. Dia bernapas lega ketika Hana menjauhkan wajahnya. Senyum manis tercipta di bibir gadis itu setelah selesai merawat luka Ken.
“Udah selesai,” ucap Hana.
Hana pun membereskan meja yang penuh dengan perban juga kapas kotor. Dia kembali duduk di sana setelah membuang semua sampah itu. Lalu tangannya menggeser botol minuman mendekat ke arah cowok itu.
“Buat lo,” kata Hana.
“Ngga…”
“Mbak Hana, ini nasi gorengnya sudah jadi,” interupsi Pak Man memotong ucapan Ken.
Mencium bau harum nasi goreng itu, membuat perut Ken berbunyi. Cowok itu membulatkan matanya setelah mendengar suara perutnya yang nyaring. Sementara Hana dan Pak Man menahan tawanya.
“Buatin satu lagi, Pak,” kata Hana.
Gadis itu bangkit dari duduknya untuk membayar pesanannya. Hana kembali lagi menemui Ken, bermaksud pamit untuk pulang.
“Gue yang bocorin ban sepeda lo,” ucap Ken dengan wajah datarnya.
Tentu Hana terkejut mendengar pengakuan cowok itu. Namun Hana tidak mau memperbesar masalah, menurutnya kejadian itu sudah berlalu dan dia tidak terlalu dirugikan oleh hal itu.
“Nggak apa- apa. Kalau gitu gue pulang dulu.”
Ken terdiam membisu. Cowok itu menatap kepergian Hana, menatap punggung mungil itu menjauh dari tempatnya berada dan menghilang dibelokan jalan ujung sana. Namun fokusnya buyar seketika saat sepiring nasi goreng dengan kepulan asap terhidang di depannya. Air liur Ken hampir saja menetes keluar. Cowok itu menatap nasi goreng penuh minat.
“Pak, tapi saya tidak punya…”
“Tenang saja, Mas. Tadi sudah dibayar Mbak Hana,” potong Pak Man.
“Terima kasih, Pak,” ucap Ken.
“Bukan ke saya, Mas. Harusnya ke Mbak Hana,” ujar Pak Man menepuk bahu Ken.
Ken terdiam, tapi dia segera menyendok nasi goreng itu. Soal terima kasih bisa nanti belakangan, begitu pikirnya.
“Anj*r! Pedes banget!” pekik Ken membuat Pak Man terlonjak kaget.
...🏃♀️🏃♀️🏃♀️...
Babang Ken kepedesan, ada yang mau bagi minum? 😳
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Khoyrun
kayaknya kak Hana juga sebaik Hana 😁
2022-02-09
1
MissCimo⏤͟͟͞Ryupi
Ken sayang sini..ada Aqua mau😘😘
semangat Hana cangtip😘😘
2021-07-27
2