NovelToon NovelToon

Malaikat Penolong

Di Awal Hari

Hari Senin merupakan hari yang sangat dihindari oleh sebagian besar orang. Mengapa demikian? Karena di saat jiwa mereka masih bertahan oleh hari libur kemarin, kini diharuskan untuk kembali beraktivitas seperti biasanya. Senin bagaikan momok bagi sebagian orang, sementara Sabtu dan Minggu adalah hari paling mereka tunggu- tunggu. Namun hal itu tidak berlaku pada seorang gadis SMA yang masih duduk di bangku kelas sebelas ini.

Namanya Hana Davira Grizelle, atau yang biasa dipanggil Hana. Hana merupakan seorang siswi SMA di sebuah sekolah negeri yang ada di kota besar ini. Dia sangat menunggu- nunggu hari Senin ini, alasannya adalah karena tiap hari Senin, Hana akan melaksanakan tugsnya menjadi ketua OSIS. Hana bersama dengan anggota OSIS lainnya akan memeriksa kelengkapan para siswa di sekolahnya.

“Ayah, Hana berangkat ke sekolah dulu,” pamit Hana menatap sebuah figura foto di atas meja belajarnya.

Ayah Hana bernama Samsul, seorang letnan bintang empat Angkatan Darat yang kini bertugas di sebuah distrik komando yang bertempat di luar kota. Sementara Bunda Hana telah meninggal dunia ketika dia duduk di kelas lima sekolah dasar. Pak Samsul sangat jarang pulang ke rumah, apalagi semenjak kepergian sang istri, Pak Samsul lebih sering mengambil pekerjaan di luar kota. Di rumah ini Hana hanya tinggal bersama dengan seorang ART yang sudah mengabdi selama kurang lebih sepuluh tahun.

Hana turun menuju lantai bawah untuk berpamitan pada ART- nya itu. Gadis itu memang sangat dekat dengan sang ART yang dipanggilnya Mbak Jum itu. Hanya Mbak Jum yang setia menemaninya selama bertahun- tahun, beliau yang selalu menghibur Hana ketika gadis itu sedang sedih, juga menemani Hana dikala kesepiannya.

“Nggak sarapan dulu, Mbak?” tanya Mbak Jum.

“Nggak, Mbak. Nanti Hana sarapan di sekolah aja,” jawab Hana. “Hana berangkat dulu, ya, Mbak?”

“Hati- hati di jalan, jangan ngebut!” pesan Mbak Jum.

Hana hanya mengangguk dan segera menuju garasi untuk mengambil sepedanya. Kendaraan yang selalu Hana gunakan ketika pergi ke sekolah. Jarak rumah hingga sampai ke sekolah tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sepuluh menit saja. Di perumahan tempat Hana tinggal ini banyak juga yang bersekolah di sekolah yang sama dengannya. Namun, kebanyakan teman- temannya naik motor atau di antar oleh orang tuanya ketika berangkat ke sekolah.

“Semangat banget lo, Han,” ucap Adrian yang bari tiba di sekolah.

“Gue selalu semangat,” kata Hana tersenyum.

Adrian adalah teman satu kelas Hana. Juga Adrian merupakan wakil ketua OSIS di sekolah ini. Teman yang paling dekat dengan Hana juga Adrian. Keduanya berada di kelas 11 IPA 1. Hana adalah siswi yang pandai juga baik hati, cita- citanya kelak ingin mengabdikan diri sebagai dokter bedah handal yang dapat membantu sesama. Tidak heran jika teman- teman yang lain menyebut Hana sebagai ‘Malaikat Penolong’.

“Gue keliling dulu, ya?” pamit Hana pada anggota OSIS yang lain.

Gadis itu pun segera mengelilingi gedung- gedung sekolah. Sementara para siswa yang lain sedang bersiap untuk melaksanakan upacara di hari Senin. Mata Hana awas mengawasi sekeliling, dia ingin memeriksa apakah ada siswa bandel yang mencoba bersembunyi. Mata Hana menyipit ketika melihat ada seorang anak sedang mencoba untuk memanjat dinding.

“Siapa lo?” tanya Hana berjalan mendekat. “Turun!” perintahnya.

“S**t!” umpat anak itu.

Anak cowok itu pun turun dan berjalan menghampiri Hana. Dia mendongak untuk melihat orang yang tadi menyuruhnya turun. Anak itu kira yang memergokinya melompat dinding adalah seorang guru piket.

“Ckck, cuma ketua OSIS ternyata,” gumam anak itu.

“Ikut gue ke lapangan sekarang!” perintah Hana mencoba meraih tangan anak itu, dia tidak ingin anak itu kabur.

“Siapa lo berani nyuruh- nyuruh gue?” bentak cowok itu menepis tangan Hana kasar.

“Ken! Ikut gue sekarang!” ucap Hana penuh penekanan.

“Oh? Lo tau nama gue?” tanya Ken mengernyitkan dahinya. “Tapi walau gitu, lo nggak akan bisa bawa gue.”

Ken berjalan melewati Hana, dia bahkan sengaja menyenggol gadis itu hingga menyebabkan Hana jatuh. Hana memekik tertahan, tapi matanya menatap Ken yang berjalan menjauh. Beberapa langkah, Ken kembali berbalik dengan senyum tengilnya serta mengacungkan jari tengahnya. Hana mengepalkan kedua tangannya menahan emosi yang sudah membuncah.

“Lo udah gue tandain,” gumam Hana.

Hana pun segera berdiri, dia memperhatikan lututnya yang berdarah akibat tadi mencium paving block.

“Han, lo udah sele… Heh? Lutut lo kenapa?” tanya Adrian membulatkan matanya melihat lutut Hana yang berdarah.

“Gue nggak apa- apa. Lo ke kelas duluan sana,” jawab Hana mencoba berjalan.

“Gue anter lo ke UKS.”

Tanpa menunggu jawaban dari Hana, Adrian sudah menuntun gadis itu. Sementara Hana hanya bisa menurut. Mereka berdua pun menuju UKS untuk mengobati luka di lutut Hana.

Selesai diobati, Hana dan Adrian kembali menuju kelas. Pembelajaran sudah di mulai sejak beberapa menit yang lalu. Mereka sudah sampai di depan kelas, ternyata sudah ada seorang guru di dalam sana. Adrian pun mengetuk pintu dan menjelaskan alasan mereka bisa terlambat masuk ke kelas.

“Silahkan duduk di bangku kalian,” ucap guru itu.

Hana dan Adrian pun segera duduk di bangku mereka masing- masing. Guru di depan sana kembali melanjutkan materi pembelajaran yang tadi sempat tertunda. Hana kini sudah fokus pada pembelajaran yang diterangkan oleh guru itu. Namun hanya sebentar, karena di luar kelasnya ada suara ribut. Guru yang penasaran dan merasa terganggu itu pun keluar untuk mengecek apa yang sedang terjadi.

“Kendrict! Berhenti lo!” teriak seseorang dengan suara nyaring.

Teman- teman Hana yang penasaran pun mengintip melalui jendela kelas. Di luar kelas mereka sudah ramai oleh anak- anak IPS dengan seragam olahraga.

“Jam pelajaran siapa sekarang?” tanya guru yang sedang mengajar kelas Hana pada salah satu anak IPA.

“Pak Yanto, Bu,” jawab anak itu.

“Kenapa nggak ke lapangan? Kalian mengganggu proses mengajar saya.”

“Celana saya dibawa kabur Kendrict, Bu.”

“Mana Ken…”

“Ada apa nih ribut- ribut?” tanya seorang anak memainkan celana olahraga. Anak itu berjalan menghampiri kelas IPA 1.

“Ken, kembalikan celana miliknya!” perintah guru itu.

“Biarin dia usaha, Bu. Masa’ mau enaknya doang, lagian dia lebih cantik pake rok,” jawab Ken dengan kerlingan mata.

“Cepat kembalikan! Atau mau Ibu panggilkan guru BK?”

Ken tidak mendengarkan ucapan guru itu. Cowok itu malah melongokkan kepalanya ke dalam kelas. Netranya menatap seluruh isi kelas yang juga sedang menatapnya dengan tatapan aneh. Mata Ken membulat ketika menemukan sosok gadis yang pagi tadi berhasil mengganggunya.

“Oh, jadi ini kelasnya ketua OSIS?” tanya Ken manggut- manggut.

...🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️...

Namanya Kendrict, bukan Udin 😭😭😭

Anak-Anak Nakal

Bel istirahat berdering dan para siswa keluar dari kelas untuk berlomba- lomba menuju ke kantin mengisi perut mereka. Berbeda dengan Hana, gadis itu berjalan menuju halaman belakang sekolah. Dia mengabaikan rasa perutnya yang sudah keroncongan sejak tadi. Suara tawa dari balik gudang sekolah membuat langkah Hana semakin cepat. Kakinya berhenti di depan para siswa dan siswi yang sedang nonkrong di tempat ini.

Asap rokok tercium dari tempat Hana berdiri. Bukan tanpa alasan Hana berani menghampiri Ken seorang diri. Cowok itu tadi sudah sangat keterlaluan ketika jam pembelajaran di kelas Hana, dia berani mengejek guru dan teman- teman dikelasnya. Bahkan pagi tadi, Ken belum mendapatkan hukuman karena terlambat datang ke sekolah dan juga melompati pagar sekolah. Sudah sangat banyak pelanggaran yang cowok itu buat dari pagi hari sampai siang ini.

“Ada apa nih ketua OSIS main ke sini?” tanya salah satu anak yang lebih dulu menyadari keberadaan Hana.

“Tadinya gue nggak ada urusan sama kalian, tapi setelah lihat kalian ramai- ramai ngerokok gini, gue jadi ada alasan juga buat laporin kalian ke BK,” jelas Hana menjelaskan keperluannya berada di tempat ini. “Terutama lo, Ken. Sejak pagi tadi lo udah banyak melanggar tata tertib sekolah,” lanjutnya menunjuk Ken yang masih duduk tenang di bawah pohon akasia.

“Gue?” tanya Ken menunjuk dirinya sendiri.

“Iya, sekarang lo dipanggil guru BK. Lo diminta menemui Bu Tiwi sekarang juga,” jawab Hana menatap tajam pada Ken.

Mendengar hal itu Ken tertawa terbahak sampai terabtuk- batuk, sementara teman- temannya yang lain juga ikut tertawa. Hana mengernyitkan dahinya, tidak paham dimana letak ucapannya yang lucu. Dia tidak sedang melawak saat ini.

“Gue belum denger kalo dipanggil BK,” ucap Ken setelah berhasil meredakan tawanya.

“Siapa yang lapor?” tanya seorang anak perempuan bernama Nita yang juga ikut nongkrong bersama cowok- cowok itu.

“Gue yang lapor,” jawab Hana mendongakkan kepalanya.

Ken yang tadi hendak menghisap rokoknya, mendadak terhenti. Cowok itu berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Hana yang masih tak gentar berdiri tegap di sana menantang Ken.

“Lo nggak perlu repot- repot ikut campur urusan gue!” ucap Ken menunjuk- nunjuk dahi Hana.

“Nggak usah jadi sok pahlawan kesiangan, deh. Nggak guna banget idup lo,” lanjutnya masih mendorong- dorong dahi Hana.

Hana mengepalkan kedua tangannya menahan emosi. Dia dipaksa melangkah meundur oleh cowok di depannya ini. Namun Hana masih berani menatap mata elang Ken.

“Lo urus aja idup lo sendiri. Idup lo aja belum tentu bener!” Masih dengan mendorong- dorong gadis itu, Ken terus mengucapkan kata- kata yang menusuk. “Sadar nggak lo? Gimana? Udah bener belum idup lo? Masih mau ngurusin idup orang lain? Hah?”

“Ah ya, gue lupa. Tugas lo emang menegakkan keadilan, ya?” gumam Ken mengangguk- angguk.

“Lo jangan terlalu fokus ke gue, masih banyak anak- anak lain yang perlu lo perhatiin.”

“Persetan sama malaikat atau apalah itu. Jangan jadi orang munafik! Lo bakal jadi orang terbuang,” ucap Ken terkekeh.

Ken menampilkan smirk- nya, menatap wajah tak gentar Hana. Menarik, itulah yang ada dipikiran Ken saat ini. Bahkan ketua OSIS terdahulu tidak pernah berani mengusiknya, sementara saat ini ketua OSIS yang baru dilantik beberapa minggu yang lalu dengan pongah berani berdiri dihadapannya dengan memasang wajah yang menantang.

“Kenapa diem? Tadi aja lo koar- koar dengan berani mau nyeret gue ke ruang BK. Mendadak bisu?”

Kepalan di tangan Hana makin erat, hingga kuku- kukunya menancap di telapak tangannya. Namun tidak sedikit pun gadis mungil itu merasakan sakit. Emosinya lebih mendominasi daripada rasa sakit itu.

“Cuih, nggak mood lagi gue di sini,” ucap Ken meludah tepat di samping Hana. Lalu cowok itu pergi darisana.

“Ken! Mau kemana lo?” tanya Nita yang berlari mengikuti cowok itu.

“Aish! Ngerusak suasana aja lo!” tunjuk salah satu teman Ken dan ikut pergi darisana.

Dengan sengaja gerombolan anak- anak itu menyenggol bahu Hana sebelum pergi. Juga melontarkan umpatan yang ditujukan untuk cewek itu. Hana berbalik dan menatap punggung- punggung yang berjalan menjauh itu. Mendadak ada rasa menyesal di dalam dirinya.

“Apa hidup gue udah bener?” gumam Hana.

...🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️...

Bel tanda pelajaran sudah usai baru saja berdering. Para siswa yang tadinya mengantuk kini kembali terlihat sangat segar seperti pagi tadi. setelah guru yang mengajar keluar, anak- anak di kelas Hana langsung membereskan alat tulis mereka dan berbondong- bondong keluar dari kelas untuk pulang ke rumah atau nongkrong terlebih dulu.

“Hari ini ada rapat OSIS, kan?” tanya Adrian menghampiri Hana yang sedang memasukkan alat tulis dan buku- bukunya ke dalam tas.

“Iya, lo ke sana dulu aja,” jawab Hana.

Adrian menggeleng. “Bareng aja, gue tunggu lo sampai selesai.”

Adrian benar- benar menunggu Hana hingga selesai. Bahkan cowok itu membantu Hana menghapus papan tulis dan mematikan pendingin ruangan sebelum mereka keluar dari kelas. Keduanya kini berjalan menuju ruang OSIS bersama. Namun, saat melewati kamar mandi, tiba- tiba saja Hana disiram air oleh seseorang.

“Oh? Maaf, gue nggak lihat ada orang lewat,” ucap anak itu dengan ekspresi mengejek. Anak itu tidak benar- benar merasa menyesal.

“Heh? Lo sengaja, ya?” tanya Adrian pada anak itu.

“Lo nggak denger tadi gue ngomong kalo gue nggak sengaja?” Sinis anak itu menatap Adrian.

“Lo ngapain mau buang air keluar kamar mandi, hah?”

“Udah, nggak apa- apa. Ayo, yang lain pasti udah nunggu,” ajak Hana, dia mencoba melerai pertengkaran Adrian dengan anak itu. Ia tidak mau membuat masalah menjadi besar.

“Ckck, akting jadi cewek lemah sekarang?” tanya Ken yang keluar dari kamar mandi.

Hana mendongak mendengar penuturan Ken. Dia baru sadar jika yang menyiramnya tadi adalah salah satu teman Ken. Sementara teman Ken itu hanya tersenyum miring. Adrian sudah terlihat emosi dengan tingkah Ken itu.

“Kenapa? Mau lapor BK?” tanya Ken.

“Ayo, Dri,” ajak Hana segera menyeret Adrian pergi darisana.

“Pincang lo?” tanya Ken dengan nada mengejek setelah melihat cara berjalan Hana yang memang sedikit pincang.

Hana buru- buru menahan Adrian yang hendak berbalik dan menyerang Ken. “Nggak usah didengerin.”

Sementara Ken hanya tersenyum melihat kepergian Hana dan Adrian. Lalu cowok itu pergi darisana diikuti temannya tadi. Di ruang OSIS sudah berkumpul para anggota OSIS serta MPK yang sedang bersiap memulai rapat. Adrian tadi meminjamkan jaketnya untuk menutupi seragam basah yang Hana kenakan.

“Makasih, Dri,” ucap Hana.

...🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️...

Say hai to Adrian 👋👋👋

Hari Sial Hana

Sang surya sudah kembali keperaduannya, kini digantikan oleh keelokkan sang dewi malam. Rapat OSIS baru saja selesai limabelas menit yang lalu. Rapat yang membahas rencana event tahunan ulang tahun sekolah yang diadakan kurang lebih tiga bulan lagi. Seperti biasa, Hana yang pulang paling akhir. Sementara para anggota OSIS yang lain sudah pulang terlebih dulu, Hana masih harus membereskan berkas- berkas yang tadi digunakan untuk bahan rapat.

“Gue anter lo pulang, ya?” tawar Adrian yang ternyata belum pulang. Sedaritadi cowok itu sengaja menunggu Hana di luar ruang OSIS.

Hana yang hendak mengunci pintu terkejut melihat keberadaan temannya itu di sana. Gadis itu kira semua orang sudah pulang.

“Kenapa lo belum pulang?” tanya Hana.

“Gue mau nunggu lo. Gimana? Gue anter lo pulang, ya?”

“Maaf, gue bawa sepeda. Oh ya, jaket lo gue kembaliin kalo udah gue cuci, ya?”

“Santai aja, Han. Lo bisa balikin kapan- kapan,” jawab Adrian.

“Oke, kalau gitu gue pulang duluan.”

“Hati- hati di jalan.”

Hana berjalan menuju tempat parkir dimana sepedanya diparkir di sana. Namun langkahnya terhenti ketika melewati lapangan futsal. Di tengah lapangan itu masih banyak anak- anak yang sepertinya sedang mengikuti ekstrakulikuler. Netra Hana menangkap sosok Kendrict yang sedang bermain futsal bersama dengan teman- temannya yang lain. Ken memang anak futsal dan juga atlet lari di sekolahnya yang sering menyumbangkan medali. Namun dibalik itu, tingkah nakalnya yang membuat para guru darah tinggi. Hana kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat parkir.

“Hah? Bocor? Perasaan tadi pagi baik- baik aja bannya,” gumam Hana ketika mengecek ban sepeda bagian belakangnya yang sudah kempes.

Tempat parkir ini sudah sangat sepi, hanya ada sepeda Hana di sana dan beberapa motor besar yang Hana yakini memiliki harga yang sangat mahal. Dengan langkah gontai, Hana menuntun sepedanya untuk pulang ke rumah.

Melihat ada tukang tambal ban, akhirnya Hana membelokkan sepedanya ke tukang tambal ban itu. Hana tidak mau jika besok dia harus jalan kaki ke sekolah. Sembari menunggu ban sepedanya selesai, Hana duduk di pinggir trotoar sembari memperhatikan orang- orang yang berlalu- lalang. Gadis itu memeluk tubuhnya ketika angin berhembus menembus hingga ke dalam tubuhnya. Seragamnya masih basah membuatnya mengigil kedinginan, ditambah seharian ini perut Hana tidak terisi.

“Ini, Mbak. Sudah selesai,” ucap seorang tukang tambal ban itu.

“Berapa, Pak?” tanya Hana.

“Limabelas ribu, Mbak.”

Hana pun mengeluarkan uang dari dalam sakunya dan memberikan uang itu kepada tukang tambal ban. “Kembaliannya ambil saja, Pak.”

“Terima kasih, Mbak.”

Senyum Hana terbit, dia pun mengayuh sepedanya untuk pulang ke rumah. Lampu di sepanjang jalan sudah menyala. Langit sudah benar- benar gelap, tapi jalanan ramai oleh para pengendara kendaraan yang baru pulang dari kerja. Hana mendongakkan kepalanya ketika ada air menetes di atas tangannya. Gadis itu membulatkan matanya karena tiba- tiba hujan rintik mulai turun ke bumi. Hana mempercepat kayuhan sepedanya. Dia tidak mau kehujanan. Namun hujan itu bertambah deras. Akhirnya Hana memutuskan untuk berteduh di halte yang tidak jauh dari sana terlebih dulu. Hanya ada Hana di halte itu. Dering ponsel mengangetkannya, Hana pun segera mencari ponselnya.

“Halo, Mbak?”

“Ah, iya. Tadi Hana ada rapat OSIS, baru selesai maghrib tadi.”

“Hana masih neduh di halte. Iya, Hana lupa bawa payung, Mbak,” ucap Hana tertawa.

“Nggak usah, Mbak. Paling sebentar lagi hujannya reda. Udah deket rumah.”

Hana mengakhiri percakapannya bersama Mbak Jum. Sepertinya Mbak Jum khawatir karena sampai sekarang Hana belum sampai rumah. Hana menjadi merasa bersalah karena tadi lupa tidak mengabari Mbak Jum jika dia pulang terlambat.

Sebuah motor besar berwarna merah terang berhenti di depan halte. Sang pengendara turun dari motor itu dan cepat- cepat berteduh di halte yang sama dengan Hana. Helm pengendara itu belum di lepas. Hana menggeser tubuhnya beberapa langkah sedikit menjauh dari orang itu. Namun ketika melihat celana yang dipakai orang itu, Hana yakin jika orang disebelahnya ini adalah anak SMA seperti dirinya.

“Hatchi…”

Suara bersin yang cukup keras mengagetkan Hana. Diam- diam Hana melirik pada orang itu yang mulai melepas helmnya.

“Sial, pake hujan segala,” umpat orang itu.

Hana membulatkan matanya melihat siapa orang di sebelahnya ini. Spontan Hana menundukkan kepalanya. Bukan karena takut, tapi karena Hana sama sekali tidak berharap bisa bertemu dengan orang disampingnya. Orang itu adalah Ken, bisa sangat kebetulan Hana bertemu dengan cowok itu diluar sekolah seperti ini. Sepertinya Ken masih belum menyadari keberadaan Hana di sebelahnya, atau memang cowok itu yang bodo amat dengan orang disebelahnya itu.

Hujan sudah mulai reda, Hana pun memutuskan untuk pulang sekarang. Hingga kini Ken tidak mengucapkan sepatah katapun selain mengumpat sedaritadi. Sepertinya memang cowok itu hobi mengumpat. Baru saja Hana turun dari halte, tiba- tiba saja ada sebuah mobil melaju kencang melewati genangan air. Air itu pun mengguyur seluruh tubuh Hana juga motor milik Ken yang terparkir di belakang sepedanya.

“Anj*ng lo! Kampret! Motor gue jadi kotor!” umpat Ken membuat Hana terlonjak kaget.

“Heh! Lo nggak marah? Cewek g*blok! Lo nggak marah setelah mobil tadi guyur lo?” tanya Ken pada Hana.

Hana mendongakkan kepalanya menatap Ken. “Salah gue juga yang nggak bisa menghindar.”

Ken terlihat terkejut mendengar ucapan Hana. Cowok itu tidak menyangka ternyata yang daritadi bersamanya di halte adalah sang ketua OSIS yang seharian ini telah berhasil menghancurkan mood- nya. Tanpa berkata sepatah katapun, Hana pergi darisana dengan mengayuh sepedanya. Ken yang melihat hal itu mengernyitkan dahi.

“Perasaan tadi tuh ban sepeda udah gue buat bocor,” gumam Ken.

“Bodo amat. Anj*r, sia- sia gue cuci motor tadi pagi.”

Hana sampai rumah dengan keadaan yang basah kuyup. Mbak Jum yang melihat anak majikannya pulang dalam keadaan basah kuyup itu terlihat cemas juga heran. Bukankah tadi majikannya ini berkata jika saat hujan tadi berteduh? Lalu kenapa pakaiannya bisa basah kuyup seperti ini?

“Mbak Jum sudah siapkan air hangat. Cepat mandi, Mbak.”

Hana hanya mengangguk dan segera menuju kamar mandi. Badannya sudah sangat menggigil, bahkan tangannya sudah terasa kaku. Hana merintih merasakan perih di lututnya. Dengan perlahan gadis itu masuk ke dalam bathtub yang sudah terisi dengan air hangat. Menenggelamkan seluruh tubuhnya di dalam air itu. Bahu Hana bergetar, gadis itu menangis tanpa suara. Kejadian seharian ini belum pernah dia alami sebelumnya. Sepertinya kehidupan sekolahnya kali ini tidak dapat selancar bayangannya.

...🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️...

Hana Cangtip nan Imut 😉😉😉

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!