tidak dilanjutkan

tidak dilanjutkan

Episode 1 Broken Home

" Kamu tega, Mas. Anak kita masih kecil, kamu tega! Kamu rebut semuanya dari aku!" dengan suara lirih dan tangis sedu seorang wanita memegang erat tangan suaminya yang ingin pergi meninggalkannya dan membawa semua harta benda miliknya.

Namun, sikap angkuh seorang laki-laki itu bersikeras untuk pergi meninggalkan istrinya bahkan anaknya yang masih sangat kecil.

Laki-laki itu dengan tega melepas tangan istrinya dan mendorongnya hingga terjatuh.

" Udah, kamu gak usah bersikap kayak gini! Asal kamu tau, aku gak cinta sama kamu! Aku cuma mau harta kamu agar aku bisa hidup bahagia dengan istri dan anak aku!" ucapnya sembari menunjuk-nunjuk istrinya yang sebentar lagi akan ia ceraikan.

Dengan akal liciknya dia tega mengambil semua milik istrinya, perusahaan yang dipegangnya sekarang ada dalam kuasanya.

Tangis terus menyelimuti hari itu. Wanita itu sungguh lemah dan tak berdaya hingga langkah kecil berlarian terdengar dengan sopir yang ada bersamanya mengiringi langkahnya dibelakang.

Piala yang dibawanya dan sebuah kertas yang berisi gambar yang ia lukis tiba-tiba jatuh ketika anak berwajah lucu itu melihat Bundanya menangis terduduk dilantai.

" Bunda! " teriak anak itu dengan langkah kecilnya, walau dirinya masih kecil tapi anak itu mengerti dengan kesedihan Bundanya.

" Bunda kenapa nangis?" tanya anak kecil itu yang bernama Dhafa, matanya lalu menoleh ke arah Ayahnya yang hanya terdiam sama sekali tidak merasa bersalah atau kasihan melihat anak dan istrinya.

" Dhafa, kamu masuk sayang. Bunda gak papa, Bunda cuma mau bicara sama Ayah kamu. Ayo, nak, masuk." ucap Bunda dengan suara yang sangat lembut ia tidak ingin Dhafa melihat semua ini.

" Tapi Bunda, Dhafa lihat sendiri kalau Bunda nangis. Ayah mau kemana bawa koper? Ayah yang buat Bunda nangis? " tanya Dhafa dengan wajah yang sangat polos mendongakkan kepalanya ketika ia bicara pada Ayahnya.

" Dhafa, mulai sekarang kamu tinggal sama Bunda kamu aja. Ayah mau pergi untuk selamanya dari hidup kamu dan Bunda kamu yang sakit-sakitan ini! " Ayah Dhafa bicara dengan sangat keras kepada Dhafa yang seharusnya tidak mendengar ucapan seperti itu.

Dan, Dhafa dengan wajahnya yang sangat lucu hanya bisa terdiam dan mencermati semua ucapan Ayahnya.

" Mas, kamu gak seharusnya bicara seperti itu di depan Dhafa. Dia masih kecil, dimana hati kamu, Mas? Dia anak kamu, darah daging kamu!" ucap Bunda Dhafa yang tak tahan saat suaminya bicara seperti itu kepada Dhafa.

" Ah, terserah! Aku emang gak punya hati! Sudah, lebih baik kamu pikirin bagaimana kehidupan kamu kalau gak ada aku. Sopir, ayo antarkan saya dan jangan lagi bekerja dirumah ini." Ayah Dhafa.

Sopir itu bingung disisi lain dia hanya orang lemah yang butuh uang tapi ia juga tidak tega dengan Bunda Dhafa yang telah menjadi bosnya selama ini.

" Heh! Ayo! Yang bayar kamu itu saya, bukan dia!" Ayah Dhafa.

" Ba.. Ba.. Baik, Pak." sopir itu lebih memilih uang dan dia mau mengikuti perintah Ayah Dhafa.

" Oh, iya. Jangan lupa beresin barang-barang kamu dan anak kamu ini. Karena besok, rumah ini akan jadi milik aku." ucap laki-laki jahatnya itu.

Bunda Dhafa geleng-geleng kepala melihat tingkah suaminya yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Suaminya pergi membawa harta bendanya. Bunda Dhafa sudah tidak memiliki apapun, kedua orangtuanya juga sudah tiada dan kini, ia bingung harus bagaimana. Melihat Dhafa yang masih sangat kecil hanya bisa melihat semua ini dengan wajah lucunya utu mencoba memahami apa yang terjadi pada Ayah dan Bundanya.

" Bunda, Ayah beneran mau ninggalin kita? " tanya Dhafa memegangi tangan Bundanya dengan kepala yang harus ia dongakkan saat ia bicara karena tubuhnya yang masih pendek dan mungil.

Di hadapan anaknya, ia tidak boleh lemah dan harus tetap tersenyum. Tidak ingin Dhafa sedih dan merusak mentalnya di usianya yang masih sangat kecil.

Bunda Dhafa membungkukkan tubuhnya dan jongkok dihadapan Dhafa sembari memegangi wajah putranya dengan kedua tangannya.

" Dhafa sayang, Ayah gak ninggalin Dhafa, kok. Kan, Dhafa masih punya Bunda yang sayang banget sama Dhafa. Sekarang, Dhafa gak boleh mikirin yang macam-macam ya, sayang." Bunda Dhafa ia bicara dengan suara yang sangat lirih mencoba menahan tangisnya ketika bicara dengan putranya yang sangat ia sayangi ia bicara sembari mengelus lembut kepala Dhafa, merapikan rambutnya dan juga merapikan seragam TK Dhafa yang Dhafa kenakan.

Dhafa mengangguk pelan beberapa kali.

" Dhafa cuma mau Bunda bahagia. Kalau Bunda bahagia, Dhafa juga pasti bahagia." Dhafa ia bicara dengan sungguh polos, Dhafa memberikan senyum kecil kepada Bundanya.

" Iya sayang, Dhafa pintar banget, sih." Bunda Dhafa mencubit pelan pipI Dhafa. Pandangan matanya lalu mengarah pada piala dan kertas gambar yang terletak dilantai.

Bunda Dhafa berdiri untuk mengambil piala dan kertas gambar Dhafa.

Bunda Dhafa sangat terharu saat melihat gambar yang terlukis Bunda, Ayah dan Dhafa. Nama itu ditulis Dhafa dibagian ujung kertas gambarnya. Gambar Dhafa begitu indah walau Dhafa masih sangat kecil.

" Masya Allah. Dhafa, ini Dhafa yang buat. Bagus sekali, sayang." Bunda Dhafa menghampiri putranya dan menunjukkan gambar itu beserta pialanya yang tertulis juara 1 lomba menggambar.

" Iya, Bunda. Itu gambar Dhafa, Bunda sama Ayah. Tapi, sekarang Ayah udah pergi ninggalin kita. Ayah udah gak sayang lagi sama Dhafa. Sekarang Dhafa gak bisa wujudin mimpi Dhafa supaya Ayah sama Bunda hidup rukun kayak dulu lagi." Dhafa.

Bunda Dhafa semakin terharu akan ucapan putranya yang cerdas. Wajahnya cemberut saat bicara tentang Ayahnya.

" Hey, Dhafa jangan nangis dong, Dhafa kan anak Bunda yang pintar, ganteng, kuat lagi. Dhafa kuat, iya, kan. Dhafa masih punya Bunda. Dhafa anak hebat, " Bunda Dhafa.

Dhafa mengangguk dan menghapus air matanya atas permintaan Bundanya.

Bunda Dhafa memeluk erat anaknya dengan penuh kasih sayang walau ia juga menangis dibalik pelukan Dhafa.

Ini sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Suaminya yang akhir-akhir ini memang sering bertengkar karena berbeda pendapat dan sekarang dia mengambil semuanya dari dirinya yang tidak memiliki siapa-siapa karena ia anak semata wayang.

Orangtuanya juga meninggal karena sakit yang diderita.

***

Dhafa dan Bundanya sudah pergi dengan koper yang Bunda Dhafa bawa. Semua pembantu dan sopir telah pergi meninggalkan mereka. Karena nasib buruk yang menimpa mereka.

Baru saja menutup pintu gerbang, mobil mewah berwarna hitam menghampiri mereka dan berhenti tepat didepan gerbang.

Ayah Dhafa membuka jendela mobil bukannya merasa kasihan, laki-laki kejam itu malah tersenyum melihat penderitaan istri dan anaknya.

" Selamat tinggal, jangan pernah datang ke kehidupan saya, istri dan anak saya." Ayah Dhafa.

" Harusnya aku yang bilang gitu ke kamu, Mas. Jangan pernah kamu ganggu aku sama Dhafa. Sudah cukup semua harta milik aku kamu rebut." Bunda Dhafa.

" Mas, dia ini gak akan laporin kita ke polisi, kan? " tanya seorang wanita yang merupakan istri Ayah Dhafa.

" Ya, gak mungkin lah. Dia gak akan bisa ngelaporin kita ke polisi itu gak akan bisa. Tapi, kalau dia sampai ngelakuin itu. Awas aja, aku akan ambil Dhafa dari dia." Ayah Dhafa.

Bunda Dhafa sangat kesal mendengar semua perkataan suami dan istri barunya. Tapi, ia tidak berdaya untuk melawan mereka.

Dhafa melihat perempuan yang menggendong anaknya yang berusia lebih kecil dari Dhafa dan Dhafa menatap anak itu penuh kebencian.

Tanpa basa-basi mobil itu berjalan masuk atas perintah Ayah Dhafa.

" Dhafa, ayo, nak. Kita pergi." Bunda Dhafa.

" Bunda, kenapa Ayah jahat sama kita? Ayah udah gak sayang lagi sama aku dan Bunda." tanya Dhafa menatap dalam wajah Bundanya.

" Sayang, kamu gak usah mikirin itu, ya. Sekarang ada Bunda yang akan jadi Bunda sekaligus Ayah kamu. Udah, Dhafa anak Bunda yang hebat gak boleh sedih, oke." Bunda Dhafa dengan senyuman yang ia berikan pada Dhafa tidak ingin membuat putra satu-satunya itu sedih.

" Apa tante sama anak itu udah rebut Ayah dari kita? Tapi kenapa, Bunda?" Dhafa.

Bunda Dhafa terdiam mendengar ucapan Dhafa, ia bingung harus jawab apa.

" Sayang, kita pergi sekarang, yuk, nak. Udah, mulai sekarang Dhafa gak usah mikirin Ayah. Atau apapun itu yang bikin Dhafa sedih." Bunda Dhafa.

" Iya, Bunda." Dhafa.

Dhafa dengan wajah polos dan imutnya hanya bisa mengangguk mengikuti apa yang Bundanya bilang.

Bunda dan Dhafa akhirnya pergi, mereka berjalan sampai menemukan kontrakan untuk tempat tinggal mereka.

Dalam tubuh Dhafa yang masih kecil ia menyimpan dendam pada Ayahnya yang sangat jahat ia juga tidak akan lupa pada anak yang telah merebut Ayahnya.

Bersambung.....

Terpopuler

Comments

nianur(Thor mohon izin hiatus)

nianur(Thor mohon izin hiatus)

udh mampir

2021-09-17

0

Tinta Rachel

Tinta Rachel

Hadir kak..

2021-09-08

0

»𝆯⃟ ଓε»°CaCha_iC🄷a°«࿐𓆊

»𝆯⃟ ଓε»°CaCha_iC🄷a°«࿐𓆊

semangat selaluuuu ka'

2021-09-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!