MALAM YANG SUNYI
Pak Rudi merasa terkejut ketika Wijaya memutuskan akan membangun cafe besar di atas tanah peninggalan kakeknya.
Apalagi jika rumah tua yanh terletak di lingkungan jalan mawar itu sampai di hancurkan. Pak Rudi merasa tidak rela.
Menurutnya rumah tua yang dibuat pada jaman penjajah Belanda itu rumah kesayangan Tuan Widura, kakek kandung Wijaya.
Dulu Tuan Widura sewaktu hidup, beliau pernah mengatakan suatu saat kelak rumah tua itu diberikan kepada cucu kesayangnnya.
Dan pilihan itu jatuh pada Wijaya putra pertama Tuan Widura bernama Subardi. Wijaya yang memang luar biasa sejak kecil membuat Tuan Widura sangat menyukainya.
Sekarang setelah Tuan Widura tiada, Wijaya tampan dan pintar berniat mengembangkan usaha Cafe.
Didukung oleh hasil kerja keras dan sedikit bantuan modal dari orang tuanya. Wijaya sangat bersemangat mendirikan Cafe besar dan berbeda penampilan dengan Cafe biasa.
...****************...
"Apakah kau sudah yakin dengan pilihanmu itu, Wi..?" tanya seorang perempuan setengah baya dan berwajah cantik di halaman rumah mereka.
"Ya tenang saja, ma....Tanah peninggalan kakek letaknya bagus kok, rasanya tidak ada yg kurang aku dengar tahun depan di sebrang rumah kita akan di bangun hotel berbintang. Ini merupakan pelung yang besar, bukankah begitu Pa..?" kata Wijaya berusaha mencari dukungan kepada Subardi yang tak lain Papanya.
"Mendirikan sebuah Cafe besar itu sebenarnya kurang menarik minatku, lagipula peninggalan kakekmu kan masih banyak tempat-tempat baik bahkan tidak kalah ramai kenapa harus disitu?" tanya Subardi.
"Papa bukan begitu maksudku! Aku hanya mau mebuat kebanggan di sekeliling rumah peninggalan kakek. Itu hanya rumah tua jadi aku kira tidak ada salahnya aku membangun Cafe besar di situ." kata Wijaya meyakinkan.
Semua terdiam Subardi melirik istrinya seolah meminta pendapat, tapi istrinya hanya mengangkat bahu saja.
Subardi sebenarnya agak kecewa pada istrinya yang selalu menuruti kemauan Wijaya.
"Bagaimana ma?" tanya Wijaya lagi kepada mamanya meminta kepastian.
"Ya, terserah papamu saja." sambil melirik suaminya.
"Sebenarnya papa tidak melang kamu berbuat sesuatu yang menurut kamu baik. Terlebih persoalan yang menyangkut masa depan kamu. Papa akan mendukung mu."
"Aku tidak perlu memikirkan ini terlalu lama, sebab rencana ini sudah aku fikirkan sejak lama. Hanya menunggu waktu yang tepat saja." kata Wijaya dengan wajah yang bersinar.
"Tapi kamu juga harus menanyakan ini kepada Pak Rudi. Sebab biar beliau hanya tukang kebun tapi kakekmu suda menganggapnya sebagai keluarga sendiri. Pak Rudi tahu banyak tentang rumah tua itu."
"Aku pasti membicarakannya pa..." janji Wijaya sambil menganggukkan kepalanya.
Sementara itu Pak Rudi yang sempat mendengar pembicaraan mereka, saat membersihkan rumput di halaman itu.
Sekarang sudah tak terlihat lagi, kemana kah perginya laki-laki berumur enam puluhan itu.?
Rupanya ketika Wijaya membicarakan rencananya dan menyinggung rumah lama yang di buat majikannya dulu Pak Rudi langsung bergegas ke halaman belakang.
Hatinya gelisah, ia tidak rela jika rumah tua itu di bongkar oleh Wijaya.
Bagi Pak Rudi, rumah tua itu memiliki banyak kenangan. Dulu Tuan Widura banyak berkorban demi rumah tua itu. Banyak kejadian yang di luar akal sehat, dan banyak menjatuhkan korban.
~makasih yang udah baca cerita ini, aku baru pertama kali membuat cerita. Jadi kalau ada yang salah mohon bimbingannya, Makasih....~
Jangan lupa like nya yaa....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Dea Suryani
lanjut....
2021-09-05
40
Pendisen
seru thor aku suka
2021-09-04
40
Penny Gouw
nyimak dlu
2021-08-27
41