Tidak seperti biasanya, malam ini Wijaya merasa sulit sekali memejamkan matanya.
Padahal sore tadi pemuda itu merasa tubuhnya lelah sekali, biasanya Wijaya cepat terlelap saat memejamkan mata dan baru bangun ketika pukul delapan pagi hari.
Tapi malam ini suasana terasa lain sekali dan satu hal yang tidak biasa terjadi pada pemuda itu.
Ia merasa gelisah sekali entah mengapa perasaan itu muncul, tidak ada persoalan-persoalan yang membuat susah pikirannya.
Tapi...... entahlah, yang jelas ia merasa suasana agak asing malam itu. Ia tetap berusaha memejamkan matanya, sulit memang namun saat menjelang dini hari diapun terlelap juga.
Terlelap dari alam sadarnya, kemudian alam lainnya timbul secara berlahan kepermukanaan.
Wijaya berlari kecil di tengah-tengan malam hujan lebat, pakainnya basah oleh air hujan.
Suasanya terasa sepi dan sedikit menyeramkan, dari kegelapan tiba-tiba muncul beberapa wanita berwajah cantik menggunakan gaun tidur yang transparan.
"Si.... siapa kalian...?" tanya Wijaya sambil menaikkan kerah bajunya untuk mengusir hawa dingin.
Mereka hanya diam tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibir merah mereka.
Wijaya tertegun di tempatnya, di amatinya wajah gadis itu satu demi satu. Ia tidak mengenalinya sama sekali.
Tapi apa maksud mereka menghalangi langkahnya, hati Wijaya berdebar keras saat salah seorang sari gadis itu melangkah menghampiri Wijaya.
Ia bisa mencium bau wangi parfum gadis itu, wanita itupun melerai rambunya yang basah menutupi sebagian wajahnya.
"Eh...!" Wijaya terperangah, gadis itu memiliki wajah yang cantik sekali. Kulitnya putih dan bersih,
"Bang..!" suara gadis itu sangat lembut.
"Siapa kalian?" Wijaya mengulang pertanyaan dengan jantung yang berdabar kian tak menentu.
"Kami tidak tau kemana lagi, bang! rumah kami akan di bongkar oleh seseorang. Tolong antar kami, bang! kemana saja...!" ucapnya sendu.
Hingga membuat Wijaya yang sudah dirasuki perasaan-perasaan aneh itu menjadi iba bahkan merasa tidak tega.
Kemudian pemuda itu memandang pada dua orang perempuan lainnya yang saat itu juga sudah berada di dekatnya.
Dua perempuan itu juga sangat cantik, salah satunya mempunyai lesung pipi.
"Siapa mereka?" tanya Wijaya yang penasaran dan bertanya pada perempuan yang di hadapannya.
"Meraka adalah temanku, tapi kami memiliki rumah lain tidak begitu jauh dari sini, bang! Hanya malam- malam begini kami membutuhkan teman laki-laki yang dapat mengantar sampai ke rumah itu." jawab salah seorang dari tiga perempuan itu yang berdiri di belakang perempuan pertama.
Ia sendiri merasa heran pada malam dan hujan lebat begini keluar rumah dengan pakaian tembus pandang.
Bukankah sangat besar resikonya bagi orang-orang secantik mereka?
"Bang! tolonglah antarkan kami, berapapun yang abang minta kami akan membayarnya setelah sampai dirumah pamanku nanti." Janji gadis berlesung pipi.
Ia paling cantik di antara mereka bertiga, Wijaya berfikir-fikir sejenak rasanya tidak ada salahnya mengabulkan permintaan mereka.
Menolong orang yang sedang dalam kesulitan tentu tidak ada salahnya.
Apalagi orang-orang yang akan Wijaya tolong perempuan yang cantik-cantik.
Tidak dibayar sekalipun tidak jadi masalah baginya, toh dia sendiri tidak memerlukan uang yang tidak seberapa.
Tanpa fikir panjang lagi, akhirnya Wijaya menuruti keingan mereka.
Sambil berlari-lari kecil Wijaya mengikuti ketiga perempuan itu.
Hujan tidak lagi menetes, hanya saja hembusan angin yang datang dari arah depannya menaburkan bau wangi semerbak bersumber dari tubuh ketiga perempuan itu.
"Masih jauhkah rumah paman kalian?" tanya Wijaya berusaha mengusir keheningan suasana.
"Tidak begitu jauh. Sebentar lagi kita juga sampai segera sampai ke sana." Jawab salah seorang di antara mereka tanpa berpaling sedikit pun.
Rupanya memang benar apa yang di katakan oleh mereka.
Karena tidak lama kemudian langkah mereka berbelok ke sebuah halaman yang luas.
Suasa terasa semakin bertambah sepi ketika mereka mengayunkan langkah di halaman yang dipenuhi oleh genangan air hujan tersebut.
Perempuan-perempuan itu dengan lincah berusaha menghindari genangan air yang terdapat di lekukan tanah yang terdapat di sepanjang jalan.
"Silahkan masuk, Bang!" salah seorang gadis yang berlesung pipi mengajak Wijaya duduk di ruang tamu.
Tanpa mencopot sepatunya, pemuda ini segera mengikuti langkah perempuan itu.
"Mau minum apa?" tanya perempuan itu ramah. Wijaya terdiam, sebenarnya ia merasa agak heran melihat suasana di sekelilingnya.
Ruangan itu memang berukuran tidak begitu besar, bahkan keadaannya agak berantakan.
Dengan penerangan yang hanya lima belas watt itu mengesankan suasana yang agak menyeramkan.
Lagipula kemana perginya kedua perempuan lainnya. Mengapa setelah menghilang di balik sebuah kamar mereka tidak muncul lagi?.
"Ngelamun yaa?" suara gadis berlesung pipi itu mengejutkan Wijaya tiba-tiba.
"Eeh..! tid.. tidak..!" kilah Wijaya tersipu malu.
"Mau minum apa, Bang?" gadis itu mengulang pertanyaannya.
Sebagai jawaban lelaki itu menggelengkan kepalanya berulang-ulang.
"Saya ingin cepat-cepat pulang. Mumpung hujan lagi reda." kata Wijaya kepada wanita berlesung pipi itu.
Tiba-tiba wanita itu menghalangi Wijaya yang akan bangkit dari duduknya.
"Tunggu! bukankah Saya berjanji akan membayar abang karna telah bersedia mengantar kami dengan selamat."
Kemudian secepatnya meraih dompet yang terletak di atas meja.
Wajah Wijaya spontan berubah memerah.
"Tidak usah. Saya tidak memerlukan apapun dari kalian, percayalah...." ucapnya hendak bangkit lagi dari duduknya.
Namun gadis itu menarik tangan kanannya hingga membuat pemuda itu duduk kembali.
Wijaya semakin di buat heran dengan sikap gadis yang menghalanginya, tapi ia tidak mampu berkata apa-apa.
Apalagi ketika merasakan hembusan nafas gadis berlesung pipi itu berada begitu dekat dengan telinganya.
Secara refleks ia menoleh ke arah gadis yang duduk di sebelahnya.
Matanya langsung terbelalak lebar ketika dilihatnya gadis itu telah membuka seluruh kancing dasternya.
Wajahnya semakin merona merah, apalagi ketika merasakan tangan gadis itu sekarang talah meraih dan *******-***** tangannya.
"Abang tidak patut menolak keinginan dan pemberianku kali ini." desis gadis berlesung pipi itu menanggalkan seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya.
Wijaya terdiam, matanya agak terpejam sentuhan-sentuhan halus jemari tangan gadis itu membuatnya melayang.
"Jangan! nanti dilihat oleh mereka." desis Wijaya ketika gadis itu mulai mendekatkan wajahnya.
Gadis kulit putih itu hanya tersenyum. sunggingan senyumnya gadis itu membuat hatinya bergetar.
"Mereka tidak akan keluar dari kamarnya. Bahkan mungkin sekarang sudah tertidur." bisik gadis lirih sehingga Wijaya dapat merasakan betapa hangatnya hembusan nafas perempuan itu begitu hangat.
Wijaya yang sudah terbakar gairahnya ia tidak mampu menolak ketika gadis itu membuka kamcing bajunya.
Tidak lama kemudian kedua insan itu saling ******* bibir satu sama lain.
Jemari Wijaya menjelajah apa saja yang dimiliki gadis itu , dan entah apa sebabnya mendadak lampu di ruangan itu semakin redup.
Ketika Wijaya membalikkan badan, ia menjerit sejadi-jadinya bahkan ia berusahan menghindari gadis itu.
Wijaya tidak tahu kapan perubahan pada gadis itu, yang jelas pada saat ini wajah gadis itu berubah sama sekali.
Bibirnya menyunggingkan seulas senyum sinis, pada bagian gigi-giginya pula tumbuh sepasang taring yang panjang dan sangat tajam.
~makasih yang udah baca~
jangan lupa komen buat tinggalin jejak yaa..like dan votenya juga...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Novie Achadini
horor
2021-08-12
43
Yunita
nexxt
2021-08-07
46
hahahah
lanjut
2021-08-07
45