NovelToon NovelToon

MALAM YANG SUNYI

Episode 1

Pak Rudi merasa terkejut ketika Wijaya memutuskan akan membangun cafe besar di atas tanah peninggalan kakeknya.

Apalagi jika rumah tua yanh terletak di lingkungan jalan mawar itu sampai di hancurkan. Pak Rudi merasa tidak rela.

Menurutnya rumah tua yang dibuat pada jaman penjajah Belanda itu rumah kesayangan Tuan Widura, kakek kandung Wijaya.

Dulu Tuan Widura sewaktu hidup, beliau pernah mengatakan suatu saat kelak rumah tua itu diberikan kepada cucu kesayangnnya.

Dan pilihan itu jatuh pada Wijaya putra pertama Tuan Widura bernama Subardi. Wijaya yang memang luar biasa sejak kecil membuat Tuan Widura sangat menyukainya.

Sekarang setelah Tuan Widura tiada, Wijaya tampan dan pintar berniat mengembangkan usaha Cafe.

Didukung oleh hasil kerja keras dan sedikit bantuan modal dari orang tuanya. Wijaya sangat bersemangat mendirikan Cafe besar dan berbeda penampilan dengan Cafe biasa.

...****************...

"Apakah kau sudah yakin dengan pilihanmu itu, Wi..?" tanya seorang perempuan setengah baya dan berwajah cantik di halaman rumah mereka.

"Ya tenang saja, ma....Tanah peninggalan kakek letaknya bagus kok, rasanya tidak ada yg kurang aku dengar tahun depan di sebrang rumah kita akan di bangun hotel berbintang. Ini merupakan pelung yang besar, bukankah begitu Pa..?" kata Wijaya berusaha mencari dukungan kepada Subardi yang tak lain Papanya.

"Mendirikan sebuah Cafe besar itu sebenarnya kurang menarik minatku, lagipula peninggalan kakekmu kan masih banyak tempat-tempat baik bahkan tidak kalah ramai kenapa harus disitu?" tanya Subardi.

"Papa bukan begitu maksudku! Aku hanya mau mebuat kebanggan di sekeliling rumah peninggalan kakek. Itu hanya rumah tua jadi aku kira tidak ada salahnya aku membangun Cafe besar di situ." kata Wijaya meyakinkan.

Semua terdiam Subardi melirik istrinya seolah meminta pendapat, tapi istrinya hanya mengangkat bahu saja.

Subardi sebenarnya agak kecewa pada istrinya yang selalu menuruti kemauan Wijaya.

"Bagaimana ma?" tanya Wijaya lagi kepada mamanya meminta kepastian.

"Ya, terserah papamu saja." sambil melirik suaminya.

"Sebenarnya papa tidak melang kamu berbuat sesuatu yang menurut kamu baik. Terlebih persoalan yang menyangkut masa depan kamu. Papa akan mendukung mu."

"Aku tidak perlu memikirkan ini terlalu lama, sebab rencana ini sudah aku fikirkan sejak lama. Hanya menunggu waktu yang tepat saja." kata Wijaya dengan wajah yang bersinar.

"Tapi kamu juga harus menanyakan ini kepada Pak Rudi. Sebab biar beliau hanya tukang kebun tapi kakekmu suda menganggapnya sebagai keluarga sendiri. Pak Rudi tahu banyak tentang rumah tua itu."

"Aku pasti membicarakannya pa..." janji Wijaya sambil menganggukkan kepalanya.

Sementara itu Pak Rudi yang sempat mendengar pembicaraan mereka, saat membersihkan rumput di halaman itu.

Sekarang sudah tak terlihat lagi, kemana kah perginya laki-laki berumur enam puluhan itu.?

Rupanya ketika Wijaya membicarakan rencananya dan menyinggung rumah lama yang di buat majikannya dulu Pak Rudi langsung bergegas ke halaman belakang.

Hatinya gelisah, ia tidak rela jika rumah tua itu di bongkar oleh Wijaya.

Bagi Pak Rudi, rumah tua itu memiliki banyak kenangan. Dulu Tuan Widura banyak berkorban demi rumah tua itu. Banyak kejadian yang di luar akal sehat, dan banyak menjatuhkan korban.

~makasih yang udah baca cerita ini, aku baru pertama kali membuat cerita. Jadi kalau ada yang salah mohon bimbingannya, Makasih....~

Jangan lupa like nya yaa....

Episode 2

Mula-mula salah seorang pembantu meninggal ketika sedang beres-beres rumah.

Menyusul seorang sopir keluarga mengalami kecelakaan di jalan raya.

Tiga tahun kemudian, istri Tuan Widura juga ikut meninggal dengan mengidap penyakit yang tidak jelas.

Lima tahun setelah rumah yang meminta korban itu berdiri, usaha Tuan Widura maju pesat. Padahal perekonomian pada saat itu sungguh sulit .

Usaha bidang apapun yang ditekuni Tuan Widura mempunyai prospek yang cukup bagus, dan semua itu tidak pernah lepas dari ingatan Pak Rudi.

Pak Rudi sangat mencintai rumah tua itu. Dan sekarang secara tiba-tiba Wijaya memutuskan untuk membongkarnya. Tidak terbanyang betapa sedihnya hati Pak Rudi itu

Patung patung tua yang telah berumur ratusan tahun yang menempati ruang rahasia harus dipindahkan? padahal selama ini tidak ada yang mengetahui tentang patung-patung itu selain dirinya dan almarhum Tuan Widura sebagai pemilik sah.

Pak Rudi lebih merasa tidak rela bila patung itu di singkirkan begitu saja.

...****************...

Pak Rudi pergi secara diam-diam meninggalkan rumah mewah tempat kediaman Tuan Widura.

Pak Rudi berdiri terpaku tidak begitu jauh dari depan pintu yang berhias ukiran indah.

Matanya tertuju pada pintu warna hitam yang dipadu dengan polesan warna darah.

Entah apa yang dipikirkan Pak Rudi yang jelas sorot matanya seperti menyimpan sesuatu pada pintu tersebut.

Tanpa disadarinya senja telah merayap turun meliputi alam sekitar. Sang waktu berguling lambat berganti dengan kegelapan.

Di depan bangunan tua itu, Pak Rudi tetap berdiri mematung seperti sedang upacara.

Perlahan angin dingin mulai berhembus seolah-olah membelai kulit tubuhnya yang keriput.

Bibirnya yang berwarna hitam gelap karena rokok kretek menggumamkan kata-kata yang kurang jelas.

"Oh...!" desah nya lirih ketika ia merasakan ada sesuatu menepuk pundaknya.

Darah di tubuhnya berdesir kencang. Seolah laki-laki itu ingin menikmati sisa terakhir hembusan angin yang terasa membelai sekujur tubuhnya.

Saat dirasakannya sesuatu yang teramat dingin menyentuh bahu kirinya, Pak Rudi melihat ke sekelilingnya.

Suasana hanya keremangan senja yang hampir lenyap. Namun ia tidak melihat orang lain kecuali dirinya.

Kreeekkk

Pak Rudi tersenyum tipis saat melihat gang-gang pintu berwarna gelap membuka dengan sendirinya.

Dengan hati yang berdebar ia melangkahkan kakinya ke arah pitu itu. Namun langkahnya terhenti ketika pintu itu tertutup dengan kencang.

Perasaannya semakin tidak menentu namun ia tetap berusaha mendorong pintu itu kembali.

"Ah. Semuanya di luar kehendak dan kuasaku," gumamnya mengeluh.

"Bukalah, aku belum bicara apa-apa pada mereka!" kata Pak Rudi mengiba.

Sejenak suasana hening, hanya sesekali terdengar suara deru mobil yang melintas.

Pak Rudi terus berdiri, entah apa yang di fikiran hati kecilnya. Tidak ada seorang pun disana hanya saja tidak lama pintu itu kembali terbuka.

Pak Rudi pun kembali berdebar dan melangkahkan kakinya kedalam rumah tua itu.

Kakinya terus melangkah mendekati sebuah stop kontak yang berada dalam ruangan yang sangat luas itu.

Namun sebelum ia sampai depan saklar, terdengar suara agak berisik disertai cahaya terang.

Diperhatikannya sebentar ruangan itu lalu ia tersenyum.

Setelah memperhatikan, tidak ada yang berubah. Pak Rudi segera menuju ruangan belakang.

kamar demi kamar ia lewati tanpa menoleh sedikit pun. Barulah setelah sampai di depan sebuah kamar langkahnya terhenti.

Pak Rudi mengeluarkan anak kunci dan memutar sebentar ia segera mendorong pintu tersebut.

~Hay kak....semoga betah ya membacanya...kalau ada yang salah mohon bimbingannya...~

jangan lupa like yaa....

Episode 3

Sebagaimana ruangan depan tadi, kamar berukuran empat kali enam ini pun terasa gelap sekali.

Hanya saja bedanya kamar yang satu ini selalu menyebarkan bau wangi semerbak yang tidak habis-habisnya.

"Selain aku tidak ada seorang pun yang tahu bahwa di bawah kamar ini terdapat ruangan lain. Tapi aku khawatir pada keselamatan benda-benda yang ada di dalamnya jika Den Wijaya membongkar rumah ini nanti! lalu kemana akan kubawa koleksi kesayangan Tuan Widura?" ucapnya lirih.

Pak Rudi kemudian mengitari kamar yang di dalamnya hanya terdapat sebuah dipan yang tua.

Dengan hati-hati ia menggeser dipan itu, bukan main beratnya dipan yang bisa di tempati oleh tiga laki-laki dewasa.

Pak Rudi terpaksa menguras tenaga tuanya untuk menggeser dipan tersebut ke samping kanan.

Setelah dipan tergeser Pak Rudi segera berjongkok dan berlutut di tempat dipan tadi berada.

Dengan hati berdebar ia segera mencongkel salah satu sisi dari empat garis yang ternyata sebuah pintu rahasia menuju ruangan bawah tanah.

ketika ubin besar penutup lantai terbuka, angin keras dan wangi itu menerpa kulit wajahnya dan meraih sebuah stop kontak lainnya.

Kliikk!!

Pak Rudi sedikit mengulurkan kepalanya ke arah ruangan bawah. Ia pun bergegas menuruni tangga menuju ruangan bawah tanah.

Dalam ruangan yang diterangi cahaya merah yang beberapa watt itu, Pak Rudi memperhatikan barang-barang koleksi peninggalan Tuan Widura.

Segalanya masih tampak seperti dulu. Tidak ada yang pernah berubah meski sedikit pun mulai dari patung singa yang di belinya di luar negeri, patung beruang kutub serta berbagai jenis patung hewan lainnya.

Pak Rudi melangkah lagi kesebuah tempat lainnya. Pandangan matanya mencari-cari di antara patung laki-laki dan perempuan.

Sebentar saja ia memperhatikan patung itu, "Ah...!" Pak Rudi kembali mengeluh.

Jantungnya berdetak tidak karuan, entah mengapa setiap ia mendekati patung perempuan yang berusia gadis-gadis remaja ini membuat darahnya berdesir.

Patung yang terbuat dari kayu Cendana ini senantiasa menebarkan bau harum semerbak yang tidak pernah luntur dari dulu hingga sekarang.

Patung itu begitu sempurna, penampilannya menggambarkan betapa pemahatnya memiliki kharisma seni yang sangat tinggi.

Bagian wajah yang dikerjakan dengan imajinasi kesempurnaan wajah seorang gadis yang paling cantik di atas dunia ini, halus, lembut, dan sentuhan dengan polesan yang mengagumkan.

Ia tidak dapat membayangkan jika suatu hari kelak keluarga Tuan Subardi tau tentang patung-patung yang dikoleksi oleh almarhum ayahnya.

Pak Rudi kembali melihat patung yang berada di samping nya itu.

"Ahhh...oohh..!" bibir Pak Rudi mendesis dengan mata setengah terpejam.

Kemudian ia merasakan ada sesuatu yang tidak terlihat merayapi wajahnya, mengelus lembut kulitnya.

Lelaki itu jatuh terduduk lunglai di sisi patung perempuan itu.

Bibirnya menyungging kan senyum puas. Kemudian matanya agak cengkung itu mendongak ke atas.

"Kemana aku harus memindahkan mu? Orang-orang itu sangat tidak berperasaan terhadap keberadaan rumah ini, terlebih terhadap keberadaan kalian. Aku tidak ingin berpisah denganmu, bahkan dengan kalian semua, tapi...!" ucap Pak Rudi melirik patung itu, Ia sangat tidak rela berpisah dari mereka

Apa yang harus ia lakukan? Wijaya pasti tidak pernah merubah niatnya untuk membangun usaha di atas tanah peninggalan kakeknya.

Dia tidak punya kekuatan untuk mencegah keinginan Wijaya.

"Bagaimana, Dewi! apa yang harus kuperbuat untuk menyelamatkanmu?" ucap Pak Rudi mulai putus asa.

Tidak terdengar suara apupun hanya saja udara di ruangan itu tiba-tiba berhembus kencang dan bergoncang sehingga membuat beberapa patung itu jatuh dan pecah seolah-olah memberikan reaksi atas ucapan Pak Rudi tadi.

Kening lelaki itu mulai berkedut, suatu gagasan muncul di benaknya, entah kekuatan dari mana tiba-tiba ia menemukan jalan keluar dari masalah itu kemudian ia melihat patung 'Dewi Rasa' itu sambil tersenyum.

"Dewi aku punya firasat sesuatu akan terjadi di tempat ini. Tapi dengan kekuatanmu, tolong kau kunci menuju ruangan bawah tanah ini agar mereka tidak menemukan keberadaan kalian. Biarkan saja orang kaya itu mebongkar rumah yang di atas, tapi jagan biarkan mereka menginjak tempat ini apalagi ingin menyentuhmu...!" kata Pak Rudi menutup pembicaraan.

Hari sudah mulai gelap, malam yang sunyi menambah kesan menyeramkan bagi siapa saja yang melihatnya.

Pak Rudi sudah keluar dari rumah tua itu dan segera menuju kamarnya.

Entah apa yang difikirkannya sejak tadi, hanya saja ia agak merasa heran.

Tanpa dapat mengambil kesimpulan apapun, akhirnya sekitar pukul sebelas malam Pak Rudi mulai terlelap.

~Makasih udah baca...

jangan lupa like dan vote ya...~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!