PENANTIAN CINTA
Pagi itu, hidupku berubah. Bukan karena hal besar seperti kenaikan jabatan atau menang undian, melainkan karena seorang Bagas Suseno, manajer di tempat aku bekerja.
Aku yang baru saja menyelesaikan pekerjaan, hendak menuju kantin pabrik. Nayla, dia sudah duluan untuk mengantri jatah makan siang kami, sedangkan aku kebagian membeli minuman.
Akan tetapi, ketika berjalan melewati lorong dekat ruang manajer yang terbuka, aku melihat dia, Pak Bagas masih duduk di depan laptopnya. Entah sedang mengetik laporan atau mengerjakan apa pun, aku nggak tahu pasti. Tapi, mataku tetap saja tertarik menatap ke arahnya sebentar lebih lama.
Tepat saat aku kembali menatap ke depan, dia tiba-tiba berdiri. Aku terkejut. Spontan, aku memalingkan wajah, pura-pura nggak lihat. "Ya ampun, jangan bilang tadi dia sadar aku mandangin dia? Malunya!"
Tapi ternyata, dia malah berjalan keluar dan menyamai langkahku. Ini orang kenapa tiba-tiba udah sebelah gue aja, sih? Jantung, Lo aman, kan di situ?
Aku jadi kikuk sendiri. Saking groginya, aku bisa mendengar jantungku yang berdetak tak karuan. Namun, aku juga gak mungkin hanya diam saja. Akhirnya, aku memberanikan diri bicara lebih dulu.
“Mau ke kantin, Pak?” tanyaku, gugup. Ini pertama kalinya aku menyapa dia duluan.
Dia menoleh, lalu tersenyum. Senyuman yang bisa bikin oleng siapa pun yang lihat lama-lama.
“Iya. Kamu juga mau ke kantin?”
Astaga. Kalau dia senyum terus gitu, bisa-bisa aku jatuh di tempat.
Aku buru-buru membetulkan posisi seragam dan menunduk sedikit. “Ehm, kalau begitu, saya duluan ya, Pak. Permisi.”
Baru mau jalan cepat, tiba-tiba. “Tunggu!” suara Pak Bagas menahan langkahku.
Aku refleks berhenti dan menoleh ke belakang. “Iya, Pak?”
Pak Bagas menatapku dengan alis sedikit naik, ekspresinya penasaran. “Kamu nggak ikut antre makan? Kok, langsung jalan ke kantin?”
“Oh, itu, Pak. Makanan saya sudah diambil oleh teman. Saya ke kantin hanya mau membeli minuman, gantiin dia.” Tanpa sadar, mulutku kembali bergerak tanpa perintah. “Bapak mau sekalian saya beliin minuman juga? Biar sekalian, Pak?”
Pluk! Aku spontan memukul mulutku sendiri.
Ya ampun! Kenapa barusan aku sok-sokan nawarin? Bisa dibantai fans Pak Bagas, kalau sampai tahu aku begini! Malu, sumpah.
Alih-alih terlihat terganggu, dia malah tersenyum lagi. “Boleh, deh. Air putih aja, ya. Ini uangnya.” Dia mengulurkan selembar uang merah ke arahku.
Aku ragu-ragu menerima. Tanganku refleks menggaruk belakang kepala yang tiba-tiba gatal. Mata kulirik kanan-kiri—beberapa karyawan masih lalu-lalang menuju kantin.
Bimbang. Ambil nggak, ya? Namun, akhirnya aku pasrah dalam hati. Bodo amatlah. Ambil aja.
Aku ambil uangnya pelan, lalu mengangguk.
“Baik, Pak. Saya belikan sekarang.”
Setelah itu aku langsung berbalik dan jalan menuju kantin. Di tengah keramaian dan suara bising kantin shift pagi, aku masih bisa merasakan jantungku berdetak cepat, kencang banget, kayak baru lari lima putaran lapangan.
Setelah selesai antre dan membeli minuman, aku terima kembalian dari kasir, lalu menoleh ke sekeliling mencari Pak Bagas dan Nayla. Kaki ini rasanya ringan, tapi tangan yang menggenggam botol air mineral, justru berkeringat.
Langkahku membawa ke arah hall dalam kantin, mencari sosok manajer yang barusan bikin aku salah ucap dan salah gerak. Entah kenapa, hari ini rasanya seperti bukan hari biasa.
Sebenarnya gampang banget mencari keberadaan Pak Bagas. Seragam kami saja sudah beda warna, jadi dari kejauhan pun dia mudah dikenali.
Benar saja, dia duduk di tempat yang sama seperti biasanya. Masih dengan posisi menyamping, dikelilingi beberapa atasan lain yang sedang makan siang bersama.
Aku langsung terdiam di depan pintu partisi. Aduh, mana banyak banget lahi atasan di sana.
Tapi, dari Pada kelamaan mikir dan makin grogi, aku menarik napas dalam-dalam dan memberanikan diri maju. Bodo amat sama rasa malu, yang penting ini cepat berlalu.
“Permisi, Pak Bagas. Maaf, ini minumannya tadi. Dan ini uang kembaliannya,” ucapku pelan sambil berjongkok di sebelah kursinya. Suaraku kutahan agar cukup didengar oleh beliau saja—karena ya ampun, diliatin semua orang kayaknya bukan rencana hidupku hari ini.
Pak Bagas menoleh, lalu tersenyum santai. Ia mengambil botol minumnya. Tapi, tidak dengan uang kembaliannya.
What? Apa maksudnya coba? Aku mengernyit. Bingung. “Maaf, Pak. Ini uangnya," ulangku pelan sambil menyodorkan uang itu lagi.
“Buat kamu aja,” jawabnya santai sambil kembali menyuapkan nasi ke mulutnya seperti nggak ada yang perlu diperdebatkan.
Aku menahan napas. Wah! Sepertinya, dia sedang menguji gue. Ok, mari kita liat siapa yang paling keras kepala di sini! Sambil tetap menunduk sopan, aku akhirnya memilih menaruh uang itu pelan-pelan di samping kakinya. Lalu berdiri, membungkuk sedikit, dan pamit ke semua atasan yang duduk di meja itu. “Permisi, Pak, Bu.”
Aku mundur pelan dan langsung melipir cepat sambil menenteng dua botol minuman—satu buat Nayla, satu buat diriku sendiri. "Maaf, ya, Pak Bagas. Gue bukan tipe orang yang suka makan uang orang lain, apalagi tanpa kejelasan," gumamku.
Setelah itu, aku langsung mencari Nayla. Ternyata, dia lagi duduk di tengah hall kantin, santai banget, bahkan makanannya udah dimakan setengah. "Woi!" Aku langsung duduk di sebelahnya dan buru-buru membuka kotak makananku.
Belum sempat suapan pertama masuk, PLAK Tiba-tiba punggungku dipukul dari belakang. “Uhuk!” Aku tersedak.
Astaga! Aku langsung buru-buru membuka botol minumku, meneguk cepat tanpa pikir panjang. “Alhamdulillah,” desahku lega setelah tenggorokan mulai normal.
"Dih, lebay!" cibir Nayla dari samping.
Mataku langsung melotot ke arah Nayla, yang kini malah tertawa puas sambil makan tempenya. “Loe, ya! Temen lagi tersedak, bukannya nolongin, malah diketawain! Nyebelin banget sih loe!”
“Sorry,” jawabnya setengah nyengir. “Lagian loe beli minuman ke Korea apa gimana? Lama banget."
Aku memelototkan mata sambil bersuara datar, “Iya. Emang gue tadi beli ke Korea. Terus ketemu Taehyung. Terus ngobrol lamaaaaa banget sama dia. Puas lo sekarang?!”
PLAK!
"Yakh, sakit oneng!"
Tanpa rasa bersalah, Nayla malah tertawa.
Wah, ini anak beneran ngajak ribut!
Punggung dipukul, sekarang kepala. Komplit.
Daripada tambah dikerjain, aku langsung menghabiskan makananku dengan cepat. Setelah itu, berdiri dan meninggalkan Nayla begitu saja di hall.
“Eh, eh! Nindy! Tungguin, woy!”
Aku pura-pura nggak dengar.
Aku berjalan cepat ke tempat penyimpanan kotak makan, menaruh bekalku, lalu segera mencuci tangan. Waktu istirahat tinggal 15 menit lagi dan aku masih harus salat Dzuhur.
Langkahku bergegas menuju mushola yang berada di area belakang gedung.
Setelah mengambil wudhu, aku masuk ke mushola. Pada saat aku melangkah masuk ke mushola, langkah kaki dari arah berlawanan membuatku reflek menoleh.
Pak Bagas.
Kami berpapasan hanya beberapa langkah dari pintu. Dia menatapku sebentar, lalu menggerakkan bibirnya perlahan—tanpa suara. "Are you okay?"
Aku menjawab dengan isyarat tangan, jempol tegak, tanda "OK".
Dia tersenyum. Senyum yang entah kenapa, terasa lebih hangat dari biasanya. Aku hanya mengangguk kecil, lalu masuk ke dalam dan segera mengambil tempat.
Sholat Dzuhur kulaksanakan sendirian. Suasana mushola sunyi, hanya suara kipas angin dan detik jam dinding yang menemani. Selesai salam, aku melipat mukena dan membereskan sajadah. Waktu istirahat nyaris habis.
Kurang dari tiga menit lagi masuk shift. Aku bergegas kembali ke area produksi, tapi saat melewati lorong utama…
“Nindy!”
Aku menoleh. “Iya, Pak?” Aku melangkah mendekat, tapi kami sama-sama tahu tempat kami berdiri sekarang terlalu terbuka.
Lorong itu ramai. Banyak mata memperhatikan. Aku segera menepi, berdiri di dekat rak tools. Pak Bagas ikut menyamakan langkah.
Bel masuk berbunyi. Tapi, sebelum aku sempat bicara, dia sudah menyodorkan selembar kertas ke arahku.
“Ini buat kamu. Saya permisi, ya.”
Aku belum sempat bertanya, belum sempat berpikir apa-apa, dia sudah membalikkan badan dan pergi—melangkah cepat ke arah ruangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Rajo kaciak
deg deg deg itulah bunyi jantung ku ,saat baca cerita mu thor 😁😁😁
2022-08-17
0
Susana
i'm coming. 😘😘
2022-03-20
1
less22
hay, kakak manis aku mampir
2022-03-02
0