chapter 3

Aku melangkah pelan di lorong panjang menuju parkiran, menyusuri jejak cahaya dari lampu-lampu gantung yang menggantung lesu di atas kepala.

Hampir semua karyawan telah naik ke dalam bus jemputan masing-masing, menyisakan ruang lengang yang hanya dipenuhi bayangan tubuhku sendiri yang terpantul panjang di aspal.

Aku menatap jam tangan. “Ketinggalan bus lagi,” gumamku lirih. Padahal, aku cuma mampir sebentar ke toilet. Tapi, rupanya waktu tak sudi menunggu.

Aku menghela napas, lalu menoleh ke sekitar. Tak ada deru mesin, tak ada suara klakson. Hening. Ojol? Jangan harap. Ini kawasan industri.

Jalan raya besar masih jauh di ujung sana—hampir satu kilometer kalau kutempuh dengan kaki. Sepi. Gelap. Dan aku sendiri. “Kalau dipaksakan jalan kaki ke sana, itu sama aja nyari perkara,” desisku.

Kupaksakan senyum getir. “Ya sudahlah, emang harus pesan ojol sepertinya.”

Baru kutarik ponsel dari tas, suara langkah dari arah samping membuatku menoleh reflek. Langkah itu tak tergesa, tapi pasti.

Pak Bagas.

Ia berjalan santai seolah dunia belum hendak buru-buru berakhir malam ini. Tentu saja, dia punya mobil sendiri. Tak ada alasan panik. Tak seperti aku yang nasibnya hari ini sudah digantung jemputan.

Aku memutar bola mata kecil, lalu cepat-cepat menormalkan ekspresi.

“Gak naik jemputan?” tanyanya, suaranya tenang. Dalam, tapi tidak menyudutkan.

Aku tercekat. Sedetik. Dua detik. “I-iya, Pak. Ketinggalan,” jawabku akhirnya, setengah kikuk.

Ia mengangguk, satu kali. Wajahnya samar oleh cahaya lampu parkiran, tapi aku bisa melihat alisnya yang sedikit naik.

“Pulangnya naik apa?”

Aku mengangkat ponsel. “Mau pesan ojol.”

Ia diam sesaat, lalu kalimat itu meluncur dari bibirnya. Pelan, datar, tapi entah kenapa terasa hangat.

“Mau saya antar?”

Detak jantungku seperti terpeleset dari irama. Aku menoleh, perlahan. “Gak usah, Pak. Eh, maksudnya—”

“Daripada jalan kaki sampai depan, sendirian, malam-malam? Nanti kalau terjadi apa-apa, siapa yang tanggung jawab?” Nada suaranya ringan, tapi kalimatnya membuatku menunduk.

Sejenak aku tak tahu harus berkata apa. Ada hening kecil yang dibiarkannya menggantung. Ia tak memaksa. Tapi, justru karena itu, dadaku makin sempit.

“Motor saya di sana. Nggak jauh. Saya antar sampai gang depan rumah kamu aja, gimana?”

Aku menunduk. Pipiku terasa hangat meski angin malam mulai menyelinap dingin ke sela-sela blouse pendek yang aku pakai. Entah karena udara, atau karena sorot matanya yang tadi sekilas kutangkap di bawah cahaya lampu parkiran.

"Beneran nggak ganggu, Pak?”

“Nindy.” Suaranya lembut. Nyaris seperti bisik angin. “Kalau ganggu, saya nggak akan nawarin dari tadi.”

Aku menggigit bibir bawah. Lalu, akhirnya, mengangguk pelan. “Yaudah, saya ikut, Pak. Maaf, jika sudah merepotkan Anda.”

Dia tersenyum. Bukan senyum selebar bulan, melainkan cukup untuk menghangatkan malam. Senyum yang membuatku merasa bukan sekadar nama di absensi.

Kami lalu berjalan beriringan menuju parkiran. Langkahnya tenang, aku justru sedikit kikuk. Malam terasa makin dalam. Suara serangga menyanyikan kecanggungan kami dan dalam hati, aku masih bertanya-tanya—dari sekian malam, kenapa malam ini aku ketinggalan bus?

Dan dari sekian wajah di pabrik itu, kenapa harus dia yang muncul?

Helm itu terasa longgar saat kupakai, tapi aku menahan diri untuk tak bilang. Apalagi, saat tangannya menyentuh ujung poniku waktu membantu mengaitkan tali. Gerakannya pelan. Hati-hati. Seperti menyentuh kertas tipis yang takut robek.

Kini, aku duduk di jok belakang motornya. Kaku. Diam. Jarak kami hanya sejengkal, tapi rasanya seperti samudra.

Aku ragu. Pegangan? Nanti dibilang kecentilan, apalagi fans Bagas Suseno pasti akan marah besar jika tahu idolanya memberikan tebengan. Tapi, kalau tidak pegangan? Bisa-bisa aku terbang sendiri.

"Kenapa Nggak pegangan? Nanti kamu melorot, loh.” Dia menoleh sedikit, dari balik bahunya.

Aku menegang. “Eh—saya… saya pegang jaketnya aja ya, Pak?”

“Ya. Pegang yang kenceng, jangan tanggung.”

Deg.

Perlahan, tanganku meraih bagian belakang jaketnya. Jari-jariku menyentuh kulit dingin, tapi telapak tanganku berkeringat. Nasib jadi perempuan yang jarang kencan beginilah. Sekalinya dibonceng sama cowok populer, bawaannya perut mules.

Astaga, memalukan!

Motor melaju pelan, menembus sepi jalanan kawasan industri. Angin malam menampar pipi, tapi aromanya justru hangat. Ada wangi samar—kayu manis dan kopi. Tidak tajam, tapi mengendap. Seperti kenangan yang datang diam-diam.

“Rumah kamu di mana?"

"Di jalan Mekar, Pak," jawabku sedikit berteriak karena kami sedang di jalan.

"Jauh juga, yah. Dan, kamu naik jemputan terus?"

"Iya, Pak. Sekali lagi maaf, ya, Pak?"

"Santai aja. Sebelum pulang, mau mampir makan dulu gak?"

"Eh? Gak usah, Pak!"

"Tapi, aku lapar."

Aku menggigit bibir. "Baiklah, Pak." Aku mengalah.

Aku pikir dia akan berhenti di warung pinggir jalan, atau setidaknya beli nasi goreng bungkus. Tapi ternyata, motor kami malah belok ke arah sebuah food court kecil dekat pom bensin, yang cukup terang dan bersih. Di antara lampu-lampu kuning yang menggantung, aroma sate dan mi goreng saling bersaing.

Bagas mematikan mesin motor, lalu menoleh sambil membuka helmnya. “Kita makan sebentar di sini, ya. Kamu kelaparan juga, kan?”

Aku buru-buru menggeleng. “Nggak, Pak. Saya masih kenyang, kok.”

Dia menaikkan alisnya. “Yakin? Perut kamu barusan bunyi, lho.”

Astaga! Wajahku langsung panas. “A-aduh, ketahuan, ya?”

Dia tertawa kecil. Bukan tawa yang keras, tapi cukup untuk membuatku tambah gugup.

“Udah, sini. Aku traktir. Anggap aja sebagai ucapan terima kasih karena kamu udah bantu evaluasi tadi siang.” Dia berjalan duluan, meninggalkanku yang masih kikuk melepas helm pinjaman itu.

Aku menyusul dengan langkah canggung, mencoba merapikan rambut yang kusut diterpa angin. Kami memilih duduk di pojok, agak jauh dari gerobak penjual. Suasananya cukup sepi, hanya ada dua pasangan lain yang juga sedang makan.

Bagas membuka menu dan langsung menunjuk dua makanan. “Satu buat aku, satu buat kamu. Biar cepet.”

Aku hanya bisa mengangguk, duduk diam sambil menunduk. Tapi, jantungku berisik sekali. Kenapa rasanya seperti kencan?

“Eh, kamu selalu pulang sendiri kalau ketinggalan jemputan?” tanyanya sambil membuka botol air mineral.

“Nggak pernah, sih. Baru kali ini ketinggalan. Biasanya saya ngepas banget waktunya.”

Dia menatapku, lama. “Kalau butuh tumpangan lagi, bilang aja. Nomorku udah kamu simpan, kan?”

Aku tercekat.

Nomor.

Nomor yang tadi aku temukan di saku celana kerja, yang ternyata tulisan tangannya. Saat itu aku bingung. Kupikir siapa yang iseng naro. Aku menunduk lebih dalam. “Jadi, itu memang sengaja dikasih, ya?”

Dia menyender santai. “Iya. Kupikir kamu bakal butuh. Tapi, kayaknya kamu lupa buka kertasnya, ya?”

Aku menggigit bibir, malu setengah mati. “Maaf, kertasnya baru ketemu tadi di saku celana.”

Bagas tersenyum. “Nggak apa-apa. Untung tadi kita ketemu di lorong. Kalau enggak, kamu pasti udah pegal nunggu ojol yang gak datang-datang.”

Aku tertawa kecil, akhirnya bisa sedikit rileks. “Maaf, Pak."

Dia mengangkat satu alis. “Kenapa minta maaf?"

Aku buru-buru geleng. “Anu--"

Bagas mendekatkan tubuh sedikit ke meja. Suaranya pelan, tapi jelas. “Kamu itu bukan urusan remeh, Nindy.”

Aku membeku, lama. Sampai akhirnya pesanan datang dan menyelamatkan kami dari keheningan yang terlalu cepat jadi deg-degan. Namun, entah kenapa aku jadi nggak terlalu lapar. Perasaan ini malah lebih kenyang dari apa pun.

Terpopuler

Comments

Indah Sari

Indah Sari

seru ceritanya 🥰

2022-02-17

0

Mommy Gyo

Mommy Gyo

3 like hadir thor mampir di karyaku cantik tapi berbahaya

2021-08-23

2

Dinda Kharisma

Dinda Kharisma

senyum2 sendiri aku bacanya...

2021-08-13

2

lihat semua
Episodes
1 1
2 chapter 2
3 chapter 3
4 chapter 4
5 chapter 5
6 chapter 6
7 chapter 7
8 chapter 8
9 chapter 9
10 chapter 10
11 chapter 11
12 chapter 12
13 chapter 13
14 chapter 14
15 chapter 15
16 chepter 16
17 chapter 17
18 chapter 18
19 chapter 19
20 chapter 20
21 chapter 21
22 chapter 22
23 chapter 23
24 chapter 24
25 chapter 25
26 chapter 26
27 chapter 27
28 chapter 28
29 chapter 29
30 chapter 30
31 chapter 31
32 chapter 32
33 chapter 33
34 chapter 34
35 chapter 35
36 chapter 36
37 chapter 37
38 chapter 38
39 chapter 39
40 chapter 40
41 chapter 41
42 chapter 42
43 chapter 43
44 chapter 44
45 chapter 45
46 chapter 46
47 chapter 47
48 chapter 48
49 chapter 49
50 chapter 50
51 chapter 51
52 chapter 52
53 chapter 53
54 chapter 54
55 chapter 55
56 chapter 56
57 chapter 57
58 chapter 58
59 chapter 59
60 chapter 60
61 chapter 61
62 chapter 62
63 chapter 63
64 chapter 64
65 chapter 65
66 chapter 66
67 chapter 67
68 chapter 68
69 chapter 69
70 chapter 70
71 chapter 71
72 chapter 72
73 chapter 73
74 chapter 74
75 chapter 75
76 chapter 76
77 chapter 77
78 chapter 78
79 chapter 79
80 chapter 80
81 chapter 81
82 chapter 82
83 chapter END
84 EXTRA PART
85 EXTRA PART Bag. 2
86 Ekstra part bag 3
Episodes

Updated 86 Episodes

1
1
2
chapter 2
3
chapter 3
4
chapter 4
5
chapter 5
6
chapter 6
7
chapter 7
8
chapter 8
9
chapter 9
10
chapter 10
11
chapter 11
12
chapter 12
13
chapter 13
14
chapter 14
15
chapter 15
16
chepter 16
17
chapter 17
18
chapter 18
19
chapter 19
20
chapter 20
21
chapter 21
22
chapter 22
23
chapter 23
24
chapter 24
25
chapter 25
26
chapter 26
27
chapter 27
28
chapter 28
29
chapter 29
30
chapter 30
31
chapter 31
32
chapter 32
33
chapter 33
34
chapter 34
35
chapter 35
36
chapter 36
37
chapter 37
38
chapter 38
39
chapter 39
40
chapter 40
41
chapter 41
42
chapter 42
43
chapter 43
44
chapter 44
45
chapter 45
46
chapter 46
47
chapter 47
48
chapter 48
49
chapter 49
50
chapter 50
51
chapter 51
52
chapter 52
53
chapter 53
54
chapter 54
55
chapter 55
56
chapter 56
57
chapter 57
58
chapter 58
59
chapter 59
60
chapter 60
61
chapter 61
62
chapter 62
63
chapter 63
64
chapter 64
65
chapter 65
66
chapter 66
67
chapter 67
68
chapter 68
69
chapter 69
70
chapter 70
71
chapter 71
72
chapter 72
73
chapter 73
74
chapter 74
75
chapter 75
76
chapter 76
77
chapter 77
78
chapter 78
79
chapter 79
80
chapter 80
81
chapter 81
82
chapter 82
83
chapter END
84
EXTRA PART
85
EXTRA PART Bag. 2
86
Ekstra part bag 3

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!