chapter 2

Aku nggak tahu apa salahku. Yang jelas, ada sesuatu yang nggak beres.

Jam kerja sudah habis. Aku melangkah menuju area loker, siap ganti baju dan pulang. Namun, lorong menuju loker tampak sepi, hanya beberapa orang saja yang belum pulang, sama sepertiku.

Aku baru saja absen ketika melihat sosok yang familiar berdiri bersandar di dinding dekat loker.

"Pak Bagas. Ngapain dia masih di sini?" tanyaku pelan pada diri sendiri.

Aku refleks melirik kanan-kiri. Kosong. Hanya dia dan aku. Dan tatapan itu—seolah dia memang sedang menungguku.

Jangan-jangan aku? Tapi, buat apa? Masa iya?

“Nindy,” panggilnya.

Jantungku berhenti sepersekian detik. “Ya, saya, Pak,” jawabku cepat, agak gugup.

“Sudah kamu buka kertas yang saya kasih tadi siang?”

Aku mengerutkan kening. “Kertas?” ucapku pelan, mencoba mengingat-ingat. Tapi, otakku nge-blank. “Maksudnya, Pak?”

Ia tak langsung menjawab. Hanya memandangku lama. Ada sesuatu di balik sorot matanya, bukan marah kecewa. Tapi, entah kenapa itu jauh lebih menyiksa.

Dadaku terasa aneh. "Kertas apa, sih? Kok aku bisa nggak tahu? Aduh, Nin. Ayo dong, ingat!” desisku dalam hati, mulai panik sendiri. Tapi, otakku buntu. Kosong.

“Baiklah, kalau begitu, saya duluan.” Suaranya datar. Ia membalikkan badan, melangkah pergi.

“Loh, kok malah pergi?” gumamku, melangkah setengah maju. Tapi, langkah itu tertahan. Aku berdiri diam, hanya menatap punggungnya menjauh.

Ada yang menggantung di udara—seperti pintu yang tertutup sebelum sempat aku ketuk. "Ah, tapi busku sebentar lagi berangkat. Gak ada waktu buat mikirin yang lain," pikirku, buru-buru masuk ke dalam loker.

Aku ganti baju secepat kilat, memasukkan seragam ke dalam lemari, lalu berlari menuju parkiran. Langit sudah mulai gelap. Udara sore mengandung aroma besi dan lelah.

"Kirain lembur, Neng," ujar si sopir.

Aku tersenyum kecil. "Biasa, Pak."

Untungnya, bus belum jalan. Aku langsung duduk di kursi paling belakang. Napasku memburu, tapi setidaknya aku tak ketinggalan. Beberapa menit kemudian, bus mulai melaju pelan, meninggalkan parkiran pabrik.

Aku melirik keluar jendela bus, tanpa ekspektasi apa pun. Tapi, di jalur parkir khusus atasan, mataku menangkap sosok yang tak asing, Pak Bagas. Punggungku berubah tegak, melihatnya dengan beberapa pertanyaan.

"Kertas? Apa beliau pernah memberikan say kertas?" Aku bergumam sendiri, masih menatapnya. Lalu, tiba-tiba pandangan kami bertemu.

Jantungku terangkat ke tenggorokan. Matanya menatapku langsung. Sekilas saja, tapi cukup membuatku salah tingkah. Aku buru-buru menunduk, berpura-pura mencari sesuatu di dalam tas.

"Aish, kenapa gue malah kayak maling begini, sih?"

"Lo kenapa, Nin?" Suara Jalu, teman satu bangkuku terdengar dekat.

"Oh, gak, kok," kilahku, lalu kembali duduk dengan tenang.

Setelah itu, Jalu tak lagi bertanya. Namun, ingatan akan tatapan Pak Bagas masih menyusup ke dalam relung hati hingga membuatku terjaga.

Sesampainya di rumah, aku mencoba mengalihkan pikiran. Mandi air hangat, lalu memakai baju tidur, setelah itu menyeduh teh manis. Akan tetapi, rasa gelisah masih menggantung di tengkuk, seperti sesuatu yang belum selesai.

"Huhuhu, sebenarnya ada apa dengan otakku? Kenapa bisa-bisanya melupakan sesuatu hal yang penting?" Aku hampir menyerah sampai terdengar suara ketukan kecil dari arah jendela depan.

Tok… tok… tok.

Aku melirik jam dinding—delapan lebih sedikit. "Siapa, sih? Ganggu banget, deh!"

Langkahku terayun malas menuju pintu depan, saat kulongok dari jendela dan menemukan siapa tamu tak diundang, aku tak bisa menahan diri untuk tak mendengkus.

"Mau dia apa, sih?"

Bayu, bujangan yang baru beberapa bulan pindah ke rumah sebelah datang dengan kaus oblong lusuh dan celana bola. Dia berdiri sambil menenteng kantong plastik. "Jangan bilang dia datang cuma mau ngasih gorengan lagi? Ouh, please, deh!" keluhku.

Pada saat aku hendak menutup tirai jendela, ternyata Bayu sudah lebih dulu menangkap keberadaanku. Sial! Mau tidak mau, akhirnya aku membuka pintu, lalu basa-basi lagi.

"Mas Bayu, ada pa, yah?" tanyaku langsung.

“Malem, Nin. Ini aku tadi habis beli gorengan banyak. Kamu mau gak?"

Tidak! Tapi, kata itu hanya bisa tersimpan rapat di dalam tenggorokan. Sudut bibirku mengulas senyum kecil. "Maaf, Mas. Saya sudah makan. Mungkin bisa diberikan ke yang lain," jawabku sopan.

“Oh, ya? Yaudah, aku taruh sini aja, ya.” Dia mencantolkan kresek itu di pagar kecil yang membatasi rumah kami, masih tersenyum seperti biasa. Namun, aku bisa lihat, matanya mengandung harap.

Aku hanya membalas dengan anggukan kecil dan senyum sopan sebelum berniat masuk ke dalam rumah. Kupikir itu akhir dari semuanya malam ini. Tapi, rupanya belum.

Baru saja aku selesai menutup pintu, dan suara Bayu kembali terdengar memanggilku di depan. "Oh my God! Bisa gak, sih, jangan ganggu aku malam ini!" jeritku tertahan.

Kupandangi pintu selama beberapa detik sebelum akhirnya berdiri dan membukanya. “Ada apa lagi ya, Mas?” tanyaku pelan.

Dia menghela napas, seperti sudah menyiapkan kalimat ini dari jauh-jauh hari. “Nindy, maaf, kalau aku ganggu malam-malam. Tapi, aku nggak bisa terus kayak gini.”

Aku menggenggam sisi pintu, mencoba menenangkan diriku sendiri. “Kayak gini gimana maksudnya?”

Dia menatapku, lurus. “Aku suka kamu," katanya langsung. Tanpa pemanis. Tanpa kelokan.

Aku tercekat. Bukan karena kaget, melainkan karena akhirnya itu diucapkan. "Mas Bayu.”

“Aku tahu kamu mungkin belum mikir ke arah sana, atau malah nggak pernah. Tapi, tiap malam aku mikir, kenapa nggak jujur aja. Biar kamu tahu. Biar aku nggak perlu nebak-nebak.”

Aku menelan ludah. Udara malam tiba-tiba terasa lebih berat dari biasanya. “Mas, aku ngerti dan aku hargai Mas udah jujur. Tapi, aku belum bisa bales. Aku belum siap buat hubungan apa pun sekarang.”

Dia terdiam.

“Aku bukan nolak karena nggak baik. Tapi, karena, ya, memang belum ada ruang di hati aku buat siapa-siapa. Belum.”

Mas Bayu menunduk, lalu mengangguk kecil. “Oke. Aku ngerti.”

Aku menatapnya, mencoba menyampaikan ketulusan lewat mata. “Aku nggak pengin Mas nunggu sia-sia. Aku juga nggak mau Mas salah paham karena keramahan aku.”

“Terima kasih udah ngomong langsung, Nin. Selamat malam,” katanya pelan.

Aku hanya mengangguk.

Setelah itu, ia mundur satu langkah, lalu berbalik menuju rumahnya. Sementara aku memilih untuk masuk kamar, bergelung di bawa selimut untuk menjemput mimpi.

"Aku harap, tidak ada drama apa pun lagi esok," kataku sebelum akhirnya menutup mata.

***

Keesokan paginya, aku berangkat kerja naik bus seperti biasa. Mata masih berat, tapi aku berusaha fokus.

Begitu sampai pabrik, ganti baju di loker, aku masuk hall. Aroma nasi goreng dan telor dadar di kantin benar-benar menggoda iman. Aku ikut antre, berdiri di barisan belakang sambil melihat layar ponsel.

“Nindy.”

Suara itu membuatku menoleh.

Pak Bagas berdiri di belakangku. Matanya menatap datar, tapi ada sesuatu yang tak bisa kusebutkan di sana—semacam isyarat yang belum selesai. Aku diam. Jantungku langsung siaga.

“Apa kamu sudah menemukan kertasnya?” tanyanya, pelan.

Aku meringis, lalu menggeleng pelan. “Belum, Pak. Maaf."

Dia menatapku lama, lalu berkata pelan, nyaris seperti bisikan, “Kadang yang penting itu tersembunyi di tempat yang nggak kita kira. Jangan abaikan yang kecil!"

Sebelum aku sempat bertanya, dia sudah melangkah ke depan, mengambil piring nasi goreng, lalu duduk jauh di ujung.

Aku masih berdiri di antrean. Tapi, pikiranku sudah berkelana ke mana-mana. Kertas itu di mana, sih?

Terpopuler

Comments

~°•●Dee_K●•°~

~°•●Dee_K●•°~

hadir kk. semangat💪💪

2021-08-17

1

Dinda Kharisma

Dinda Kharisma

jadi ingat pas masih kerja d pabrik ... kehudupan yg keras d perantaun ...kerja apapun d lakonin yv oenting halal...kawasan ejip lippo cukarang jd saksi bisu perjuangan ljka liku hidupku...
nindy semangat

2021-08-13

2

kimtae

kimtae

up

semangat yah kak buat lanjutin karyanya. aku akan memberikan like ...vote ....dan dukungan untuk kakak.

2021-08-01

3

lihat semua
Episodes
1 1
2 chapter 2
3 chapter 3
4 chapter 4
5 chapter 5
6 chapter 6
7 chapter 7
8 chapter 8
9 chapter 9
10 chapter 10
11 chapter 11
12 chapter 12
13 chapter 13
14 chapter 14
15 chapter 15
16 chepter 16
17 chapter 17
18 chapter 18
19 chapter 19
20 chapter 20
21 chapter 21
22 chapter 22
23 chapter 23
24 chapter 24
25 chapter 25
26 chapter 26
27 chapter 27
28 chapter 28
29 chapter 29
30 chapter 30
31 chapter 31
32 chapter 32
33 chapter 33
34 chapter 34
35 chapter 35
36 chapter 36
37 chapter 37
38 chapter 38
39 chapter 39
40 chapter 40
41 chapter 41
42 chapter 42
43 chapter 43
44 chapter 44
45 chapter 45
46 chapter 46
47 chapter 47
48 chapter 48
49 chapter 49
50 chapter 50
51 chapter 51
52 chapter 52
53 chapter 53
54 chapter 54
55 chapter 55
56 chapter 56
57 chapter 57
58 chapter 58
59 chapter 59
60 chapter 60
61 chapter 61
62 chapter 62
63 chapter 63
64 chapter 64
65 chapter 65
66 chapter 66
67 chapter 67
68 chapter 68
69 chapter 69
70 chapter 70
71 chapter 71
72 chapter 72
73 chapter 73
74 chapter 74
75 chapter 75
76 chapter 76
77 chapter 77
78 chapter 78
79 chapter 79
80 chapter 80
81 chapter 81
82 chapter 82
83 chapter END
84 EXTRA PART
85 EXTRA PART Bag. 2
86 Ekstra part bag 3
Episodes

Updated 86 Episodes

1
1
2
chapter 2
3
chapter 3
4
chapter 4
5
chapter 5
6
chapter 6
7
chapter 7
8
chapter 8
9
chapter 9
10
chapter 10
11
chapter 11
12
chapter 12
13
chapter 13
14
chapter 14
15
chapter 15
16
chepter 16
17
chapter 17
18
chapter 18
19
chapter 19
20
chapter 20
21
chapter 21
22
chapter 22
23
chapter 23
24
chapter 24
25
chapter 25
26
chapter 26
27
chapter 27
28
chapter 28
29
chapter 29
30
chapter 30
31
chapter 31
32
chapter 32
33
chapter 33
34
chapter 34
35
chapter 35
36
chapter 36
37
chapter 37
38
chapter 38
39
chapter 39
40
chapter 40
41
chapter 41
42
chapter 42
43
chapter 43
44
chapter 44
45
chapter 45
46
chapter 46
47
chapter 47
48
chapter 48
49
chapter 49
50
chapter 50
51
chapter 51
52
chapter 52
53
chapter 53
54
chapter 54
55
chapter 55
56
chapter 56
57
chapter 57
58
chapter 58
59
chapter 59
60
chapter 60
61
chapter 61
62
chapter 62
63
chapter 63
64
chapter 64
65
chapter 65
66
chapter 66
67
chapter 67
68
chapter 68
69
chapter 69
70
chapter 70
71
chapter 71
72
chapter 72
73
chapter 73
74
chapter 74
75
chapter 75
76
chapter 76
77
chapter 77
78
chapter 78
79
chapter 79
80
chapter 80
81
chapter 81
82
chapter 82
83
chapter END
84
EXTRA PART
85
EXTRA PART Bag. 2
86
Ekstra part bag 3

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!