Muara Hati
Bulan tampak menggantung di langit malam yang cerah hari ini, seolah tersenyum meski balutan cahayanya belum sempurna.
Via duduk di balkon kamarnya sembari memetik gitar, menyanyikan lagu lama dari Peterpan.
Waktu terasa semakin berlalu
tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
'Tuk hapuskan rasa sepi di hati
Salah satu lagu yang menurut Via paling asik dinyanyikan dengan gitarnya saat diri butuh asupan energi agar bisa lebih bersemangat.
Di dalam kamar, di atas meja belajarnya, laptopnya masih menyala, semula ia memang sedang mengerjakan tugas kuliah, tapi tiba-tiba malas menyerang dan walhasil Via menjadikan gitarnya sebagai pelampiasan.
Gadis manis dengan rambut panjang yang selalu di kuncir kuda itu tampak menikmati setiap petikan gitarnya, menyanyi dengan sepenuh hati seolah tengah disaksikan rimbun daun pohon Mangga yang tepat di depan balkon kamarnya.
"Non... Non Via."
Tiba-tiba terdengar suara Mbok Nah dari luar kamar, Via hanya melongok ke dalam kamar sembari berteriak...
"Engga di kunci Mboook..."
Tak lama pintu kamar dibuka, Mbok Nah muncul dengan nampan berisi sepiring kecil potongan buah apel dan pir.
"Katanya mau belajar."
Kata Mbok Nah sambil meletakkan piring potongan buahnya di atas meja belajar dekat laptop yang masih menyala.
"Otaknya ruwet Mbok, jadi nyari hiburan dulu."
Via nyengir.
"Hmm Non ini, nyari hiburan sambil duduk di balkon malam-malam begini yang ada masuk angin."
Kata Mbok Nah.
"Hihihi..."
Via cekikikan, lalu masuk ke dalam kamar sambil memeluk gitarnya.
"Ayah belum pulang yah Mbok?"
Tanya Via sambil meletakkan gitarnya di atas tempat tidur, lalu mencomot satu potong buah pir dan melahapnya.
"Paling lusa baru pulang, biasanya kalau ke Bali kan agak lama."
Jawab Mbok Nah.
Via mantuk-mantuk.
"Besok Via kuliah siang, Mbok Nah ada jadwal belanja ke pasar ngga? Apa ke mall saja yuk."
Ajak Via.
Mbok Nah menggeleng cepat.
"Malas Non kalau belanja di mall. Enak di pasar bisa nawar. Non mau ikut?"
Mbok Nah iseng bertanya.
Via duduk di kursi belajar dan mencomot satu potong pir lagi.
"Ngg..."
Via seperti mempertimbangkan. Lalu...
"Boleh deh, Via lagi pengen makan nasi Brongkos dekat pasar Mbok, yang biasa Mbok beliin, enak itu."
Kata Via.
Mbok Nah mengangguk.
"Ya sudah, teruskan belajarnya, biar bisa cepat tidur, jadi besok tidak kesiangan ke pasarnya."
Mbok Nah menepuk bahu Via.
Gadis manis itu mengacungkan ibu jarinya.
"Siap Mbok."
Mbok Nah tersenyum.
Tak terasa sudah dua puluh tahun Mbok Nah mendampingi Via, dari pertama ia lahir hingga akhirnya sekarang menjadi gadis yang begitu manis.
Di usianya yang menginjak dua puluh tahun, Via sudah mengalami banyak hal yang tidak mengenakkan. Orangtuanya yang bercerai saat Via berusia lima belas tahun, menjadi rebutan orangtuanya sampai akhirnya di usir dari rumah Ibunya oleh laki-laki yang menikahi sang Ibu.
Via yang semula memilih tinggal dengan Ibunya di Jakarta karena Ayah terlalu sibuk dengan pekerjaannya, akhirnya memutuskan tinggal bersama sang Ayah yang pindah ke Jogja dan tinggal bersama Ayah hingga saat ini.
"Tak apa ngga ada Ibu, yang penting ada Mbok Nah kan?"
Begitu Via menghibur diri sendiri.
**--------**
Pagi jelang jam enam, Via memanaskan motor jadul milik Ayahnya yang sesekali ia suka pakai jika ingin jalan-jalan sekitar Jogja. Motor bebek warna merah yang tanpa variasi tambahan itu masih cukup bagus karena Ayah Via memang pandai merawat kendaraan miliknya.
Bahkan dua mobil di garasi mereka juga adalah mobil keluaran tahun lama, yang satu sedan warna abu-abu yang jika suka nonton film era Bang Rano Karno pasti sering melihat sedan itu dan yang satu lagi mobil jeep yang juga keluaran tahun lama berwarna kuning.
"Mboook... Sudah siap nih."
Via berteriak dari arah halaman.
Mbok Nah tergesa-gesa keluar dari pintu samping pagar lalu mengancing pintu dan segera menghampiri nona mudanya.
Mbok Nah siap dengan tas belanjanya.
Via naik ke atas motor, Mbok Nah duduk menyamping di boncengan.
"Ngebut apa pelan-pelan nih Mbok?"
Tanya Via.
Mbok Nah menepuk punggung nona nya.
"Jangan ngebut Non, nanti Mbok Nah jantungan lagi."
Kata Mbok Nah yang kapok diboncengkan Via saat pergi ke Pasar Beringharjo malam hari karena nona mudanya ingin makan di luar rumah.
Via tertawa kecil, lalu menstarter motornya.
Seorang tetangga rumah yang baru keluar dari pagar rumahnya menyapa Via.
"Lha pagi-pagi sudah motor-motoran to."
"Hehe... Motor beneran kok Bu Jaya, monggo Bu, mau ke pasar dulu."
Kata Via ramah.
Via memang manis. Bukan hanya wajahnya, namun juga kepribadiannya. Ia bukan hanya murah senyum pada semua orang, namun juga santun.
Hanya saja, Via tak begitu senang bergaul di luar rumah, terutama sejak kedua orangtuanya bercerai. Ia lebih senang menikmati hari-harinya di dalam rumah. Bermain gitar atau sekedar membaca buku sambil mendengarkan musik-musik favoritnya.
Hanya sesekali saja Via keluar rumah untuk pergi kuliah dan jalan-jalan. Kadang ke alun-alun, atau ke pasar Beringharjo. Ada kalanya ia juga nonton film ke bioskop, tapi jarang sekali ia melakukannya dengan teman-temannya.
Orang bilang Via itu introver, dan mungkin itu ada benarnya.
Meski Via bukan tipe pemalu dan anti sosial, Via hanyalah penikmat kesendirian.
Ia ramah tapi tak senang terlalu bercampur dengan orang lain. Meskipun sempat ikut band, ia tetap bukan orang yang memiliki teman banyak.
Aneh memang, tapi begitulah adanya. Mungin benar Via adalah satu dari sekian manusia yang memiliki pribadi yang unik. Begitu kira-kira.
Via memarkirkan motornya di parkiran pasar. Lalu mengawal Mbok Nah masuk ke dalam pasar tradisional yang konon sudah berdiri dari tahun 1809 itu.
Dulunya di sana lebih terkenal dengan pasar burung, bahkan turis manca negara sering menyebutnya dengan Bird Market karena sejak tahun 1960 memang hampir semua pedagang Burung kumpul di sana.
Sebagai orang jawa, burung juga termasuk tolak ukur kesuksesan seorang laki-laki, dimana laki-laki Jawa itu harus memiliki lima macam kepemilikan jika ingin dikatakan sukses. Lima hal itu adalah, rumah, isteri, kuda, keris dan yang terakhir burung.
"Non Via mau makan apa nanti siang?"
Tanya Mbok Nah.
"Tumis kangkung saja Mbok, sama tempe goreng dan ayam goreng."
Jawab Via.
Mbok Nah kemudian berjalan ke arah pedagang sayur dimana di sana menyediakan macam-macam sayuran, dari Bayam, Kangkung sampai sawi.
Setelah sibuk memilih beberapa macam sayuran untuk di masak siang nanti dan sampai tiga hari ke depan, Mbok Nah kemudian menuju pedagang tempe.
"Mas Bayu, tumbas tempe."
Kata Mbok Nah.
Seorang pemuda yang wajahnya cukup tampan yang semula sedang sibuk menyusun tong kayu bekas wadah tempe, tampak tersenyum ramah menyambut Mbok Nah.
"Eh Mbok Nah, nggih Mbok, tumbas pinten Mbok?"
Via yang berdiri di sebelah Mbok Nah tampak memperhatikan Bayu yang kemudian memilihkan tempe untuk Mbok Nah.
"Putrine to Mbok?"
Tiba-tiba Bos tempe berperawakan besar namun wajahnya ramah itu muncul dari arah belakang Via dan Mbok Nah.
Sepertinya Bapak itu baru datang dari rumah.
"Eh Pak Dulah,"
Mbok Nah menyapa.
"Kasih imbuhan Yu,"
Kata Pak Dulah kepada Bayu.
Bayu menurut menambahkan satu papan tempe untuk Mbok Nah.
"Ini anak majikan, lagi mau mengantar Mbok belanja."
Mbok Nah memperkenalkan Via pada Pak Dulah yang mengangguk.
"Cah ayu mau pergi ke pasar yo jarang-jarang sekarang."
Pak Dulah dan Mbok Nah terkekeh.
Bayu sejenak mencuri pandang pada Via yang hanya tersenyum tipis saja dibilang ayu.
Hmm... Memang ayu kok. Batin Bayu.
**-----------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Lila Anggraini
yuk kita ikutin deh kisah via n bayu
2022-09-04
0
kanaya
haloo thoor
q mampir
2022-07-14
1
༺❥ⁿᵃᵃꨄ۵᭄
mampir lg nih thor
2022-04-15
1