“Lelahnya.” Key menghempaskan tubuh ke kursi. Menaikan kakinya lalu meluruskan punggung, sambil memijatnya perlahan. Hembusan nafasnya terdengar sangat lembut dan teratur. Basma menoleh dan tersenyum sebelum berjalan menuju dapur membawa belanjaan.
Selepas makan di saung desa tadi, mereka mampir ke pasar untuk membeli bahan-bahan siomay. Ikan giling, udang giling, dan ayam giling. Rumput laut, daun bawang, telur puyuh, beef, terigu, dan sagu. Lengkap semua.
“Mbak istirahat sebentar aja, lumayan kan setengah jam. Biar aku yang bereskan semua belanjaan.”
“Benar tidak apa-apa?” Key masih memejamkan mata.
“Ia mbak. Atau Mbak tidak usah kerja aja, biar aku yang gantikan.” Sambil memilah kantong plastik, dan memisahkan satu persatu sebelum masuk ke dalam kulkas.
“Hus mana bisa begitu. Pak Samuel bisa marah kalau aku seenaknya bekerja. Tidak apa-apa, dia sudah sangat baik selama ini. Ya sudah, aku tidur sebentar. Bangunkan ya.”
“ Oke.” Basma dengan cekatan melakukan apa yang harus ia lakukan dengan semua bahan-bahan siomay itu.
Basma menghentikan langkahnya saat kembali dari kamar untuk berganti pakaian. Mendapati wajah Key yang pulas. Dia membungkukkan badan, lalu duduk tepat di samping sofa. Mengamati dengan seksama setiap garis wajah itu. Tangannya terangkat, perlahan, nyaris menyentuh pipi saat Key menggeliat dan bergumam. Basma tersentak kaget dan mendekap mulutnya. Melihat tangannya dengan gemas. Bagaimana kau bisa sebodoh itu makinya dengan mulut terbuka namun tidak ada suara. Ia memandang wajah Key lagi. Ia hanya duduk dan memandang wajah itu, lama.
Keysha Andini, gadis ini berusia 23 tahun. Pekerja keras. Hidupnya ia dedikasikan untuk bekerja mengumpulkan uang. Cita-citanya sederhana. Adiknya kuliah di universitas ternama, bekerja di perusahaan besar. Gaji dan penghasilan yang bisa menjamin kehidupan. Dia mengesampingkan dirinya. Kuliah. Pekerjaan yang nyaman dan berkelas. Dia lupa semua hal tentang dirinya.
Mimpinya adalah Basma. Hidupnya adalah Basma. Lekat Basma memandang wajah itu. Satu-satunya yang berharga dalam hidupnya, yang tidak akan ia tawar dengan apa pun. Tiba-tiba mata itu terbuka. Dia terlonjak. Tubuhnya terduduk. Wajahnya merah padam.
“Bas?”
“Ah, aku baru saja mau membangunkan mu mbak. Sudah mau jam empat,” katanya cepat. Ia buru-buru balik badan dan tidak menoleh lagi. Berjalan cepat ke arah dapur.
Sementara Key bergumam sendiri.“ Kenapa lagi anak itu.” Sambil mengibaskan kepala, mengucek mata dan mengumpulkan energi. “Semangat Key, semangat, semangat!” berteriak mengusir lelah, dia melompat dari kursi dan bergegas ke kamar mandi.
“Mbak berangkat ya. Kalau kamu capek, istirahat dulu baru buat Siomaynya. Jangan memaksakan diri.”
“Ia Mbak,“ menjawab tanpa menoleh.
“Makan malam juga ya. Mbak, makan di minimarket nanti. Tidak usah jemput, Mbak naik angkot nanti.” Key sudah memasukan kotak bekal ke dalam tasnya.
“Ia Mbak.” Sibuk dengan pekerjaannya.
“Ya udah, pergi dulu ya.”
“Ia Mbak.” Masih tidak menoleh.
Key keluar pintu sambil bergumam lagi. “Kenapa Basma itu. Bahkan menoleh pun tidak, cuma ia Mbak, ia Mbak aja. Ah, sudahlah.” Ringan ia melangkahkan kaki. Lelahnya seperti telah menguap pergi. Dia menyapa tetangga yang kebetulan ditemuinya. Ya, ia dan Basma kembali ke rumah mendiang orangtua mereka. Semua perkakas pengolahan roti memang dijual, namun tidak dengan rumah. Inilah satu-satunya warisan dan peninggalan orang tuanya. Hasil penjualan semuanya ditambah tabungan orangtua mereka ia bisa pakai menjadi modal jualan siomay dan membeli foodtruck.
...***...
Malam semakin berputar. Setiap detakan jam yang tak pernah berpihak itu menunjuk pukul delapan. Beberapa orang masih datang berbelanja. Lokasi minimarket ini strategis. Walaupun ada minimarket waralaba di sebrang jalan, namun masuk area perumahan elit Grand Land Residen, membuat orang dari luar tidak dengan mudah bisa masuk ke gerbang utama perumahan. Pelanggan mereka kebanyakan penghuni perumahan. Dua orang gadis masuk. Kalau dilihat seumuran dengan dirinya. Sambil tertawa membicarakan tentang nama seorang laki-laki. Dosen mereka yang ganteng dan baik. Begitu yang dipahami Key. Key menggigit bibirnya, mahasiswa ya. Enak sekali hidup kalian batin Key.
“Ini aja Mbak?” tanyanya.
“Ia. Berapa Dek?” Key tersenyum. Mungkin karena dia terlihat masih muda.
“159 ribu Mbak.”
Dia mengeluarkan dua lembar uang seratus ribu. Key menyerahkan struk dan kembalian. Mereka berdua berlalu. Masih terus mengobrol. Key hanya memandang mereka sampai mereka hilang berbelok. Malam semakin larut. Diluar masih ramai. Motor dan juga mobil tidak berhenti lalu lalang. Semua orang punya cara sendiri menghabiskan waktu mereka. Mang Pandi, penjual pecel lele dan ayam goreng di depan minimarket terlihat masih ramai. Masih ada beberapa motor yang berhenti. Key, cukup senang, karena keberadaan pecel lele di depan minimarket membuatnya merasa lebih aman.
Key duduk. Melamun, terkadang dia merasa pekerjaan ini cukup melelahkan. Namun gaji yang diperolehnya cukup besar. Membuatnya tetap bertahan. Wajah Basma melintas. Dialah alasan untuknya sekuat karang.
Sebuah mobil berhenti di tempat parkir. Key bisa melihat seorang pria keluar dari mobil. Dia berjalan menuju pintu, dan Key melihatnya masuk.
“Selamat datang,” sapanya ramah.
Laki-laki itu malah terdiam sebentar. Dia memandang Key lekat. Key jadi merasa bingung.
“Selamat malam Kak, bisa dibantu?”
“Key Imoet, pedagang siomay di Central Park.” Kenapa banyak sekali orang yang memangilnya Key imoet.
Dengan ejaan o dan juga e, bukan u. Dia hanya tersenyum. “ Benarkan, Key pedagang siomay Cental Park,” ulangnya, karena tidak mendapat jawaban tadi.
“Haha, ia Kak. Kakak pelanggan siomay baru ya. Maaf, Key, belum terlalu hafal wajah Kakak. Maaf ya.”
Laki-laki yang baru datang itu berjalan mendekati kasir. “Haha, aku belum pernah makan siomaynya Key kok. Jadi kita memang baru bertemu pertama kalinya sekarang.”
“Benarkah? Hari ini memang agak aneh, dari tadi siang banyak sekali pelanggan baru yang datang ke gerai kuliner. Mereka manggil-manggil Key imoet segala, bahkan ada yang nembak Key juga.” Tersipu malu. Laki-laki itu tertawa.
“Viral lho di media sosial. Gambar Key ada di mana-mana?”
“Maksudnya Kak. Aduh Key kurang update sama media sosial. Key bahkan tidak ada sosmed. Ah, Key kok jadi melantur. Silahkan Kak, kalau mau diteruskan belanjanya.”
Lali-laki itu hanya bergumam. Merasa agak bingung saat bilang bahwa Key bahkan tidak punya sosial media. Zaman sekarang, mana ada manusia yang tidak punya sosial media.
Sepertinya ada, ya dia yang dengan polosnya tertawa di hadapanku. Batin laki-laki itu. Ia mengambil beberapa botol minuman lalu kembali ke kasir. Melihat Key lebih dekat. Key mundur, beberapa langkah karena tiba-tiba merasa takut.
Ada apa ini, siapa dia, kok sok akrab. Key berusaha tetap tenang. walaupun jujur ia dihantui cemas.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Tamao Mirai
haha..
2025-03-13
0
Rita
Anjas atau Bian?
2024-08-03
0
Sweet Girl
apa bukan adik kandungnya...???🤔
sepertinya Bas mencintai Key.
2023-01-05
2