“Sampah!” Wajahnya berubah masam. Sambil dilemparkannya hp ke atas meja. Namun anehnya dia tetap tampan walau sedang kesal. Pemuda itu adalah Bian, seorang CEO mall terbesar di kota ini. Entah apa yang membuat suasana hatinya jadi berkabut.
“Kenapa? “ Pria yang baru saja masuk mendekat ke meja dan meraih hp. Dia Anjas, sekretaris pribadi yang umurnya terpaut lima tahun darinya. “Ahh, Key imoet siomay Central Park, kamu melihatnya juga, baru tadi pagi di share sudah menjadi viral di internet.”
“Sampah. Siapa saja bisa jadi terkenal sekarang.” Nada bicaranya sinis. Menghakimi.
“Kenapa? Dia memang cantik, imut juga kan, tipe kamu sekali.”
“Omong kosong. Aku sudah pernah bertemu wanita sampah yang bermodal wajah untuk meraih kepopuleran.” Ia menatap keluar melalui dinding-dinding kaca ruangannya. Mencoba memendam kebencian yang teramat sangat. Anjas paham siapa yang ia bicarakan. “Kak, apa ayahku masih mencarinya?” tanyanya datar. Tidak memalingkan wajah, berusaha mengubur kebencian. Berusaha tidak mengingat kenangan menyedihkan.
“Ya,” singkat Anjas menjawab.
“Sudah kuduga. Sampai mati dia pasti tidak akan menyerah. Sungguh menyedihkan.” Lagi-lagi kata-katanya syarat akan dendam.
“Bi, menurutku kalau kau sudah jatuh cinta dan menemukan cintamu nanti, aku rasa kau akan bisa memahami perasaan ketua.”
“Omong kosong!” Ketus.
“Haha, baiklah, baiklah. Ini.” Katanya menyudahi perdebatan. Diserahkannya map berwarna coklat. “Masih ada kendala beberapa keluarga yang belum sepakat dengan harga yang diajukan perusahan. Aku akan menangani secepatnya, kau periksa detail desain dari para pengembang. Ada beberapa yang kurasa tidak sesuai dengan seleramu.”
“Baiklah.”
“Aku pergi dulu. Mau makan siomay Central Park, siapa tahu bisa membuat kepalamu dingin.”
“Pergi sana!” Dengan kesal dilemparkan pena di atas meja. Anjas keluar ruangan meninggalkan tawa.
“Oh ya satu lagi.” Wajahnya kembali muncul di pintu.
“Apa!” Marah.
"Bisakah kau angkat telepon dari pacarmu. Dia sudah meneleponku sepuluh kali lebih hanya sampai siang ini, kau mengacuhkan teleponnya, tidak membalas pesannya. Bagaimanapun dia kan pacarmu. Aku masih bisa bersabar sampai titik ini. Tapi...”
“Malas,” memotong pembicaraan seenaknya.
“Bian tolonglah.” Memelas.
“Pergi sana. Dia tipemu kan, tinggi semampai dan berambut panjang.”
“Kalau kau, mau kucarikan nomor telpon Key imoet.”
“Kau mau mati Kak.” Pria itu langsung menutup pintu sambil tertawa.
“Aku bisa mampir ke Central Park kalau mau.” Katanya cengengesan. Membuka pintu lagi, membuat Bian benar-benar geram.
“Pergi Kak, sebelum aku membunuhmu.” Tawa Anjas masih bisa terdengar. Tapi ia benar-benar pergi sekarang. Bian termangu sendiri. Ingatannya kembali berlarian di masa lalu. Dan tanpa sadar ia kembali ke hari itu.
...***...
“Wanita perusak rumah tangga. Jangan pernah jadi seperti ayahmu Bi. Dia memilih mencintai wanita lain dan bukan istri yang sudah melahirkan anaknya. Jangan jadi seperti ayahmu Bi.”
Bian hanya mengangguk. Menyaksikan ibunya menangis.
“Jangan pernah tertipu dengan kecantikan seorang wanita. Apalagi wanita yang menggunakan kecantikannya untuk merebut suami orang. Untuk mendapatkan uang dan hidup dengan nyaman. Bian, kamu dengar itu.”
Bian hanya mengangguk.
“Ibu benar-benar membenci wanita itu. Kamu juga harus membencinya. Kamu dengar, hanya kamu satu-satunya putra Adiguna Sanjaya. Tidak ada yang lain. Hanya kamu satu-satunya ahli waris Adiguna Grup. Ingat itu baik-baik. Kamu dengar Bi. Sampai kapan pun kamu akan selalu ada untuk ibu kan?.”
Bian mengangguk.
Hidupnya tumbuh dibumbui oleh rasa benci. Ibunya yang malang dan perlu dikasihani. Ayahnya yang harus dibenci. Kak Anjas sering mengatakan, kalau ia telah jatuh cinta suatu hari nanti, ia akan bisa tahu, bagaimana perasaan ayahnya. Cih, aku tak pernah ingin jadi seperti laki-laki itu. Batinnya kesal.
“Kenapa aku ini.” Bian menggerutu. Diambilnya amplop coklat yang tadi diserahkan Anjas padanya. Ada lima perusaan yang akan memperebutkan tender pembangunan Grand Mall, semua menyerahkan konsep desain awal dengan terperinci. Berusaha memenangkan tender besar. “Ahh, kenapa aku jadi kesal. ” Dihempaskan begitu saja berkas-berkas. Ia berdiri dan keluar dari ruangan. Sekretaris cantik yang ada di depan pintu berdiri.
“Saya ada urusan pribadi di luar. Mungkin nanti saya akan kembali lagi,” ujarnya sambil berlalu.
“Baik Pak.” Mengangguk sopan sampai Bian menghilang dari pandangan.
Bian keluar dari gedung menuju parkiran. Satpam kantor menyambut dengan hormat.
“Mau keluar Pak? “ tanyanya sopan. Bian hanya mengangguk. Diserahkannya kunci mobil.
“Bisa ambilkan mobil.”
“Baik Pak.”
Tidak lama, mobilnya sudah datang. Satpam kantor keluar sambil membukakan pintu. “Terimakasih.” Ucap Bian sekenanya.
“Sama-sama Pak.” Ia menunduk hormat, sampai mobil Bian keluar dari area kantor. Lalu ia kembali menuju pos jaga. Siang semakin panas.
Tidak ada tempat yang ingin ia datangi, ia menyetir mobilnya mengikuti arus kendaraan. Ia terlonjak mendengar bunyi hpya. Dilihatnya sekilas. Gadis pengganggu memanggil. Itu semakin membuat moodnya bertambah buruk saja.
Dilemparkanya hp ke kursi belakang. Benda tak berdosa itu berhenti bergetar. Dengan sebal ia menghidupkan radio mobil. Terdengar penyiar bicara banyak sekali, lalu ia mulai memainkan musik. Sebuah lagu memenuhi udara. Mengusir entah perasaan apa di hatinya.
Bian memilih membawa mobilnya memasuki sebuah rumah makan. Tidak terlalu besar. Namun suasananya tampak nyaman dan teduh. Sebenarnya sebelum ini mobilnya melaju di jl Rasunan, hingga sampailah dia di Cental Park. Taman kuliner itu ramai. Deretan gerobak makanan beraneka warna dan model.
Ratusan kursi yang berjajar rapi. Dan juga pengunjung yang lumayan cukup banyak. Dia tidak menghentikan mobilnya, hanya berjalan lambat.
“Jadi itu pedagang siomay yang sedang jadi viral di internet. Imut dari mananya.” Dia mendengus lalu melajukan mobilnya cepat. Perempuan berpakaian mini yang sedang ia lihat tengah sibuk melayani pembeli.
Dan setelah kecewa karena merasa membuang-buang waktunya yang berharga. Bian berakhir di restoran ini. Bebek Bakar Khas Gubuk Desa nama restorannya.
“Selamat siang Mas! Berapa orang,” tanya pelayan di pintu masuk ramah.
“Satu orang.”
“Mas mau lesehan apa duduk di kursi?“ tanya pelayan kembali dengan ramah. Duh, ganteng banget si mas ini. Batin pelayan wanita itu.
“Lesehan, tidak apa-apa kan, walaupun cuma satu orang?”
“Boleh Mas. Tidak apa-apa. Buat Mas ganteng apa yang tidak boleh,” katanya sambil senyum termanis. Bian hanya membalasnya sambil tertawa. Namun ia malas meladeni. Saat sudah sampai di tempat duduknya, dia dipersilahkan. Dan diberi menu. “Silahkan Mas.” Pelayan itu menunggu.
“Bisa saya pilih menunya dulu?”
“Oh baik Mas. Nanti saya datang lagi.” Ucapnya kecewa. Padahal dia ingin berlama-lama, paling tidak sedikit mengobrol dan melihat pelanggannya yang tampan. Lalu ia beranjak pergi. Senyum di bibir Bian menghilang, saat pelayan itu beranjak dari mejanya.
“Menyebalkan,” ucapnya lirih yang hanya terdengar olehnya.
Dia menoleh saat mendengar suara menuju ke arahnya. Dua pasang muda-mudi berjalan beriringan di belakang pelayan yang mengantarnya. Mengambil tempat tepat di saung sebelahnya. Dia tak acuh, kembali melihat menu.
Dari saung di sebelahnya terdengar
“Aku boleh pesan sesukaku kan?” kata si anak laki-laki manja. “Bebek bakar pedas sama udang goreng tempura. Bolehkan Mbak?”
“Boleh. Hari ini Bas boleh makan apa saja,” ujar si anak perempuan.
“Hore.” Seperti anak kecil bersorak.
Mereka dengan cepat memesan dua porsi nasi, udang tempura dan dua bebek bakar pedas, serta lalapan, dan dua gelas jus mix jambu dan sirsak. Sementara si anak laki-laki manja itu terus bercerita. Tentang soal-soal ujian terakhirnya di sekolah. Tentang temannya yang tadi ketahuan mencontek, tentang guru bernama Bu Maryam yang super baik, banyak membantunya, memberi materi-materi soal padanya karena dia ikut klub matematika di mana Bu Maryam sebagai pembimbing. Dan si wanita itu pun mendengarkan dengan antusias. Menimpali sesekali. Dan tertawa dengan riang. Suaranya terdengar manis.
Cih. Bian mendengus. Kenapa dia berfikir kalau suaranya manis. Kenapa juga dia harus di dekat remaja yang sedang kasmaran.
Saat pelayan datang untuk mencatat pesanannya, tanpa sadar ia menyebut menu yang sama dengan saung sebelahnya. Udang tempura, bebek bakar pedas, lalapan dan juga jus mix jambu dan sirsak. Setelah pelayan itu pergi ia baru menyadari. Menggerutu tidak percaya. Hari ini aku benar-benar aneh pikirnya
Telinganya kembali mendengarkan, pembicaraan di saung sebelah.
“Hari ini dagangan Mbak laris ya? Tadi aku datang ramai sekali.”
“Ia. Mbak juga bingung, hari ini ramai. Para pedagang yang lain juga bersorak-sorak tadi. Bikin susana tambah ramai aja.”
“ Ada yang nembak lagi?” Nada suaranya terdengar marah dan kesal. Bocah itu pasti sedang cemburu batin Bian. Dasar anak-anak.
“Haha.” Si wanita tertawa. “Kamu tahu kan mereka cuma melakukan itu buat lucu-lucuan. Sudahlah tidak usah ditanggapi.”
"Apanya yang lucu.”
“Sudahlah. Mbak hanya jualan saya, tidak terlalu perduli dengan hal semacam itu.” Suaranya lembut dan meyakinkan.
“Tapi Bas tetap tidak suka.” Anak laki-laki mengatakannya dengan ketus.
“Ahhh, Basma memang yang paling sayang sama Mbak.”
Cih, apa-apaan mereka. Dasar anak muda jaman sekarang. Pesanan datang secara bersamaan. Bian menoleh, memperhatikan pasangan muda mudi itu. Dia hanya bisa melihat anak laki-lakinya, sementara wajah yang wanita membelakanginya. Hanya punggung dan rambutnya yang tampak.
“Apa dia pacaran sama berondong.” Bian mendengus, kesal sendiri tanpa alasan. Ia menyantap makanannya. Sambil mencari hpnya di saku jasnya. Ah, ia menggerutu lagi. Ingat ia melemparkan hp di kursi mobil. Ia menghabiskan makannya sambil mendengarkan adegan drama di saung sebelah. Mereka makan sambil mengobrol. Pria itu terlihat bahagia dari senyum dan tawa yang terdengar lepas. Ah, anak muda yang tampan batin Bian. Tapi menyedihkan, bagaimana bisa dia pacaran dengan perempuan yang lebih tua darinya. Minta ditraktir pula. Kalau bahkan belum bisa mencari uang berani-beraninya pacaran. Ternyata banyak sampah di dunia ini. Orang-orang yang begitu mudahnya mendapat kenyamanan hanya karena wajah mereka. Lagi-lagi Bian mengambil kesimpulan semaunya.
Bian selesai lebih dahulu dari mereka. Dia pun pergi menuju kasir dan membayar makanannya. Dari jauh dia menoleh ke arah saung muda-mudi tadi. Wanita itu masih bicara. Bian melengos, dan pergi. Ia bahkan tidak tahu, apa makanan yang ia makan tadi enak atau tidak.
Pemuda yang kesal tanpa tahu penyebabnya itu adalah Bian Nugara. Putra tunggal dan pangeran di kerajaan bisnis Adiguna.
Selalu bersikap baik pada keadaan apa pun. Banyak mata yang akan memperhatikanmu, menilai semua tingkah lakumu dan mengoreksi sekecil apa pun kesalahanmu. Apa pun yang kamu lakukan, perbuatan dan keputusan apa yang akan kamu pilih akan menjadi sorotan publik. Karena apa pun itu, akan mempengaruhi banyak orang. Di usiamu yang masih muda, jangan pernah menunjukan kelemahan dan ketidakberdayaanmu.
Selalu tersenyum, walaupun hatimu sedang marah. Cakaplah dalam mengambil keputusan. Jangan pernah menunjukan kelemahanmu di hadapan orang lain. Walaupun kamu tidak menyukai apa yang ada di hadapanmu, simpanlah itu sendiri. Biarkan hanya yang baik saja yang dilihat orang. Seperti itulah ia hidup. Bagaimana ia belajar memerankan dirinya selama ini. Ia biasanya bisa dengan baik mengontrol pikirannya. Namun entah kenapa, foto viral di internet yang ia lihat pagi tadi benar-benar membuatnya berfikir dan bersikap tidak seperti biasanya.
Bersambung....
Aku suka kesalahpahaman... haha
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Mariana
salah sasaran /Scream/
2024-11-06
0
Rita
salah orang
2024-08-03
0
Mery Andriayani
Bian... 🤔💭
2023-10-25
2