Semenjak kejadian terong burik, ene'ng tidak mau lagi kerumah bu romlah. Walaupun bu romlah sudah memaafkan. Namun eneng takut khilaf kalau lihat pak somad pake sarung.
Hari ini eneng akan kerja di pasar. Dia diminta membantu mak ijah jualan hasil kebonnya. Mak ijah hidup sebatang kara. Dan eneng selalu membantunya.
"Neng sudah siap kan"
"Sudah mak. Emak bisa gak duduk diatas daunnya"
"Bisa neng. Loe hati-hati bawa si jecky. Jangan sampe emak jatuh lagi kayak waktu itu"
"Tenang mak. eneng yang jenius punya solusinya. Emak naik dulu sekarang"
"Okeh"
Mak ijah yang memiliki tubuh ramping langsung naik diatas boncengan seped eneng yang sudah dipenuhi daun-daunan hasil kebun. Nenek sudah duduk diatas daun dengan tenang. Eneng langsung mengeluarkan gulungan rapiah berwarna merah.
"Neng loe bawa si rapiahmat buat apaan"
"Buat ngiket emaklah biar gak jatuh"
"Gimana caranya emak loe iket. Loe iket kebadan loe gitu neng"
"Gak mak. Kalau kebadan eneng takutnya, emak jatuh saat eneng berdiri atau turun"
"Terus loe iket dimana neng"
"Mak tenang aja. Duduk diam ateng ya"
Eneng mulai mengikat simpul tali pada besi penyangga sepeda dan memutarkan tali keatas melewati badan emak ijah. Terus eneng ulang hingga memutari tubuh emak. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Bukan hanya mengikat emak ijah, daun-daunnan mak ijah pun juga aman.
"Nah kan beres. Gimana mak"
"Pinter kamu emang neng. Kalau gini emak gak akan jatuh. Dah yuk keburu siang"
"Jeckyyy lets go"
Eneng mengayuh sepedanya dengan semangat. Setiap orang yang dia temui melihat kearah mak ijah dan eneng keheranan. Bagi yang mengenal eneng pasti tau maksud eneng mengikat mak ikah dibelakang. Sedangkan yang tak kenal akan menganggap eneng menyiksa mak ijah.
Tiba dipasar, eneng menurunkan dagangannya dan juga mak ijah. Mak ijah sudah memiliki lapak dipasar tersebut. Jadi tak perlu mencari lapak lagi. Para pedagang juga sudah mengenal eneng dan mak ijah.
"Neng loe terik sono. Biar rame"
"Asyiapp"
Eneng mengambil ubi kayu ditangannya dan berteriak. Dengan gayanya sendiri. Sedangkan mak ijah pergi mencari makanan.
"Ayo ibu semua. Dibeli-dibeli singkongnya. Gede panjang mantab rasanya. Ayo dibelli-dibeli. Singkongnya yahut ibu-ibu. terong aja kalah"
"Pisang pun ada ibu-ibu. Pisang tanpa pestisida tanpa pengembang. Dia ngembang sendiri. Alami pokoknya. Mantap abiss"
"Yang butuh daun muda. Eneng punya banyak. Daripada daun tua pastinya alot. Daun mudanya gress ini coy masih segel"
Tak lama dagangan eneng habis. Mak ijah hanya duduk menonton sambil minum kopi hitam. Mak ijah juga merokok dengan tembakau yang dilintingnya sendiri.
"Mak uda beres ayo pulang gak"
"Bentar rokok emak belum habis"
"Ya dikunyah mak biar cepat habis"
"Ish kamu neng. Gak nikmat kalau ngrokok itu buru-buru. Perlu penghayatan"
"Kalau cuma dihisap tok gak seru mak"
"La terus"
"Pake gaya eneng makin mantab mak. Diputar, dijilat,dihisepin"
Neng memperagakan dengan gayanya. Bukan hanya emak ijah yang tersedak rokoknya sendiri, bahkan bapak-bapak yang sedang minum kopi ikut tersedak.
"Aduh mak jangan nabsu gitu dong. Masak langsung telan semua"
"Diem loe bocah sableng. Ayo pulang aja sebelum semua orang ikut sableng"
Eneng berjalan dibelakang mengikuti mak ijah. Eneng selalu digoda sama para pedagang pria. Memang beberapa diantaranya sudah mengutarakan niat melamar eneng, namun eneng selalu menolaknya.
"Neng loe gak pengen gitu kawin"
"Pengenlah mak. Tapi mau kawin sama siapa. Nikah aja belum"
"Ya maksud emak nikah neng"
"Siapa yang mau sama eneng mak"
"Banyak tuh dipasar tinggal loe pilih"
"Ck. Mak eneng mau cari yang bukan orang kampung sini. Biar eneng bisa perbaikan keturunan"
"Nah loe mau nikahnya sama orang kayak apa"
"Yang penting terongnya gak burik"
"Dasar bocah sontoloyo"
Eneng mengayuh sepedanya kembali kekampungnya. Dijalan eneng mengoceh menceritakan berbagai hal.
"Emak ijah marah sama eneng. Kok diam saja sih Mak"
"Eh tau gak mak kemarin ada berita piral. Katanya mang kosim nikah lagi loh mak. Padahal bininya uda sepuluh. Ruar binasa kan mak. Emang emak gak pengen gitu nikah. Bair ada temannya"
Masih tak ada jawaban dari belakang punggung eneng. Eneng kembali memanggil si emak. Hingga seseorang menyadarkannya.
"Emak ijah jangan ngambek dong. Ntar eneng panggilin odong-odong deh. Mak bisa naik bebas. Ya mak ya"
"Neng loe sarap ya. Ngomong sendiri dari tadi"
"Heh. Eneng sama mak ijah kok teh mila"
"Mana emakmya gak ada noh"
Eneng baru menengok kebelakang. Dan menyadari bahwa si penumpang tak ada ditempatnya.
"Hah emak, kemanakah dirimu. Mak"
"Cepet cari neng. Ntar diculik loh"
"Iya teh"
Eneng kembali mengayuh sepedanya menyusuri jalan yang sudah dilewatinya.
"Pantes kok ringan banget. Gue pikir emak gak ada dosanya jadi ringan. Seringan kapas"
Eneng terus mengayuh sepedanya dengan tergesa. Apalagi jaraknya kembali ketempat semula bukanlah jarak yang dekat.
"Duh mak jatuh dimana sih mak"
"Mak ijah dimanakah dirimu. Kok bisa jatuh sih mak"
Eneng melihat kekanan dan kekiri berharap menemukan si emak disana. Sudah setengah perjalanan eneng mencari namun belum menemukan hasil juga.
"Apa jangan-jangan emak diculik ya"
"Iya ini emak beneran diculik kayaknya. Kalau dipilem-pilem ntar penculiknya minya tebusan"
"Wah gue harus lapor pak rete ini"
Eneng sudah akan berbalik kembali ke kampung. Namun niatnya diurungkan karena mendengar perkataan beberapa orang yang melintas.
"Duh kasian ya tuh nenek. Kok bisa gitu kelurganya tega dibuang gitu aja"
"Iya durhaka bener tuh keluarganya"
"Dibuang. Siapa yang dibuang. Masa sih mak ijah kan gak dibuang. Dia glangsaran aja gak ada yang nemu"
Eneng akan kembali mengayuh sepedanya. Kembali terdiam saat ada orang melintas lagi.
"Itu nenek aneh ditolongin gak mau. Malah asyik ngrokok"
"Iya katanya nungguin orang yang bertanggung jawab datang"
"Korban tabrak lari kali ya"
"Bisa jadi"
"Fix mak ijah ini mah"
Eneng langsung mengayuh sepedanya kearah orang yang sedang berkerumun. Eneng turun dari sepeda dan berlari. Lokasi mak ijah jatuh diparit sawah. Eneng lupa jika sedang membonceng mak ijah. Biasanya jika dijalan turunan dia akan memelankan laju sepedanya. Namun karena lupa, eneng mengayuh dengan cepat dan tepat didekat sawah eneng menabrak batu cukup besar. Eneng bisa menguasai laju sepedanya namun tak tau jika mak ijah terjatuh dan masuk kedalam parit.
Eneng mengintip dari sela para warga yang menonton emak ijah. Banyak yang mencoba menolong mak ijah. Namun mak ijah selalu menjawab, tak mau disentuh siapapun. Eneng diam-diam maju kedepan. Pemandangan wow nampak disana. Kemben mak ijah melorot separoh dan dia masih didalam parit sawah. Walaulun sudah berumur, mak ijah tetap masih perawan ting-ting cuy.
Mak ijah yang melihat eneng melongo langsung berteriak lantang.
"Dasar bocah soak. Kenapa loe jatuhin emak disini. Dasar kampret loe neng"
"Wah kendil jennar nyemplung got"
______
Ayo geng gesrek...merapatlah..daripada mikirin copid gak kelar-kelar mending kita heppy heppy bareng markoneng
Happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Kirana di Nabastala
aduh aduh aduh...pipi ma perutku sakit Thor, gara2 baca cerita othor yang luar biasa ini
2024-08-13
0
Siti Arbainah
ini yg di cari🤣🤣🤣... cerita yg bisa bikin perut kram krna ketawa
2024-03-28
1
my name
Ya Alloh sakit perut gue ngakak mulu 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-03-26
0