Antara Asa Dan Rasa
Saat beberapa orang menjadikan cinta untuk mereka semangat mengejar cita-cita, Rian justru merasakan kebalikannya. Ia merasa cintanya untuk seseorang justru menghambat cita-citanya. Rasanya ia benar-benar pusing dengan kenyataan hidupnya yang dilewatinya.
Rian, anak yang kurang beruntung bersama keluarganya. Namun pertemuannya dengan orang baru, yang justru masih ada keterkaitan antara keduanya membawanya menjadi orang yang sangat beruntung.
Rian yang ditinggalkan ayahnya saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, kini berhasil melanjutkan sekolahnya di Jerman. Sementara ibunya sudah pergi jauh sebelum ayahnya meninggalkannya.
"Kenapa? Apa ada masalah dengan perkuliahanmu?" tanya Tuan Felix yang sudah Rian anggap sebagai ayahnya sendiri.
"Tidak Pah," jawab Rian sembari memberikan senyum penuh keterpaksan.
"Lalu ada masalah apa? Cerita padaku. Jangan sungkan," ucap Tuan Felix.
"Aku baik-baik saja Pah. Papa belum tidur?" tanya Rian mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aku tahu kamu sedang ada masalah. Apa ada salah satu mata kuliahmu yang tidak memenuhi target?" desak Tuan Felix.
"Kuliahku baik-baik saja Pah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," tepis Rian.
Rian selalu berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Namun Tuan Felix yang sudah sangat mengenal Rian, selalu tahu jika Rian sedang berbohong. Tuan Felix tahu Rian selalu belajar agar nilainya tidak turun. Kuliahnya yang berjalan dengan beasiswa membuat Rian selalu semangat dalam belajar.
"Kalau nilaimu turun, tidak perlu khawatir. Aku masih mampu membiayai kuliahmu hingga selesai Rian. Jangan tertekan seperti itu," ucap Tuan Felix.
"Memangnya wajahku seperti orang yang banyak tekanan?" tanya Rian.
"Di sana ada cermin. Bisa cek sendiri," ucap Tuan Felix.
Rian hanya cemberut saat melihat Tuan Felix meninggalkannya begitu saja. Ia membuka laptopnya dan berusaha membuat dirinya baik-baik saja. Namun tidak bisa, isi kepalanya hanya tentang Maudi. Mahasiswi cantik yang berasal dari Indonesia. Satu kampus dengannya namun berbeda jurusan.
Rian yang berkuliah di jurusan arsitek, tergoda oleh Maudi yang berkuliah di jurusan tata busana. Berbeda dengan Rian yang berkuliah dengan beasiswa, Maudi berkuliah dengan biaya mandiri. Rian dengan segala kesederhanaannya dan Maudi yang sangat manja.
"Maudi, tolong enyah dari kepalaku!" ucap Rian sembari mengepalkan tangannya.
Matanya memejam. Ia berharap jika saat matanya terbuka, bayangan Maudi tidak lagi dalam kepalanya. Namun usahanya sia-sia. Karena bayangan Maudi belum juga enyah.
Pintu kamar Rian yang terbuka membuat Tuan Felix melihat aktivitas Rian saat ini. Belum juga usai Tuan Felix mengamati tingkah Rian, keberadaannya sudah disadari.
"Papa lagi apa?" tanya Rian.
"Memperhatikanmu," jawab Tuan Felix jujur.
Jawaban Tuan Felix tentu membuat Rian menjadi salah tingkah. Ia berusaha bersikap biasa saja agar tidak menimbulkan kecurigaan berlanjut dari Tuan Felix.
"Apa kamu sedang jatuh cinta?" tanya Tuan Felix.
Rian menatap Tuan Felix dengan penuh rasa takut. Ia tidak menyangka jika Tuan Felix tahu apa yang sedang ia rasakan. Padahal selama ini ia berusaha menutupi semuanya.
"Apa itu jatuh cinta?" tanya Rian yang pura-pura tidak mengerti.
"Apa itu jatuh cinta? Jatuh cinta itu adalah rasa yang sedang tumbuh di hatimu. Jujur saja, jatuh cinta itu bukan sebuah kesalahan. Yang penting, jangan sampai rasa yang hadir menghancurkan semua asa yang sudah kau bingkai selama ini." Tuan Felix menegaskan.
"Iya Pah. Aku mengerti," ucap Rian.
Tuan Felix yang awalnya berdiri di ambang pintu kini masuk dan duduk di tepi ranjang. Tepat di sebelah Rian. Keduanya saling diam hingga suasana kamar menjadi hening.
"Papa mau kopi? Biar aku buatkan," ucap Rian yang mencoba mencairkan suasana.
"Duduk di sini!" ucap Tuan Felix saat melihat Rian sudah berdiri dari tempat duduknya.
Rian kembali duduk di samping Tuan Felix. Seperti dugaannya, ia akan mendapat rangakaian pertanyaan yang sulit untuk ia jawab.
Siapa namanya? Orang mana? Apakah dia perempuan baik seperti kakak-kakakmu? Pertanyaan itu tidak bisa Rian jawab. Lidahnya kelu. Rasanya ia tidak perlu membuka tentang perasaannya pada Tuan Felix. Rasa itu cukup ia simpan sendiri. Biar semuanya ia telan sendiri.
"Kamu tidak perlu menjawab jika tidak mau membaginya. Kejarlah apa yang harus kamu kejar. Perjuangkanlah apa yang memang sudah sepantasnya untuk kamu perjuangkan," ucap Tuan Felix.
"Aku mengerti Pah. Terima kasih untuk semua perhatian Papa. Aku janji akan memberikan yang terbaik untuk Papa," ucap Rian.
"Jangan mempersembahkan semua keberhasilanmu untuk Papa. Berikan apresiasi itu untuk dirimu sendiri. Untuk tubuh dan kepala yang sudah setia mengantarkan dirimu pada kesuksesan yang kamu raih," ucap Tuan Felix.
Mungkin Rian sedang sensitif. Perkataan Tuan Felix menghujam kedalam hatinya. Ia tidak tahu harus berkata apa selain iya dan iya. Beruntung Tuan Felix mengerti Rian, ia segera pergi. Rian kembali sendiri.
Kali ini Rian menutup pintu kamarnya. Mulai berbaring di tempat tidurnya dan mematikan lampu. Ia tidak ingin menghabiskan malam ini hanya untuk meratapi rasanya yang tidak pasti pada Maudi.
Kenapa aku harus jatuh cinta padamu? Kenapa kamu harus membalas rasa ini? Harusnya aku menyadari sejak awal jika kita ini berbeda. Aku dan kamu tidak mungkin bisa bersatu.
Rian menyukai Maudi sejak pertama kali mereka bertemu. Berpapasan di gerbang kampus membuat Rian tidak bisa melupakan wajah canti Maudi.
Nama Maudi semakin dikenal saat banyak sekali kakak tingkat yang mulai menggoda Maudi. Sedangkan Rian semakin lama semakin minder. Ia tidak berani mendekati Maudi sedikitpun. Ya, bisa dibilang jika Rian adalah pengagum rahasia Maudi.
Semester satu sudah berlalu. Nama Rian mulai mencuat saat namanya disebut-sebut sebagai orang yang memiliki prestasi luar biasa. Wajah Rian yang terbilang tampan juga menjadi bahan pertimbangan untuk Maudi.
Pagi hari Rian menatap jam dinding. Hari ini ia mendapat jadwal jam sembilan. Rian tahu betul jika di hari ini mereka ada jadwal yang sama. Secinta itu Rian pada Maudi? Hingga ia mencari tahu jadwal Maudi di kampus.
Dulu, ia senang jika ada jadwal Maudi ke kampus. Namun kini, ia justru menghindari pertemuannya dengan Maudi. Rasanya setiap bertemu dengan Maudi selalu saja membuatnya resah.
"Kamu baru sampai?" tanya Maudi yang menemui Rian di kantin.
"Tadi langsung masuk kelas," jawab Rian.
"Selesai jam berapa?" tanya Maudi.
"Memangnya kenapa?" tanya Rian balik.
"Pulang kuliah aku mau kita jalan ya!" ajak Maudi.
"Aku harus pulang cepat. Papa minta aku untuk menemaninya," tolak Rian secara halus.
"Kamu menolakku?" ancam Maudi.
"Bukan begitu," jawab Rian.
"Lalu? Kamu mau kan menemaniku jalan nanti?" tanya Maudi.
"Aku pulang sore," jawab Rian.
"Aku tunggu sampai kamu selesai. Sampai ketemu nanti!" ucap Maudi sembari melambaikan tangannya dan berlalu meninggalkan Rian.
Kenapa aku tidak bisa menolak Maudi? Segila inikah cinta? Kenapa aku tidak rela jika harus menolak ajakan Maudi?
Selesai makan, Rian kembali ke kelasnya. Ia kembali berkutat dengan materi-materi perkuliahannya. Ia bersyukur jika sampai saat ini masih bisa mempertahankan prestasinya. Saat di rumah, Rian memang sulit menguasai dirinya. Namun saat ia sedang di kampus, semangat belajarnya masih bisa Rian kuasai.
"Yeaaay, kamu udah selesai. Ayo!" ajak Maudi.
Rian menelan salivanya saat melihat Maudi melingkarkan tangan putihnya di lengan Rian.
"Ayo!" ajak Maudi lagi.
Rian membuyarkan pikiran buruknya dan segera pergi untuk menemani Maudi. Untuk tujuannya, Rian sama sekali tidak tahu akan dibawa kemana oleh Maudi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
Rahma Hayati
❤
2023-09-03
0
Mystique
aku mampir><
jangan lupa juga yaaa kak mampir vote dan likenya cmiww
2023-01-31
0
Melanie Kusbandini
cinta aq mampir nich, sedang menikmati prosesnya
2021-12-23
0