"Mau kemana?" tanya Rian.
"Ke tempat romantis," jawab Maudi.
Tempat romantis? Tempat jenis apa yang Maudi maksud? Rian sama sekali tidak mengerti.
Sejak SMA, Rian tidak sekalipun merasakan jatuh cinta. Tidak ada satupun teman sekelasnya yang berasal dari Indonesia. Sepertinya ia tidak jatuh cinta pada wanita berkebangsaan luar.
Hal tersebut membuat Rian sangat kurang pengalaman tentang hal-hal yang bersifat romantis. Sering kali Rian di tertawakan oleh Maudi saat ia nampak sangat lugu.
"Kamu pernah pergi kesana?" tunjuk Maudi saat mereka berada di depan sebuah gedung mewah.
Rian menggelengkan kepalanya. Bukan tidak pernah jalan-jalan. Namun Tuan Felix tidak pernah mengajaknya ke tempat seperti itu.
"Kamu sudah lama tinggal di sini. Kenapa tidak tahu tempat seromantis ini?" tanya Maudi.
"Dulu yang aku tahu hanya belajar dan mendapat nilai bagus," jawab Rian.
"Rian, ayolah. Kita ini sudah dewasa. Kita mahasiswa, bukan siswa lagi. Bersikaplah dewasa sedikit, ini Jerman. Jangan kuno," ucap Maudi.
Dewasa? Beginikah cara menunjukkan kedewasaan? Rian menunduk. Batinnya sedang berperang. Ia bingung menghadapi perasaan dan logikanya.
"Rian, masuk!" perintah Tuan Felix dengan suara tegas.
"Papa," ucap Rian.
Rasa takut membuat Rian melepaskan tangan Maudi dan pamit untuk pergi.
"Begini caramu memperlakukan seorang wanita?" tanya Maudi.
Jantung Rian seakan berhenti berdegup. Ia tidak menyangka jik ucapan Maudi benar-benar membuatny terpojok. Ia merasa benar-benar serba salah.
"Rian," teriak Tuan Felix lagi.
"Maaf, Maudi. Lain kali aku akan menemanimu lagi, tapi tidak untuk saat ini," ucap Rian penuh rasa bersalah.
"Kalau kamu pergi, kamu sudah tahu konsekuensinya. Pilihan ada di tangan kamu," ucap Maudi dengan sinis.
"Permisi," ucap Rian.
"Aku ambil mobilku dulu," ucap Rian.
"Masuk!" ucap Tuan Felix.
Tanpa pikir panjang Rian segera masuk ke dalam mobil Tuan Felix. Urusan mobilnya bisa diurus belakangan. Saat ini yang harus ia lakukan adalah meredam amarah Tuan Felix. Untuk pertama kalinya Rian melihat Tuan Felix marah padanya.
Selama ini Rian memng sering mendengar Tuan Felix marah pada anak buahnya. Hanya urusan kantor yang membuat Tuan Felix semarah itu. Jika ada kesalahan Rian, selama ini ia hanya menegurnya dengan tegas. Tidak marah seperti hari ini.
Dalam mobil, suasana hening. Baik Rian ataupun Tuan Felix tidam ada yang berani buka suara. Keduanya hanya berusaha menenangkan diri masing-masing.
"Masuk ke kamar! Aku mau bicara denganmu," ucap Tuan Felix saat mobil berhenti di halaman rumahnya.
"Baik Pah," jawab Rian.
Tuan Felix mengikuti Rian ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya. Ia duduk di sofa, sedangkan Rian duduk di tepi ranjangnya.
"Sejak kapan kamu mengunjungi tempat itu?" tanya Tuan Felix.
"Baru sekarang Pah," jawab Rian.
Sebenarnya Tuan Felix tahu kalau ini pertama kalinya Rian mengunjungi tempat itu. Tanpa sepengetahuan Rian, Tuan Felix memang menugaskan seseorang untuk mengamati Rian saat di kampus.
Sebagai seorang ayah, Tuan Felix sama sekali tidak marah dan menegur Rian saat tahu anaknya pergi dengan seorang wanita. Ia merasa kalau sudah masanya Rian jatuh cinta. Namun sayangnya Rian sudah mengunjungi tempat itu. Saat tahu keberadaan Rian, Tuan Felix yang kebetulan tidak jauh dari tempat itu segera menyusul Rian.
"Kamu tahu itu tempat apa?" tanya Tuan Felix.
"Kata temanku itu tempat gaul Pah," jawab Rian.
"Gaul? Kamu tahu arti gaul di sini seperti apa?" tanya Tuan Felix.
Rian menggeleng. Bukan tidak tahu, tapi Rian tidak berani mengucapkannya. Tempat itu memang tempat yang begitu bebas. Mereka bisa melakukan apa saja di tempat itu. Hanya dengan membayar uang masuk, pengunjung bahkan difasilitasi ruangan khusus untuk satu jam.
"Siapa nama temanmu itu?" tanya Tuan Felix.
"Maudi," jawab Rian.
"Mulai sekarang, tidak ada lagi Maudi dalam daftar temanmu. Kamu bisa pastikan itu?" tanya Tuan Felix dengan penuh penekanan.
Apa ini? Rian tidak mungkin mengiyakan. Masalah dengan Sindi saja belum selesai. Ia masih harus minta maaf untuk perlakuannya tadi. Tapi sekarang ia dipaksa untuk tidak berhubungan lagi dengan wanita yang ia cintai.
"Kenapa diam?" Kamu keberatan?" tanya Tuan Felix.
Rian masih menunduk dan belum bersuara. Nampaknya ia masih memilih beberapa kalimat yang tidak akan membuat amarah Tuan Felix kembali memuncak.
"Lihat aku Rian!" ucap Tuan Felix.
Rian mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menatap Tuan Felix. Bola mata itu tidak lagi menyimpan amarah. Rian sedikit tenang saat melihat Tuan Felix.
"Aku tidak melarangmu untuk jatuh cinta. Itu rasa yang wajar untuk setiap manusia. Namun yang aku ingatkan adalah jangan pernah merusak asamu hanya karena cinta. Baru kemarin aku bicara denganmu. Apa kamu sudah lupa?" tanya Tuan Felix.
"Aku masih ingat Pah," jawab Rian pelan.
"Aku selama ini tidak banyak menuntutmu. Aku hanya kamu belajar dengan sungguh-sungguh. Ukir prestasi. Dan kamu berhasil menunjukkan itu padaku. Namun kali ini aku kecewa. Kamu seolah sudah tidak mau mendengarku lagi," ucap Tuan Felix.
"Pah, jangan bicara begitu! Aku sayang Papa dan akan melakukan apapun agar tidak mengecewakan Papa," ucap Rian.
"Tidak perlu berjanji. Buktikan saja! Oh ya berikan kuncimu pada sopir. Biar dia yang membawa mobilmu," ucap Tuan Felix.
"Baik Pah," ucap Rian.
Tuan Felix keluar dari kamar Rian dan kembali ke kamarnya. Ia membuka jaketnya dan berbaring. Hatinya merasa bersalah saat memarahi Rian. Tapi perasaannya tidak bisa diam saja saat melihat Rian salah melangkah.
Saat makan malam, tidak ada Tuan Felix di ruang makan. Rian menyantap makanannya seorang diri. Ia tahu saat ini Tuan Felix masih marah padanya.
Setelah selesai makan, Rian kembali ke kamarnya. Ia membuka bukunya. Mengerjakan beberapa tugasnya untuk hari esok. Ditengah tugasnya, Rian menghentikan aktivitasnya. Ia melihat sudah jam sepuluh malam. Rian kembali mengingat Tuan Felix.
Rian bertanya pada asisten rumah tangganya tentang Tuan Felix. Namun malam ini Tuan Felix tidak makan malam. Rian mengecek Tuan Felix ke kamarnya.
"Pah," panggil Rian setelah mengetuk pintu kamar Tuan Felix yang tertutup rapat.
"Ya," jawab Tuan Felix.
Rian menyiapkan keberaniannya saat pintu kamar perlahan terbuka.
"Aku bawakan makan malam untuk Papa. Papa belum makan," ucap Rian sembari menyerahkan piring yang berisi makan malam pada Tun Felix.
"Aku tidak lapar. Kamu makan saja," tolak Tuan Felix.
"Pah, perut Papa butuh makanan. Kalau Papa marah padaku, itu tidak berarti Papa meninggalkan makan malm begitu saja. Makan ya Pah," bujuk Rian.
"Terima kasih," ucap Tuan Felix sembari menerima piring itu.
"Aku kembali ke kamar ya Pah. Ada beberapa tugas yang belum selesai. Besok sebelum ke kampus, aku mau bicara dengan Papa. Papa besok tidak buru-buru, kan?" tanya Rian.
Tuan Felix menggeleng dan tersenyum saat Rian pamit untuk kenbali ke kamarnya. Ia senang saat melihat Rian masih peduli dengannya. Padahal hari ini ia sudah memarahi Rian. Tuan Felix masuk ke dalam kamarnya dengan senyuman yang mengembang.
Senyum bahagia itu dilihat oleh Rian. Ia tenang saat melihat Tuan Felix tidak lagi marah padanya.
Pah maaf atas semua kebodohanku. Aku janji tdiak akan mengulangi hal seperti ini lagi. Tapi Maudi? Ah soal itu, besok aku pikirkan lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
Angel of Love
.tglkan wanita yg tdk benar
2021-08-16
0
R_armylove ❤❤❤❤
jejak disini dulu ya
2021-07-13
0
Raini Sapitri
Rian jgn kau rusak masa depan mu hanya krn Maudi. Spt nya Maudi itu bukan wanita baik² dech.
Masa ngajakin rian ke tempat spt itu ???
2021-07-13
0