"Kamu kelihatan bahagia sekali. Nilaimu bagus?" tanya Tuan Felix saat melihat Rian pulang ke rumah.
"Iya Pah. Nilaiku lebih bagus dari semester satu," jawab Rian.
"Selamat Ri," ucap Tuan Felix sembari melebarkan tangannya.
Rian segera menghambur memeluk Tuan Felix.
"Pah, terima kasih ya buat semua dukungannya. Aku gak tahu kalau gak ada Papa," ucap Rian dalam pelukan Tuan Felix.
Tuan Felix melepaskan pelukannya dan menatap Rian. Memegang bahunya dan meyakinkan Rian kalau apa yang ia lakukan selama ini memang benar. Keputusannya untuk meninggalkan Maudi adalah pilihan terbaik. Meskipun rasa sakit itu masih terasa setiap kali mengingat Maudi.
"Papa benar. Tidak ada hasil yang mengkhianati usaha," ucap Rian.
"Semangat!" ucap Tuan Felix.
Libur semester sudah tiba. Ada waktu yang lumayan panjang, mereka berencana untuk berkunjung ke Indonesia. Rian nampak senang, karena ia akan bertemu dengan orang-orang yang ia sayang. Selain itu ia juga akan memanfaatkan momen ini untuk melupakan perasaannya untuk Maudi.
Maudi? Mengingat nama itu bayangan Rian kembali pada kenangan saat mereka masih bersama. Maudi memang membawa Rian sedikit menjauh dari asa yang sudah ia rangkai, namun Rian juga tidak bisa memungkiri bahagia yang tercipta saat itu.
"Kapan mau ke Indonesia?" tanya Tuan Felix.
"Tergantung jadwal Papa," jawab Rian.
"Minggu depan ya!" ucap Tuan Felix.
"Siap," ucap Rian.
Saat Rian sudah masuk ke dalam kamarnya, ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Manatap langit-langit kamarnya yang putih bersih. Namun tiba-tiba bayangan Maudi kembali mengisi pikiran Rian.
"Ah sial!" desah Rian.
Rian segera bangun dan mengusap wajahnya dengan kasar. Mengacak rambutnya yang sudah mulai panjang.
Rian, sadar. Kamu berhasil mengejar asa kamu. Cba kamu lihat Rey. Dia justru iri padamu. Hey Rian, ayolah! Tidak ada gunanya kamu terus memikirkan Maudi. Maudi sudah pergi dari hidupmu dan jangan berharap dia kembali lagi.
Rian mengehela napas kasar. Ia kembali merebahkam tubuhnya di atas ranjang. Memeluk guling dan memejamkan matanya.
"Rian, Rian," panggil Tuan Felix.
Rian segera bangun. Ia terkejut saat mendengar panggilan dari Tuan Felix.
"Iya Pah," jawab Rian.
"Kamu tidur?" tanya Tuan Felix.
"Ketiduran Pah," jawab Rian sembari mengucek matanya yang masih merah.
"Mandi dulu. Papa ingin bicara," ucap Tuan Felix.
Rian mandi dan menemui Tuan Felix. Ia tidak menyangka jika Tuan Felix sudah membahas tentang pekerjaannya di masa depan. Padahal ia baru selesai semester dua.
"Aku belum merasa mampu," ucap Rian.
"Tenang saja. Kamu tidak bekerja sekarang. Kamu hanya perlu mengetahui beberapa hal dasar tentang bidang yang kamu geluti saat ini," ucap Tuan Felix.
Rian mengangguk. Ia mengerti maksud baik Tuan Felix. Sebelum ada jadwal untuk berkunjung ke Indonesia, Tuan Felix meminta Rian untuk magang di kantor temannya. Ia ingin Rian tahu banyak hal tentang profesi yang akan ia pilih.
"Pagi Pah," sapa Rian saat pagi sudah menjelang.
"Kamu mau kemana? Kok sudah rapi?" tanya Tuan Felix.
"Kan Papa yang ngajak aku ke kantor Papa," jawab Rian.
"Tapi ini terlalu pagi," ucap Tuan Felix.
"Oh ya? Jadi aku harus berangkat jam berapa?" tanya Rian.
"Kamu bisa ke sana jam sembilan atau jam sepuluh," jawab Tuan Felix.
"Siang sekali," ucap Rian.
"Pagi ini teman Papa ada meeting pagi. Dia baru selesai jam sepuluh," ucap Tuan Felix.
"Jadi aku tidak bisa berangkat pagi ini?" tanya Rian.
"Bukan tidak bisa. Tapi nanti kamu kelamaan jika harus menunggu di sana," jawab Tuan Felix sembari mengoleskan selai strawberry ke roti tawarnya.
"Oh, tidak masalah Pah. Aku bisa menunggu di sana. Aku juga bisa sekalian jalan-jalan di kantor itu. Mengenali tempat kerja yang bagus itu," ucap Rian.
Tuan Felix senang saat melihat Rian begitu bersemangat. Ia menyimpan harapan besar pada Rian. Mewujudkan semua harapan dan impian Rian adalah salah satu tujuan hidupnya. Mungkin itu yang membuat Tuan Wira terlalu ikut campur urusan Rian dengan Maudi.
"Makan dulu. Kita berangkat sebentar lagi," ucap Tuan Felix.
Rian mengangguk dan sarapan meskipun ia tidak lapar. Tidak banyak. hanya selais roti selai coklat yang berhasil masuk ke dalam lambungnya. Namun itu suda cukup baginya untuk porsi pagi ini.
"Ayo!" ajak Tuan Felix.
Rian mengangguk dan mengikuti Tuan Felix yang meninggalkan ruang makan. Meninggalkan rumahnya dengan menumpangi mobil yang dibawa oleh Tuan Felix.
"Kamu tegang?" tanya Tuan Felix saat melihat Rian diam.
"Tidak," jawab Rian dengan bohong.
Bagaimana Rian tidak tegang saat akan ikut ke kantor teman Tuan Felix. Ia takut kemampuannya yang belum maksimal akan membuat Tuan Felix malu.
"Jangan takut. Kamu tidak akan di test apapun. Kamu hanya perlu belajar di sana. Papa mau setelah lulus, kamu membuat perusahaan di Indonesia. Papa mau tinggal di sana bersama kamu. Boleh?" ucap Tuan Felix.
"Papa, kenapa harus bertanya? Papa adalah orang tua yang aku punya. Papa adalah orang yang akan aku sayangi dan aku perjuangkan kebahagiaannya," ucap Rian.
Tuan Felix tersenyum. Rasa bahagia jelas ia rasakan. Namun terselip rasa bersalah. Mungkin karena alasan ini juga Rian bahkan mengorbankan perasaannya.
"Papa baik-baik saja?" tanya Rian saat melihat Tuan Felix melamun.
"Oh ya. Papa baik-baik saja," jawab Tuan Felix.
Setelah itu mobil hening. Hanya terdengar suara klakson dan deru mesin mobil. Rian mulai berkeringat saat mobil Tuan Felix terparkir di sebuah gedung mewah.
"Ayo!" ajak Tuan Felix.
"Iya Pah," jawab Rian.
Perasaannya masih campur aduk. Ia tegang, takut dan deg-degan tidak karuan. Ingin rasanya Rian berlari pulang dan bersembunyi di kamarnya. Orang-orang yang dikenalkan nampak sangat pintar. Rambutnya yang menipis dan kacamata tebal menjadi salah satu tolak ukur Rian.
"Kamu dengar kan kalau Mr. Aric sudah meeting?" tanya Tuan Felix.
"Iya," jawab Rian.
Dalam hati Rian terus memuji atas semangat Mr. Aric. Di jam yang masih pagi, Mr. Aric sudah memulai rapatnya. Padahal jam kantor belum mulai. Hanya saja Mr. Aric memang janjian meeting lebih pagi.
"Kamu mau ikut ke kantor Papa dulu atau menunggu di sini?" tanya Tuan Felix.
"Aku di sini saja," jawab Rian.
"Apa?" tanya Tuan Felix tidak percaya.
Awalnya Tuan Felix berpikir jika Rian akan meminta untuk ikut ke kantornya. Lalu nanti minta diantar lagi saat Mr. Aric sudah selesai meeting. Ternyata Rian jauh lebih dewasa dari apa yang Tuan Felix pikir.
"Papa ke kantor saja. Aku menunggu di sini agar tidak bolak-balik," ucap Rian.
"Kamu serius?" tanya Tuan Felix meyakinkan.
"Papa gak percaya?" tanya Rian.
"Oke, Papa ke kantor sekarang ya!" pamit Tuan Felix.
Setelah menitipkan Rian ke salah satu karyawan di sana Tuan Felix pergi meninggalkan Rian di sana. Meskipun sempat cemas, namun ia yakin jika Rian akan bisa beradaptasi dengan mudah.
Dugaan Tuan Felix memang tidak salah. Setelah hanya sendiri, Rian berusaha mengakrabkan diri dengan orang-orang yang ada di sana. Ia hanya memperkenalkan diri tanpa menunjukkan bakat yang ia punya.
Merendah, begitulah Rian. Rasa tidak percaya dirinya selalu membuat Rian tidak nyaman. Namun setelah cukup lama basa basi dan melihat kemampuan orang-orang di sana, Rian merasa tidak terlalu minder.
"Rian," sapa pria dari belakang tubuh Rian.
"Mr. Aric," ucap salah satu orang di sana memperkenalkan pria itu pada Rian.
"Oh ha-halo Mr," ucap Rian gugup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
Yukity
Hai kak...
Salken...
Mampir yuk ke novelku
GADIS TIGA KARAKTER
2021-09-28
0
Anisa Anwar
Aku mampir thor, ceritanya bagus, aku baca sampe sini dulu ya
2021-08-17
0
Yunia Afida
semoga jodoh rian bukan maudi
2021-08-02
0