Pagi ini Rian tidak berangkat ke kampus. Padahal seharusnya ia ada kelas pagi.
"Kenapa tidak ke kampus?" tanya Tuan Felix saat mereka berada di ruang makan.
"Aku masuk sore Pah. Ikut kelas malam," jawab Rian.
"Sejak kapan?" tanya Tuan Felix.
Rupanya selama ini Tuan Felix benar-benar memperhatikan perkuliahan Rian. Bahkan ia sampai hapal jadwal kuliah anak angkatnya itu.
"Baru kali ini Pah. Aku mau nyoba," jawab Rian.
"Ok," ucap Tuan Felix sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sesederhana itu. Nampak tidak terlalu peduli. Padahal saat Tuan Felix selangkah keluar dari gerbang utama, ia segera menghubungi anak buahnya. Mencari tahu alasan Rian mengambil kelas sore.
"Rian, Papa cuma mau yang terbaik. Bukan buat Papa, semua yang Papa lakuin buat kamu juga. Papa cuma mau kamu sukses," gumam Tuan Felix.
Rasa bersalah terus menyelimuti Tuan Felix. Namun ia harus tegas. Ia takut Rian salah melangkah.
"Ah, hati-hati!" ucap Tuan Felix saat mobilnya berhenti mendadak.
Tuan Felix menggelengkan kepalanya saat melihat Maudi yang hendak menyerempet mobilnya. Ia meminta sopirnya untuk tidak memperpanjang masalah. Malas jika harus berurusan dengan Maudi.
Sudah jam makan siang namun Tuan Felix belum juga mendapat informasi tentang Rian. Untuk mengalihkam pikirannya, ia menelepon Mia. Mia adalah anak kandungnya yang tinggal di Indonesia.
Melalui sambungan telepon, Tuan Felix meminta Mia untuk mengingatkan Rian. Ia juga menceritakan apa yang menjadi kegelisahannya pada Mia.
"Iya Pah. Nanti Mia hubungi Rian dan bicara dengannya. Rian pasti mengerti maksud Papa," ucap Mia.
Setelah panggilan itu berakhir. Mia segera menghubungi Rian. Tidak perlu basa basi karena Rian sudah mengerti maksudnya. Mia selalu bicara terang-terangan pada Rian.
"Aku tahu aku salah Kak. Aku juga sudah memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan Maudi," ucap Rian.
"Kamu mencintainya?" tanya Mia.
Pada Mia, Rian akan dengan mudah jujur tentang perasaannya. Ia mengakui rasa yang ia simpan untuk Maudi. Namun Rian juga menyadari kalau rasa yang ia simpan tidak sepantasnya ia pertahankan.
"Aku tahu rasa itu tidak bisa ditepis dengan mudah. Namun kita punya logika yang bisa mengendalikan hati. Jangan pesimis, masih banyak wanita yang bisa mendukung tujuan kamu. Kamu hanya belum menemukannya saja," ucap Mia.
"Iya Kak," jawab Rian.
Rian menyadari jika selama ini ia sempat mengesampingkan logikanya. Ia sempat hanya memikirkan perasaannya. Beruntung banyak sekali yang menegurnya.
Bukan hanya Mia, Rian juga memiliki Sindi dan Maya yang sudah ia anggap sebagai kakak kandungnya sendiri. Dulu, Rian lebih dekat dengan Sindi. Namun setelah kuliah, Rian justru lebih sering berkomunikasi dengan Mia.
Selain kedua sepupu Rian dari Mia yang sering meneleponnya, Rian juga sering bertanya tentang tugas kuliah pada Mia. Mia wanita cerdas yang selalu bisa membantunya membuat Rian kagum.
Kekaguman pada Mia, perlahan membuat Rian berusaha menghapus perasaannya pada Maudi. Ia menginginkan wanita seperti Mia. Dewasa, mandiri, cerdas, namun tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu dan istri.
"Sengaja menghindari aku? Lari dari kesalahan dan melupakan tanggung jawab?" tanya Maudi saat bertemu dengan Rian.
Rupanya Maudi sengaja menunggu Rian. Rasa kesalnya membuatnya rela seharian menunggu kedatangan Rian.
"Aku minta maaf," ucap Rian sembari menunduk.
"Maaf? Kamu pikir cukup dengan kata maaf? Kamu itu laki-laki. Mana tanggung jawab kamu? Membiarkan seorang wanita begitu saja di jalanan, aku rasa bukan sifat seorang laki-laki sejati. Kamu payah," ucap Maudi.
"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Rian frustasi.
"Kamu tanya aku?" tanya Maudi tidak percaya.
Rian diam. Ia bingung harus menjawab apa. Belum lagi jam masuk sudah semakin dekat. Maudi yang semakin kesal ternyata membuat keputusan yang menyakitkan bagi Rian.
"Mulai sekarang jangan pernah menghubungiku. Antara aku dan kamu tidak ada hubungan apapun. Bahkan kamu, bukan temanku. Aku tidak mengenalmu," ucap Maudi.
Rian hanya bisa menahan sesak di dadanya saat melihat Maudi pergi meninggalkannya semakin menjauh. Kakinya lemas. Ia merasa dunianya hancur.
Seperti inikah sakit hati? Tuhan, kuatkan aku. Tujuan hidupku masih sangat panjang. Tapi ucapan Maudi seakan membuatku tidak memiliki tujuan hidup lagi.
Sapaan dari salah seorang temannya membuat Rian tersadar. Ia segera pergi ke kelas. Berusaha berjalan meskipun kakinya terasa sangat lemah. Berusah berkonsentrasi saat kepalanya penuh dengan beban.
Sementara pada waktu yang sama namun di tempat yang berbeda, Tuan Felix nampak terdiam saat mendapati berita tentang Rian. Ia membuak kacanatanya dan memijat kepalanya yang terasa berat.
Tuan Felix pulang saat Rian belum berada di rumahnya. Hal langka yang dialami oleh Tuan Felix. Namun ia cukup senang saat tahu perjuangan Rian untuk memperjuangkan cita-citanya.
"Papa belum tidur?" tanya Rian saat sudah pulang ke rumahnya.
"Sengaja. Papa menunggu kamu," jawab Tuan Felix.
"Kenapa? Apa aku membuat Papa khawatir?" tanya Rian.
"Duduk dulu!" ucap Tuan Felix menepuk kursi di sampingnya.
Rian menyimpan tasnya dan duduk di samping Tuan Felix.
"Sekali lagi Papa tidak berniat menghalangi kisah cintamu Rian. Papa tidak berhak sama sekali dengan urusan hatimu. Mungkin benar Papa terlalu egois. Tapi Papa ingin yang terbaik untuk kamu," ucap Tuan Felix.
Berkali-kali Tuan Felix mengingatkan agar Rian berusaha menomorsatukan perkuliahannya. Menurut Tuan Felix, jika suatu saat Rian sukses maka tidak akan sulit mencari pasangan. Rian bahkan tinggal memilih mana yang paling cocok dengannya.
"Aku harusnya berterima kasih pada Papa. Kepedulian Papa sama Kak Mia menyadarkan aku dari kesalahan terbesarku selama ini," ucap Rian.
Tuan Felix tenang saat mendengar Rian lebih memilih pendidikannya dibanding dengan Maudi. Meskipun ia tahu jika perasan Rian sekarang sedang tidak baik, namun suatu saat nanti Rian akan jauh lebih baik tanpa kehadiran Maudi dalam hidupnya.
Setelah Maudi memutuskan hubungannya dengan Rian, kerap kali Rian pulang dalam keadaan frustasi. Bagaimana tidak, Maudi berpacaran dengan teman sekelasnya yang bernama Rey. Sama-sama orang Indonesia dengan prestasi yang cukup baik.
Meskipun tanpa beasiswa, namun Rey termasuk mahasiswa yang pintar. Keunggulannya dari Rian, Rey jauh lebih mudah untuk berbaur dengan lingkungan barunya.
Wajah tampan, kecerdasan, serta keadaan finansial Rey membuat Maudi tertarik. Apalagi sekelas dengan Rian. Maudi kerap memamerkan kemesraannya dengan Rey.
Sesekali, saat hatinya sudah tidak kuar menahan beban di hatinya, Rian akan menghubungi Mia dan menceritakan apa yang terjadi. Berkat Mia, Rian jauh lebih tenang.
Satu semester sudah berlalu. Walaupun dengan banyak drama, akhirnya Rian masih mendapat nilai terbaik di kampusnya. Sementara Rey, nilainya jauh menurun dari nilai semester sebelumnya.
Rian, ayo berterima kasihlah pada hatimu yang sudah kuat menerima dan menjalani semua ini. Berkat kekecewaanmu, akhirnya kamu masih bisa mempertahankan prestasimu. Sekarang kamu coba lihat Rey! Berantakan. Nilai kuliahnya menurun jauh hanya karena Maudi. Selamat dan semangat hey aku.
Rian pulang melewati Maudi dan Rey yang berada di sebuah koridor kampus. Dengan wajah sinis, Rian berlalu. Ada kepuasan tersendiri di hatinya.
"Apa?" tanya Maudi dengan emosi.
"Numpang lewat," jawab Rian sembari menahan tawanya.
Sementara Rey hanya bisa memalingkan wajahnya saat Rian berlalu di hadapannya. Ada rasa malu dan kecewa saat melihat Rian melenggang dengan penuh kebebasan. Sementara Rey sendiri kuliah dengan penuh tekanan dari Maudi. Aturan ini dan itu Maudi terapkan meskipun tanpa persetujuan Rey. Belum lagi Maudi yang manja dan sering meminta belanja hampir setiap minggu, berhasil membuat Rey stress.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
~°•●Dee_K●•°~
hadir kk. semangat ya💪💪
2021-08-17
0
putri letao😘
itu contoh cewek yg membawa kemudharatan.... selamat rian kamu berhasil melalui cobaan tidak terjerat oleh cewek gitu
2021-08-03
1
Yunia Afida
ternyata mau di matre
2021-08-02
0