Takdir Yang Rumit

Takdir Yang Rumit

Bagian 1

Halo semuanya . .. .

Salam Literasi

Saya baru dalam dunia kepenulisan, dan ini karya pertama saya, semoga bisa menambah warna dalam dunia literasi Saran dan kritik yang membangun sangat ditunggu oleh penulis agar makin termotivasi dalam mengembangkan karyanya

Terima kasih

Selamat Membaca

Drrrrrrttt. . . .drrrrrrttt . . . .

suara dering telpon yang terus menggema dalam ruangan yang membuat si pemilik terganggu ditengah tidur lelapnya

dua kali tiga kali . . . . . tidak ada yang menghiraukan suara telpon yang terus berbunyi itu

Bruuk

telpon yang terus berbunyi hingga terjatuh ke lantai membuat si pemilik kesal dan mengambil telponnya

Dengan malas Ia mengangkat telponnya

"Halo"

"Halo, Assalamu alaikum kak, jawab seseorang diseberang telpon

"Wa alaikum salam", masih dengan sikap malasnya

"Baru bangun tidur ya kak, ?"

"Hmm, kenapa ?"

"Kak, boleh kita ketemu ?, ada hal penting yang mau saya bahas sama kakak"

"Bahas apa ?"

"bagusnya kita ketemu saja kak"

"seberapa penting?"

"sangat-sangat penting"

"sangat penting bagaimana?"

"Ihh, ini benar-benar penting kak ", jawabnya penuh penekanan

"yah, berapa kadar pentingnya", jawabnya yang mulai dengan sikap jahilnya jika berbicara dengan orang yang tengah menelponnya ini

"tak terhingga", jawabnya mulai kesal

"saya tunggu di warung bakso tempat biasa yah kak", lanjutnya,

Tutt tuttt . . .  .

Tanpa menunggu balasan dari orang yang ditelponnya itu, iya menutup sepihak panggilannya

"Benar-benar mengganggu tidur saja"

Dengan langkah gontai, memasuki kamar mandi bersiap untuk menemui orang yang telah mengganggu tidurnya tadi. masih berkutat dengan ritual mandinya, ia dikejutkan dengan teriakan kakaknya dibalik pintu kamarnya.

"Devaannnnn, bangunnn, ini sudah jam berapa, masih molor ajahh"

Tanpa membalas teriakan kakaknya, ia melanjutkan mandinya seolah-olah tak terjadi apa-apa. Tak berselang lama, ia sudah siap dengan memakai pakaian santainya dengan baju kaos dan celana jeans.

"Dev . ., "ucapan kakaknya berhenti saat pintu kamar terbuka

Takkk

"Aduhh", devan mengusap kepalanya yang dipukul tak sengaja oleh kakaknya

"Tumbenn, mau kemana?"

"biasa", jawabnya enteng seperti biasanya

"kalau mau keluar cepat banget bangunnya,"kata kakak devan, yang biasa disapa Dena

"hmm" ucap devan sambil berlalu dari hadapan kakaknya

"Pergi dulu kak", telpon aja kalau mau nitip, ucap devan lagi sambil keluar pintu utama

*****

Lalu lalang orang-orang bergerak kesana-kemari, baik dengan bantuan alat transportasi atau hanya berjalan kaki saja. Mereka sibuk dengan kesibukan masing-masing. Tak terkecuali, seseorang yang tengah sibuk melihat kesana kemari seolah mencari seseorang yang dinantikannya. Ia masih sibuk menatap keluar dari balik tirai warung bakso tempatnya duduk.

Sesekali ia mengecek hp nya, harap-harap berbunyi menandakan ada notifikasi dari sosmed atau panggilan dari seseorang yang dinantikannya saat ini.

Akhirnya, penantiannya tidak sia-sia, ia dapat melihat dari kejauhan, seseorang baru turun dari motornya dan tengah berjalan menuju kearahnya.

"Heii, kay", sapa orang itu.

"Hay jg kak Devan, aku kira kakk tidak mau datang", balas yang dipanggil kay itu.

"Mana mungkin aku tidak datang, untuk pertama kalinya kamu telpon dan pagi-pagi lagi, jadinya aku penasaran, kamu ajak ketemu yang untuk pertama kalinya juga, yah aku tambah penasaran lah" ucap Devan tidak menyangka dengan tingkah kay hari ini.

"Oh, yah sebelum itu, kakk mau pesan apa?"

"kamu belum pesan sama sekali?"

"tidak enaklah kak, nantinya aku makan, kakk masih nunggu pesanan kakk"

"Selalu aja, tidak enakan sama orang, kay. . kay"

"he. . he. . , jadi kak, mau pesan apa?"

"Bakso aja"

"Oke, tunggu yah kak"

"iya"

"Mba, pesan baksonya dua yahh "

"ok dek"

"sambil nunggu, gimana kalau kita bahas aja, ?" tawar Devan

"begini kak, kakk beneran sudah ngelamar aku langsung ke orangtuaku di kampung", ucap kay agak mengecilkan suaranya

"kamu tau dari mana?"

"kak Dena"

"Kok, bisa sih?"

"Kenapa kakk bilang begitu?" tanya Kay dengan raut penasarannya

"Aku kaget ajah, kenapa kak Dena kasih tau kamu, padahal dia sendiri yang suruh aku untuk tidak kasih tau kamu dulu."jelas Devan

"Jadi beneran, kakk ngelamar aku?"

"Ii-yah, hehe"

"Kok bisa sih kak?, dengan suara yang agak ditinggikan

"Yah, bisalah, kan kita sudah sama-sama kenal"

"pasti gara-gara omongan kak Dena kak?" tebak Kay

"Salah satunya itu"jawab Devan dengan santainya sambil mulai makan bakso yang baru saja dihidangkan diatas meja mereka

"Kakk ihh," Kay kesel yang langsung menelan bakso tenes yang ada dimangkuknya dengan dengan hanya tiga kali kunyahan dan itu sukses membuat ia terbatuk-batuk dan membuat sakit dibagian lehernya. Segera Devan memberi air kepada Kay yang masih tidak berhenti batuk akibat kecerobohannya.

"Kalau makan, kunyah dulu baru telan"

"Pokoknya kakk harus kembali ke orangtuaku, untuk membatalkan lamaran kakk"

"Makan aja dulu, entar keburu dingin tidak enak"

"Kan kita bisa ngobrol sambil makan"

"Ini anak dibilangin, malah makin parah, dalam agama kita tidak dianjurkan makan sambil bicara, ngerti"

"iya aku tau kak, tapi ini masalah sangat penting untuk dibahas"

"Kalau gitu, kenapa ajak ketemu di warung bakso kalau tidak mau makan dulu"

"Yah kan, lapar kak"

"Itu, sudah tau lapar, malah main adu pendapat aja"

Akhirnya Kay mengalah, memilih untuk memakan baksonya.

Beberapa menit kemudian

Akhirnya selesai acara makan bakso mereka masing-masing dalam keheningan yang diciptakan oleh mereka sendiri.

"Kak, boleh dilanjut sekarang bicaranya?"

"Boleh"

"Dari awal ya kak, biar jelas"

"iya"

"Ini berawal dari kak Dena kan kak ?, dia terus bercanda mau jodohin kita, tiap aku diajak jalan sama kak Dena, selalu aja dia bahas kakk, kapan kita jalan lah, kapan nikah lah, dan lainnya pokoknya"

"Sebenarnya ya Kay, aku juga masih ragu awalnya, tapi gara-gara kak Dena terus-terusan paksa aku buat ajak kamu jalan, antar jemput ke kampus, ajak ke rumah, banyaklah pokoknya, dari itu, aku mulai berpikir, kenapa tidak aku coba aja deketin kamu, aku juga sempat berpikir, kok kamu bisa kenal sama kakak aku, mungkin inilah permainan takdir, kak Dena jadi perantara hubungan kita, akhirnya aku putuskan buat lamar kamu"

"Pertemuan aku sama kak Dena itu cuma kebetulan kak"

"Tidak ada yang namanya kebetulan Kay, yang ada itu kepastian"

"Coba kakk pikir lagi deh, mungkin kakk salah ambil keputusan"

"Tidak, Kay, keputusan aku sudah bulat"

"Kalau kakk mau lamar, kenapa tidak kasih tau aku?"

"Kamu pasti akan kayak gini, berusaha nolak, mending aku langsung aja ngelamar kamu ke orangtuamu"

"Kok orangtua aku tidak kasih tau aku kak?"

"Kalau itu, aku yg minta ke mereka, biar nanti aku yg kasih tau, tapi kak Dena keceplosan, jadi gak jadi"

"Tapi kak, aku belum siap, bahkan aku tidak pernah ada niatan buat nikah muda"

"Tenang aja, kita tidak akan nikah dalam waktu dekat ini"

"Tunggu dulu kak, kok orangtuaku bisa setuju?"

"Ahahahha, bisa lah, kan aku yang lamar kamu"

"Aku serius kak"

"Sebenarnya sih, orangtuamu awalnya tidak setuju, alasannya kamu masih kuliah, belum tau apa-apa, disitu aku terus yakinin orangtuamu kalau kamu bisa belajar dan masalah kuliah, sebentar lagi kami, maksud aku, kita (sambil menunjuk Kay dan dirinya sendiri) selesai kuliah, jadi tidak ada yg perlu dikhawatirkan"

"Tapi, orangtuamu kekeuh dan mereka bilang aku ini tidak punya kerjaan tetap, nanti kamu mau dikasih makan apa, pada saat aku bilang, kasih aku kesempatan buat buktiin kalau aku tidak main-main dengan keputusanku, jadilah mereka kasih kesempatan dua bulan buat buktiin keseriusan aku"

"dua bulan?"

"Iya, selama itu, aku akan berusaha deketin kamu, jadi kamunya jangan usaha ngehindar"

"Kan kakk tau kita satu jurusan, terus teman-teman kakk pasti pada benci aku, kalau tau kita deket"

"Itu mah, pemikiran kamu aja, Pokoknya kamu ikut arus aja"

"Kalau aku tidak mau kak"

"Tidak boleh nolak"

"Kakk ini percaya diri sekali, memangnya aku suka sama kakk, tidak kan, jadi aku berhak buat ngehindarin kakk"

"Perasaan suka itu tidak ada yang tau, hari ini kamu bilang tidak suka, besoknya tiba-tiba kamu suka aku, tidak ada yang tahu Kay"

"Memang tidak ada yang tahu kak, tapi untuk saat ini aku tidak mau deket sama siapapun, dan aku juga sudah anggap kakk itu kyak, saudara aku"

"Kalau kamu sudah anggap aku seperti saudara, berarti kamu bisa anggap aku lebih dari itu"

"Bisa-bisanya kakak asal menyimpulkan begitu" kesal Kaysa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!