Bagian 3

Setelah sekian puluh menit  berkutat didepan buku-bukunya, Devan mulai terlihat memikirkan hal lain. Pikirannya jauh memikirkan gadis yang selama ini tak luput dari pikirannya. Ia semakin khawatir semenjak gadis itu mengabaikannya dalam diskusi tadi. Setelah diskusi selesai, ia bahkan tak melihat gadis itu berlalu. Begitu cepat gadis itu mencoba menghindarinya. Tanpa pikir panjang, ia kemudian menghubungi gadis itu.

Sudah dua kali ia menelpon, namun tak kunjung ada balasan dari si gadis itu. Akhirnya ia mencoba menghubungi via chatting.

Devan

Dek

kamu sudah pulang?

Beberapa menit ia menunggu, namun juga tak ada balasan. Padahal dilayar handphonenya memperlihatkan bahwa sedang online dengan tanda chatnya yang ceklis dua.

(Sepertinya dia lagi di jalan mungkin), gumam Devan dalam hati.

Rasa khawatir tetap melanda dirinya. Ia tetap menunggu balasan dari gadis yang membuatnya khawatir itu. Ia kemudian menjelajah di akun sosmednya untuk menghindari kebosanannya menunggu.

Hampir sejam ia menunggu. . .

Tiba-tiba, ada notifikasi chat pribadi muncul dan membuatnya kaget serta senang, karena orang yang membuatnya menunggu telah membalas chatnya.

Kaysa

iya kak

"hmmm, hanya itu?" keluh Devan bicara pada diri sendiri.

belum sempat ia membalas chatnya, tiba-tiba kakaknya menelpon menyuruhnya pulang ke rumah secepatnya.

"Adduh, ini kakk ganggu aja" Kesal Devan

Selang 30 menit, akhirnya ia sampai di rumahnya.

"Assalamu alaikum"

"Wa alaikum salamm" teriak orang di dalam rumah

"Kenapa kak?"

"Ini, kakak minta tolong jaga Arsen, semua kebutuhannya sudah kakak taruh dikamar kamu yah, kakak buru-buru ada urusan mendadak, kakak pergi dulu yah"

"Hah??", belum sempat ia mengelak, Kakaknya sudah pergi dari pandangannya. Suara deru mobil mengisyaratkan kakaknya sudah pergi meninggalkan rumah.

Devan perlahan memasuki rumah dan melihat Arsen tengah bermain dengan mainannya yang bertebaran dimana-mana.

Devan memilih ke dapur tak jauh dari tempat Arsen bermain, bermaksud mengisi perutnya yang masih kelaparan, walaupun tadi pagi sudah diisi. Ia makan sambil memerhatikan Arsen yang asik dengan dunianya sendiri.

Setelah makan, Devan langsung menghampiri Arsen yang berada di ruang tengah dan menyalakan tv bermaksud mencari hiburan. Menjelajahi semua siaran tv yang ada, tidak ada yang menarik baginya. Ia hanya memainkan remote tv terus menjelajah siaran tv, walaupun sebenarnya ia tidak tertarik melihat siaran yang terus berganti. Hingga akhirnya ia, kepikiran dengan hal yang akan ia lakukan saat di perpustakaan mini tadi namun batal ia lakukan karena kakaknya menyuruhnya pulang. Ia langsung mengambil hp-nya menghubungi Kaysa lewat video call. Terdengar nada sambungan dan beberapa saat kemudian panggilan videonya dijawab.

Halo

Assalamu alaikum

Kay

.

.

.

(tak ada jawaban)

Kaysa

kamu dimana, kok gelap layarnya?

Kaysa

.

.

Kaysa

Devan berkali-kali memanggil Kaysa, namun tak ada balasan.

(Mungkin dia tidur), batin Devan

Ia kemudian mematikan panggilan video secara sepihak.

"Gimana aku lancar dekatin Kaysa, orangnya begini, ketemu kost pasti tidur, kalau bukan tidur, pasti asyik dengan hobinya, aduh nasib-nasib, kenapa juga yah aku lamar dia, aku bingung sendiri kan", gerutu Devan pada dirinya sendiri.

Hening sesaat. Ia akhirnya mematikan tv dan mulai mengajak ngobrol Arsen.

"Arsen, kamu suka tidak sama kak Kaysa?"

"Suka bagaimana om, suka sebagai teman atau teman?", goda Arsen yang tak jauh beda sifatnya dengan kakaknya Dena.

"Kecil-kecil sudah tau yah, kamu diajarin apa sih sama mamamu. Eh, menurut Arsen om cocok tidak sama kak Kaysa?"

"Hmmmm, pertanyaan yang sulit, sepertinya butuh waktu seharian memikirkannya", ucap Arsen seperti seorang ilmuwan yang tengah menghadap situasi sulit dan memikirkan cara menyelesaikannya.

"Alah, sok-sok-an mikir segala, susah bicara sama anak kecil, apalagi keturunan kak Dena", sebal Devan sambil selonjoran di sofa panjang mulai memejamkan matanya.

"Tapi om, aku kira om sama kak Kaysa pacaran, mama pernah bilang begitu ke nenek"

"Hah?, apa Arsen, mamamu bilang Kaysa pacar om?," seru Devan, bangkit dari rebahannya.

"Iya"

"Bener-bener ini kakak, aku belum berencana, dia sudah berencana, tanpa mikir dulu akunya nanti bagaimana, aduhh, pusing mikirin terus, gerutu Devan sambil menjambak rambutnya.

"Arsen, kamu main disitu aja yah, Kalau mau keluar atau mau sesuatu kasih tau om, om mau tiduran dulu" lanjut Devan

"Ok bos",

*****

Waktu berlalu terasa cepat, sang surya mulai menghilang digantikan malam yang sebentar lagi mulai menyelimuti langit. Di sebuah kost yang tak layak disebut kost itu, seorang gadis mulai bangun dari tidur nyenyaknya. 

"Hmmm" (mengucek matanya yang masih enggan terbuka sambil merenggangkan kedua tangannya)

"Ternyata sudah menjelang maghrib", dengan langkah gontai, gadis itu menuju kamar mandi, mandi dan setelah itu melaksanakan kewajibannya.

20 menit berlalu. . . 

"Ini kost berantakan sekali, bingung beresin mulai dari mana", gerutu gadis itu.

Akhirnya setelah sekian lama berpikir, ia rapikan kostnya seadanya, kecuali peralatan makan yang telah ia cuci dan ditata kembali ditempatnya. Merasa sudah rapi, ia mengambil hp-nya dan membuka whatsapp pertama kali. 

Kak Dena

Oh iya, kakak mau minta tolong jagain Arsen, kamu bisa kan?

Alina

kamu sudah kerja tugas yang dikumpul besok tidak?

kalau iya, kirim yah jawabannya, 

Kaysa to Kak Dena

Maaf kak baru balas, bisa kak

Kaysa to Alina

Kirain ada apa, ternyata tugas,

ini tugasnya (foto tugas)

Tak berselang lama, muncul balasan dari Kak Dena

Kak Dena

Iya tidak apa-apa, Arsen lagi dirumah sama Devan, kalau kamu mau nanti aku hubungi Devan buat jemput kamu

Kaysa to Kak Dena

Tidak usah kak, kirain tidak ada yang jagain Arsen

Kak Dena

Malahan Arsen senang kalau kamu yang jagain dia, daripada si Devan yang kerjanya cuma tidur aja

Kaysa to Kak Dena

Hahahaha, lain kali aja kak saya ketemu Arsennya, maaf yah kak

Kak Dena

Okedeh, gak apa-apa, saya ngerti kok, semua butuh proses

Just read

Kaysa menghembuskan napas lesuh tatkala membaca pesan dari Dena. Waktu seakan sengaja dipercepat. Hanya hitungan minggu ia kenal dengan Dena yang ternyata kakak dari seniornya yang lumayan akrab dengan dia. Hal itu membuat Kaysa dalam situasi rumit, Dena yang suka menggodanya kala membahas seberapa akrabnya dia dengan Devan. Sampai akhirnya dia harus terlibat dalam permainan perjodohan oleh Dena. Semua itu tak lepas dari orangtua Dena dan Devan yang usianya lebih dari setengah abad. Mereka ingin menyaksikan anak bungsunya, Devan, menikah dengan gadis yang baik-baik. Selaku kakak tertua, Dena, diberi kepercayaan oleh orangtuanya untuk mencarikan seorang gadis untuk Devan. Namun, ternyata Dena tak perlu susah mencari, karena gadis itu telah datang dengan sendirinya. Dena telah yakin dengan pilihannya dan mulai menjodohkan mereka. Kaysa masih merenungi nasibnya yang tiba-tiba dijodohkan dengan seniornya. Berharap seniornya menolak, justru tanpa adanya tarik ulur, ia menerima dan bahkan telah sampai bertemu orangtua Kaysa.

Pukul 19.30

Kaysa menunaikan kewajibannya dan setelahnya ia menyibukkan diri dengan hobinya sampai ia jatuh tertidur.

*****

Tokk . . . Tok . . . . Tok . . .

Seorang anak kecil dengan langkah tergesa-gesa ia mengetuk pintu. Tak berselang lama pintu terbuka dari dalam menampilkan seorang pria yang memasang wajah kesal. Namun, raut kekesalannya berangsur surut tatkala melihat wajah anak kecil di depannya yang memasang wajah ketakutan.

"Kamu kenapa?"

"Om, Arsen boleh tidur sama om?"

"Memangnya kenapa di kamarnya Arsen?"

"Arsen tidak bisa tidur om, terus ada yang suara-suara diluar jendela, Arsen takut om"

"Oke, masuk" (Palingan suara pohon kena angin, bocah-bocah) sambil menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan alur pikiran anak kecil

"Terima kasih om"

"Hmm, langsung tidur yah, awas kalau ngajak ngobrol om, om sudah ngantuk"

"Iya om"

Arsen yang mencoba tidur sambil mencari posisi yang nyaman, tapi tidak bisa tidur juga. Ia ingin meminta tolong Omnya untuk sekedar mengelus-elus punggungnya yang biasa dilakukan oleh mamanya, namun ia urung melakukannya teringat perkataan omnya. Berkali-kali ia mencoba tidur, tapi tak tidur juga. Akhirnya ia mencoba mendekatkan diri ke tubuh omnya, mencoba memeluk omnya dari belakang secara perlahan, takut omnya terganggu. Beberapa detik ia menunggu, ternyata omnya sudah tertidur pulas, ia kemudian mengeratkan pelukannya, dan tak butuh waktu lama, akhirnya ia jatuh tertidur juga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!