Halo semuanya . .. .
Salam Literasi
Saya baru dalam dunia kepenulisan, dan ini karya pertama saya, semoga bisa menambah warna dalam dunia literasi Saran dan kritik yang membangun sangat ditunggu oleh penulis agar makin termotivasi dalam mengembangkan karyanya
Terima kasih
Selamat Membaca
Drrrrrrttt. . . .drrrrrrttt . . . .
suara dering telpon yang terus menggema dalam ruangan yang membuat si pemilik terganggu ditengah tidur lelapnya
dua kali tiga kali . . . . . tidak ada yang menghiraukan suara telpon yang terus berbunyi itu
Bruuk
telpon yang terus berbunyi hingga terjatuh ke lantai membuat si pemilik kesal dan mengambil telponnya
Dengan malas Ia mengangkat telponnya
"Halo"
"Halo, Assalamu alaikum kak, jawab seseorang diseberang telpon
"Wa alaikum salam", masih dengan sikap malasnya
"Baru bangun tidur ya kak, ?"
"Hmm, kenapa ?"
"Kak, boleh kita ketemu ?, ada hal penting yang mau saya bahas sama kakak"
"Bahas apa ?"
"bagusnya kita ketemu saja kak"
"seberapa penting?"
"sangat-sangat penting"
"sangat penting bagaimana?"
"Ihh, ini benar-benar penting kak ", jawabnya penuh penekanan
"yah, berapa kadar pentingnya", jawabnya yang mulai dengan sikap jahilnya jika berbicara dengan orang yang tengah menelponnya ini
"tak terhingga", jawabnya mulai kesal
"saya tunggu di warung bakso tempat biasa yah kak", lanjutnya,
Tutt tuttt . . . .
Tanpa menunggu balasan dari orang yang ditelponnya itu, iya menutup sepihak panggilannya
"Benar-benar mengganggu tidur saja"
Dengan langkah gontai, memasuki kamar mandi bersiap untuk menemui orang yang telah mengganggu tidurnya tadi. masih berkutat dengan ritual mandinya, ia dikejutkan dengan teriakan kakaknya dibalik pintu kamarnya.
"Devaannnnn, bangunnn, ini sudah jam berapa, masih molor ajahh"
Tanpa membalas teriakan kakaknya, ia melanjutkan mandinya seolah-olah tak terjadi apa-apa. Tak berselang lama, ia sudah siap dengan memakai pakaian santainya dengan baju kaos dan celana jeans.
"Dev . ., "ucapan kakaknya berhenti saat pintu kamar terbuka
Takkk
"Aduhh", devan mengusap kepalanya yang dipukul tak sengaja oleh kakaknya
"Tumbenn, mau kemana?"
"biasa", jawabnya enteng seperti biasanya
"kalau mau keluar cepat banget bangunnya,"kata kakak devan, yang biasa disapa Dena
"hmm" ucap devan sambil berlalu dari hadapan kakaknya
"Pergi dulu kak", telpon aja kalau mau nitip, ucap devan lagi sambil keluar pintu utama
*****
Lalu lalang orang-orang bergerak kesana-kemari, baik dengan bantuan alat transportasi atau hanya berjalan kaki saja. Mereka sibuk dengan kesibukan masing-masing. Tak terkecuali, seseorang yang tengah sibuk melihat kesana kemari seolah mencari seseorang yang dinantikannya. Ia masih sibuk menatap keluar dari balik tirai warung bakso tempatnya duduk.
Sesekali ia mengecek hp nya, harap-harap berbunyi menandakan ada notifikasi dari sosmed atau panggilan dari seseorang yang dinantikannya saat ini.
Akhirnya, penantiannya tidak sia-sia, ia dapat melihat dari kejauhan, seseorang baru turun dari motornya dan tengah berjalan menuju kearahnya.
"Heii, kay", sapa orang itu.
"Hay jg kak Devan, aku kira kakk tidak mau datang", balas yang dipanggil kay itu.
"Mana mungkin aku tidak datang, untuk pertama kalinya kamu telpon dan pagi-pagi lagi, jadinya aku penasaran, kamu ajak ketemu yang untuk pertama kalinya juga, yah aku tambah penasaran lah" ucap Devan tidak menyangka dengan tingkah kay hari ini.
"Oh, yah sebelum itu, kakk mau pesan apa?"
"kamu belum pesan sama sekali?"
"tidak enaklah kak, nantinya aku makan, kakk masih nunggu pesanan kakk"
"Selalu aja, tidak enakan sama orang, kay. . kay"
"he. . he. . , jadi kak, mau pesan apa?"
"Bakso aja"
"Oke, tunggu yah kak"
"iya"
"Mba, pesan baksonya dua yahh "
"ok dek"
"sambil nunggu, gimana kalau kita bahas aja, ?" tawar Devan
"begini kak, kakk beneran sudah ngelamar aku langsung ke orangtuaku di kampung", ucap kay agak mengecilkan suaranya
"kamu tau dari mana?"
"kak Dena"
"Kok, bisa sih?"
"Kenapa kakk bilang begitu?" tanya Kay dengan raut penasarannya
"Aku kaget ajah, kenapa kak Dena kasih tau kamu, padahal dia sendiri yang suruh aku untuk tidak kasih tau kamu dulu."jelas Devan
"Jadi beneran, kakk ngelamar aku?"
"Ii-yah, hehe"
"Kok bisa sih kak?, dengan suara yang agak ditinggikan
"Yah, bisalah, kan kita sudah sama-sama kenal"
"pasti gara-gara omongan kak Dena kak?" tebak Kay
"Salah satunya itu"jawab Devan dengan santainya sambil mulai makan bakso yang baru saja dihidangkan diatas meja mereka
"Kakk ihh," Kay kesel yang langsung menelan bakso tenes yang ada dimangkuknya dengan dengan hanya tiga kali kunyahan dan itu sukses membuat ia terbatuk-batuk dan membuat sakit dibagian lehernya. Segera Devan memberi air kepada Kay yang masih tidak berhenti batuk akibat kecerobohannya.
"Kalau makan, kunyah dulu baru telan"
"Pokoknya kakk harus kembali ke orangtuaku, untuk membatalkan lamaran kakk"
"Makan aja dulu, entar keburu dingin tidak enak"
"Kan kita bisa ngobrol sambil makan"
"Ini anak dibilangin, malah makin parah, dalam agama kita tidak dianjurkan makan sambil bicara, ngerti"
"iya aku tau kak, tapi ini masalah sangat penting untuk dibahas"
"Kalau gitu, kenapa ajak ketemu di warung bakso kalau tidak mau makan dulu"
"Yah kan, lapar kak"
"Itu, sudah tau lapar, malah main adu pendapat aja"
Akhirnya Kay mengalah, memilih untuk memakan baksonya.
Beberapa menit kemudian
Akhirnya selesai acara makan bakso mereka masing-masing dalam keheningan yang diciptakan oleh mereka sendiri.
"Kak, boleh dilanjut sekarang bicaranya?"
"Boleh"
"Dari awal ya kak, biar jelas"
"iya"
"Ini berawal dari kak Dena kan kak ?, dia terus bercanda mau jodohin kita, tiap aku diajak jalan sama kak Dena, selalu aja dia bahas kakk, kapan kita jalan lah, kapan nikah lah, dan lainnya pokoknya"
"Sebenarnya ya Kay, aku juga masih ragu awalnya, tapi gara-gara kak Dena terus-terusan paksa aku buat ajak kamu jalan, antar jemput ke kampus, ajak ke rumah, banyaklah pokoknya, dari itu, aku mulai berpikir, kenapa tidak aku coba aja deketin kamu, aku juga sempat berpikir, kok kamu bisa kenal sama kakak aku, mungkin inilah permainan takdir, kak Dena jadi perantara hubungan kita, akhirnya aku putuskan buat lamar kamu"
"Pertemuan aku sama kak Dena itu cuma kebetulan kak"
"Tidak ada yang namanya kebetulan Kay, yang ada itu kepastian"
"Coba kakk pikir lagi deh, mungkin kakk salah ambil keputusan"
"Tidak, Kay, keputusan aku sudah bulat"
"Kalau kakk mau lamar, kenapa tidak kasih tau aku?"
"Kamu pasti akan kayak gini, berusaha nolak, mending aku langsung aja ngelamar kamu ke orangtuamu"
"Kok orangtua aku tidak kasih tau aku kak?"
"Kalau itu, aku yg minta ke mereka, biar nanti aku yg kasih tau, tapi kak Dena keceplosan, jadi gak jadi"
"Tapi kak, aku belum siap, bahkan aku tidak pernah ada niatan buat nikah muda"
"Tenang aja, kita tidak akan nikah dalam waktu dekat ini"
"Tunggu dulu kak, kok orangtuaku bisa setuju?"
"Ahahahha, bisa lah, kan aku yang lamar kamu"
"Aku serius kak"
"Sebenarnya sih, orangtuamu awalnya tidak setuju, alasannya kamu masih kuliah, belum tau apa-apa, disitu aku terus yakinin orangtuamu kalau kamu bisa belajar dan masalah kuliah, sebentar lagi kami, maksud aku, kita (sambil menunjuk Kay dan dirinya sendiri) selesai kuliah, jadi tidak ada yg perlu dikhawatirkan"
"Tapi, orangtuamu kekeuh dan mereka bilang aku ini tidak punya kerjaan tetap, nanti kamu mau dikasih makan apa, pada saat aku bilang, kasih aku kesempatan buat buktiin kalau aku tidak main-main dengan keputusanku, jadilah mereka kasih kesempatan dua bulan buat buktiin keseriusan aku"
"dua bulan?"
"Iya, selama itu, aku akan berusaha deketin kamu, jadi kamunya jangan usaha ngehindar"
"Kan kakk tau kita satu jurusan, terus teman-teman kakk pasti pada benci aku, kalau tau kita deket"
"Itu mah, pemikiran kamu aja, Pokoknya kamu ikut arus aja"
"Kalau aku tidak mau kak"
"Tidak boleh nolak"
"Kakk ini percaya diri sekali, memangnya aku suka sama kakk, tidak kan, jadi aku berhak buat ngehindarin kakk"
"Perasaan suka itu tidak ada yang tau, hari ini kamu bilang tidak suka, besoknya tiba-tiba kamu suka aku, tidak ada yang tahu Kay"
"Memang tidak ada yang tahu kak, tapi untuk saat ini aku tidak mau deket sama siapapun, dan aku juga sudah anggap kakk itu kyak, saudara aku"
"Kalau kamu sudah anggap aku seperti saudara, berarti kamu bisa anggap aku lebih dari itu"
"Bisa-bisanya kakak asal menyimpulkan begitu" kesal Kaysa
Matahari semakin lama semakin menampakkan keberadaannya, membuat orang-orang berlomba melindungi tubuh dari sengatan cahaya matahari, mulai dari memakai payung, topi, dan bernaung sementara ditempat-tempat yang tidak terjangkau cahaya matahari. Namun, tak jarang terdapat orang-orang yang cuek akan hal itu. Begitulah yang terjadi pada Kaysa saat ini. Dengan santainya ia terus berjalan menelusuri jalan yang memang diperuntukkan untuk pejalan kaki.
Hari ini, Kaysa pergi ke kampus setelah mendapat panggilan dari temannya, Mikha, yang meminta ditemani mengikuti diskusi yang merupakan salah satu proker dari HMD (Himpunan Mahasiswa Departemen) mereka. Walaupun Kaysa juga salah satu anggota dari HMD itu, karena hari libur, jadi dia agak malas untuk ke kampus dan memang dia mendadak ada urusan penting saat pagi harinya dan menurutnya ia tidak akan sempat ikut diskusinya.
Sebenarnya Kaysa masih mengurus urusan pentingnya itu yang tak lain urusannya dengan Devan. Ia terpaksa menyudahi dulu, karena ia terus diteror oleh Mikha melalui Hp nya yang terus berbunyi. Pada waktu yang sama, Devan juga berkali-kali mendapat pesan dan panggilan dari temannya yang menyuruhnya ke kampus juga.
Awalnya Devan mengajak Kaysa untuk pergi bersamanya, tetapi Kaysa buru-buru menolaknya. Jika hal itu terjadi, maka sudah dipastikan ia tidak akan tertidur nyenyak esok dan seterusnya.
Devan dan Kaysa memang kuliah di jurusan yang sama. Devan hanya beda dua tahun diatas Kaysa. Mereka juga masuk dalam HMD dan saat ini angkatan Devan menjabat sebagai pengurus di HMD mereka. Hal itu sudah pasti Kaysa termasuk salah satu anggotanya. Itulah salah satu alasan kenapa ia menolak pergi bersama Devan ke kampus. Jika sampai ketahuan dengan kakak pengurus lain, maka kemungkinan terburuk yang akan terjadi adalah hidupnya akan terus ditemani dengan teror-teror yang sangat mengerikan.
"Daritadi aku tunggu kamu disini, aku kira kamu sudah siap-siap ke kampus, kan kamu paling rajin kalau diskusi-diskusi begini", ucap Mikha saat Kaysa sudah ada di depannya
"Kamu kali yang rajin, toh ini kan jari libur, aku tadi pagi juga ada urusan mendadak, jadi sebenarnya aku tidak ada niatan untuk pergi, Tapi gara-gara kamu, aku terpaksa menunda urusanku pagi tadi" ucap Kaysa masih dengan muka datarnya
"He hee, kamu kan tau, aku ikut diskusi ini karena apa", Ucap Mikha cengengesan
"Kamu kan bisa lihat dia tiap hari di kampus" ucap Kaysa
"Dia gak setiap hari kali di kampus" balas Mikha
"Sok tahu aja" Ucap Kaysa
"Mikha gitulohh" ucap Mikha sambil senyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya
Mikha dan Kaysa adalah dua sahabat yang sering bersama dalam setiap kegiatan di kampus, baik itu kegiatan organisasi kampus ataupun kegiatan perkuliahan. Namun, sifat mereka sangat jauh berbeda. Kaysa yang identik dengan sifat yang cuek dan tidak banyak bicara. Sedangkan Mikha yang cerewet dan suka cari perhatian, apalagi dengan senior yang dikaguminya.
"Sepertinya diskusinya sudah dimulai, ayo kita segera pergi kesana," ajak Kaysa sambil melihat banyak orang yang telah berkumpul di taman tempat mereka akan melaksanakan diskusi.
Mereka ikut bergabung dan larut dalam diskusi tengah berlangsung. Namun, disisi lain tempat kumpulan para cowok, ada seseorang yang terus melirik ke kumpulan para cewek.
2 jam kemudian
Diskusi akhirnya selesai
Mikha harus pulang duluan karena telah di jemput oleh kakaknya yang mengajaknya jalan-jalan
Setelah kepergian Mikha, Kaysa akhirnya pulang ke kostnya dengan berjalan kaki dengan mengambil rute jalan yang panjang agar ia tidak bertemu dengan Devan yang ternyata sedari diskusi berlangsung ia selalu diawasi oleh Devan, sehingga ia kurang fokus dalam diskusi.
* * * *
"Dev, loh tumben jam segini ke kampus ?"
"Gara-gara dia, bikin ketenangan hari liburku terganggu", balas Devan sambil menunjuk seseorang di depannya dengan lirikan matanya
"Lo sendirikan yang bilang kemarin buat ingetin kegiatan diskusinya, kok malah kesal sih, jawab orang yang ditunjuk Devan tadi
"iyah, gak di teror juga kali, cukup ingatkan, sebatas itu"
"yah, kan kurang afdhal gitu kalau kamunya tidak hadir diskusi" ucap Ari selaku pelaku yang meneror Devan.
Devan malam menanggapi kembali ucapan Ari, ia memilih untuk masuk ke ruangan kecil di dalam sekretnya yang sudah disulap menjadi perpustakaan mini. Ia kemudian mengambil buku, hanyut dalam pesona buku yang dibacanya tanpa menyadari bahwa teman-teman yang sejak tadi bersamanya pergi entah kemana meninggalkan dia sendiri.
*****
drrttt. . . .drrt. . . . .
bunyi dering telpon yang sedari tadi menggema diruangan yang kecil yang sudah tidak bisa disebut kamar, tetapi sudah selayaknya seperti gudang yang dengam buku berserakan dimana-mana, piring-piring kotor yang masih belum dibersihkan, plastik-plastik berisi barang-barang yang sepertinya baru dibeli untuk keperluan sehari-haripun hanya ditaruh sembarangan.
Drrrtttt . . . . .Drrrtttttt
Drrrrttt.. . . . .Drrrrttttt
Lagi-lagi bunyi dering telpon terus menggema. Si pemilik malah asik rebahan sambil memainkan pena dan kertas, menulis sesuatu yang tampaknya sudah menjadi hobinya hingga dering telpon dan kebersihan serta kerapihan kamarnyapun tak dihiraukannya. Ia masih saja terus berkutat dengan pekerjaan menulisnya, tanpa peduli siapa yang menelponnya.
Selang beberapa menit
Akhirnya ia telah selesai dengan kesibukan menulisnya. Ia membaringkan tubuhnya sebentar, mata menatap kosong di langit-langit kamar dan perlahan-lahan tangannya meraba-raba meja tempat hpnya berada tanpa merubah posisi tidurannya. Ia melihat-lihat siapa saja yang menghubungi dia sejak tadi dan cukup kaget dengan deretan nama yang tertera menu panggilan tak terjawab. Terdapat tiga nama berbeda disana dan satu nomor asing. Ia kemudian beralih ke via chattingnya dan sudah ia duga, yang menelponnya tadi pasti mengirimkan pesan juga padanya.
Kak Dena
Assalamu alaikum, lagi dimana dek?
dek ?
Kak Devan
Dek
kamu sudah pulang?
Alina
kay
K
E
y
p
p
p
tidur yah ?
Kaysa to Kak Dena
wa alaikum salam, lagi di kost kak
Kaysa to Kak Devan
iya kak
Kaysa to Alina
iya, kenapa?
Setelah membalas beberapa chat yang masuk, Kaysa menonaktifkan hp-nya, mematikan lampu dan bersiap untuk berkelana di alam mimpinya
5 menit
10 menit
20 menit
Matanya tak kunjung mau menuruti dirinya. Ia ingin mengistirahatkan tubuhnya barang sejenak saja, membuang keluh kesahnya di alam mimpi, namun tak disetujui oleh matanya yang masih terjaga.
lama ia terdiam, memikirkan cara agat ia cepat tidur. Akhirnya ia tak punya cara lain selain membuka kembali hp-nya menjelajah di youtube mencari konten yang saat ini memang sangat suka ia dengar. Vlog tentang kriminal, bedah buku, kasus-kasus yang sulit terpecahkan bahkan masih ada yang belum terpecahkan hingga sekarang. Sembari mendengar melalui earphone-nya, ia memejamkan matanya.
10 menit berlalu, ia masih fokus mendengarkan konten yang bertema kriminal detektif itu. Hingga tanpa sadar matanya mulai berat untuk terbuka dan akhirnya ia pun tertidur dan masih menyisahkan video yang belum selesai.
konten yang masih berputar itu seketika berhenti saat ada yang video call dan tanpa disadari Kaysa yang terlelap, jarinya tidak sengaja menerima video call dari seseorang yang sepertinya menanti kabar darinya namun hanya dibalas sekenanya oleh Kaysa.
Halo
Assalamu alaikum
Kay
.
.
.
(tak ada jawaban)
Kaysa
kamu dimana, kok gelap layarnya?
Kaysa
.
.
Kaysa
Orang diseberang telpon nampak bingung, tak ada yang membalas ucapannya dan mulai khawatir dengan layar telpon yang menampilkan suasana gelap. Setelah sekian lama menunggu tidak ada suara dibalik telpon, akhirnya telpon dimatikan secara sepihak.
*****
Setelah sekian puluh menit berkutat didepan buku-bukunya, Devan mulai terlihat memikirkan hal lain. Pikirannya jauh memikirkan gadis yang selama ini tak luput dari pikirannya. Ia semakin khawatir semenjak gadis itu mengabaikannya dalam diskusi tadi. Setelah diskusi selesai, ia bahkan tak melihat gadis itu berlalu. Begitu cepat gadis itu mencoba menghindarinya. Tanpa pikir panjang, ia kemudian menghubungi gadis itu.
Sudah dua kali ia menelpon, namun tak kunjung ada balasan dari si gadis itu. Akhirnya ia mencoba menghubungi via chatting.
Devan
Dek
kamu sudah pulang?
Beberapa menit ia menunggu, namun juga tak ada balasan. Padahal dilayar handphonenya memperlihatkan bahwa sedang online dengan tanda chatnya yang ceklis dua.
(Sepertinya dia lagi di jalan mungkin), gumam Devan dalam hati.
Rasa khawatir tetap melanda dirinya. Ia tetap menunggu balasan dari gadis yang membuatnya khawatir itu. Ia kemudian menjelajah di akun sosmednya untuk menghindari kebosanannya menunggu.
Hampir sejam ia menunggu. . .
Tiba-tiba, ada notifikasi chat pribadi muncul dan membuatnya kaget serta senang, karena orang yang membuatnya menunggu telah membalas chatnya.
Kaysa
iya kak
"hmmm, hanya itu?" keluh Devan bicara pada diri sendiri.
belum sempat ia membalas chatnya, tiba-tiba kakaknya menelpon menyuruhnya pulang ke rumah secepatnya.
"Adduh, ini kakk ganggu aja" Kesal Devan
Selang 30 menit, akhirnya ia sampai di rumahnya.
"Assalamu alaikum"
"Wa alaikum salamm" teriak orang di dalam rumah
"Kenapa kak?"
"Ini, kakak minta tolong jaga Arsen, semua kebutuhannya sudah kakak taruh dikamar kamu yah, kakak buru-buru ada urusan mendadak, kakak pergi dulu yah"
"Hah??", belum sempat ia mengelak, Kakaknya sudah pergi dari pandangannya. Suara deru mobil mengisyaratkan kakaknya sudah pergi meninggalkan rumah.
Devan perlahan memasuki rumah dan melihat Arsen tengah bermain dengan mainannya yang bertebaran dimana-mana.
Devan memilih ke dapur tak jauh dari tempat Arsen bermain, bermaksud mengisi perutnya yang masih kelaparan, walaupun tadi pagi sudah diisi. Ia makan sambil memerhatikan Arsen yang asik dengan dunianya sendiri.
Setelah makan, Devan langsung menghampiri Arsen yang berada di ruang tengah dan menyalakan tv bermaksud mencari hiburan. Menjelajahi semua siaran tv yang ada, tidak ada yang menarik baginya. Ia hanya memainkan remote tv terus menjelajah siaran tv, walaupun sebenarnya ia tidak tertarik melihat siaran yang terus berganti. Hingga akhirnya ia, kepikiran dengan hal yang akan ia lakukan saat di perpustakaan mini tadi namun batal ia lakukan karena kakaknya menyuruhnya pulang. Ia langsung mengambil hp-nya menghubungi Kaysa lewat video call. Terdengar nada sambungan dan beberapa saat kemudian panggilan videonya dijawab.
Halo
Assalamu alaikum
Kay
.
.
.
(tak ada jawaban)
Kaysa
kamu dimana, kok gelap layarnya?
Kaysa
.
.
Kaysa
Devan berkali-kali memanggil Kaysa, namun tak ada balasan.
(Mungkin dia tidur), batin Devan
Ia kemudian mematikan panggilan video secara sepihak.
"Gimana aku lancar dekatin Kaysa, orangnya begini, ketemu kost pasti tidur, kalau bukan tidur, pasti asyik dengan hobinya, aduh nasib-nasib, kenapa juga yah aku lamar dia, aku bingung sendiri kan", gerutu Devan pada dirinya sendiri.
Hening sesaat. Ia akhirnya mematikan tv dan mulai mengajak ngobrol Arsen.
"Arsen, kamu suka tidak sama kak Kaysa?"
"Suka bagaimana om, suka sebagai teman atau teman?", goda Arsen yang tak jauh beda sifatnya dengan kakaknya Dena.
"Kecil-kecil sudah tau yah, kamu diajarin apa sih sama mamamu. Eh, menurut Arsen om cocok tidak sama kak Kaysa?"
"Hmmmm, pertanyaan yang sulit, sepertinya butuh waktu seharian memikirkannya", ucap Arsen seperti seorang ilmuwan yang tengah menghadap situasi sulit dan memikirkan cara menyelesaikannya.
"Alah, sok-sok-an mikir segala, susah bicara sama anak kecil, apalagi keturunan kak Dena", sebal Devan sambil selonjoran di sofa panjang mulai memejamkan matanya.
"Tapi om, aku kira om sama kak Kaysa pacaran, mama pernah bilang begitu ke nenek"
"Hah?, apa Arsen, mamamu bilang Kaysa pacar om?," seru Devan, bangkit dari rebahannya.
"Iya"
"Bener-bener ini kakak, aku belum berencana, dia sudah berencana, tanpa mikir dulu akunya nanti bagaimana, aduhh, pusing mikirin terus, gerutu Devan sambil menjambak rambutnya.
"Arsen, kamu main disitu aja yah, Kalau mau keluar atau mau sesuatu kasih tau om, om mau tiduran dulu" lanjut Devan
"Ok bos",
*****
Waktu berlalu terasa cepat, sang surya mulai menghilang digantikan malam yang sebentar lagi mulai menyelimuti langit. Di sebuah kost yang tak layak disebut kost itu, seorang gadis mulai bangun dari tidur nyenyaknya.
"Hmmm" (mengucek matanya yang masih enggan terbuka sambil merenggangkan kedua tangannya)
"Ternyata sudah menjelang maghrib", dengan langkah gontai, gadis itu menuju kamar mandi, mandi dan setelah itu melaksanakan kewajibannya.
20 menit berlalu. . .
"Ini kost berantakan sekali, bingung beresin mulai dari mana", gerutu gadis itu.
Akhirnya setelah sekian lama berpikir, ia rapikan kostnya seadanya, kecuali peralatan makan yang telah ia cuci dan ditata kembali ditempatnya. Merasa sudah rapi, ia mengambil hp-nya dan membuka whatsapp pertama kali.
Kak Dena
Oh iya, kakak mau minta tolong jagain Arsen, kamu bisa kan?
Alina
kamu sudah kerja tugas yang dikumpul besok tidak?
kalau iya, kirim yah jawabannya,
Kaysa to Kak Dena
Maaf kak baru balas, bisa kak
Kaysa to Alina
Kirain ada apa, ternyata tugas,
ini tugasnya (foto tugas)
Tak berselang lama, muncul balasan dari Kak Dena
Kak Dena
Iya tidak apa-apa, Arsen lagi dirumah sama Devan, kalau kamu mau nanti aku hubungi Devan buat jemput kamu
Kaysa to Kak Dena
Tidak usah kak, kirain tidak ada yang jagain Arsen
Kak Dena
Malahan Arsen senang kalau kamu yang jagain dia, daripada si Devan yang kerjanya cuma tidur aja
Kaysa to Kak Dena
Hahahaha, lain kali aja kak saya ketemu Arsennya, maaf yah kak
Kak Dena
Okedeh, gak apa-apa, saya ngerti kok, semua butuh proses
Just read
Kaysa menghembuskan napas lesuh tatkala membaca pesan dari Dena. Waktu seakan sengaja dipercepat. Hanya hitungan minggu ia kenal dengan Dena yang ternyata kakak dari seniornya yang lumayan akrab dengan dia. Hal itu membuat Kaysa dalam situasi rumit, Dena yang suka menggodanya kala membahas seberapa akrabnya dia dengan Devan. Sampai akhirnya dia harus terlibat dalam permainan perjodohan oleh Dena. Semua itu tak lepas dari orangtua Dena dan Devan yang usianya lebih dari setengah abad. Mereka ingin menyaksikan anak bungsunya, Devan, menikah dengan gadis yang baik-baik. Selaku kakak tertua, Dena, diberi kepercayaan oleh orangtuanya untuk mencarikan seorang gadis untuk Devan. Namun, ternyata Dena tak perlu susah mencari, karena gadis itu telah datang dengan sendirinya. Dena telah yakin dengan pilihannya dan mulai menjodohkan mereka. Kaysa masih merenungi nasibnya yang tiba-tiba dijodohkan dengan seniornya. Berharap seniornya menolak, justru tanpa adanya tarik ulur, ia menerima dan bahkan telah sampai bertemu orangtua Kaysa.
Pukul 19.30
Kaysa menunaikan kewajibannya dan setelahnya ia menyibukkan diri dengan hobinya sampai ia jatuh tertidur.
*****
Tokk . . . Tok . . . . Tok . . .
Seorang anak kecil dengan langkah tergesa-gesa ia mengetuk pintu. Tak berselang lama pintu terbuka dari dalam menampilkan seorang pria yang memasang wajah kesal. Namun, raut kekesalannya berangsur surut tatkala melihat wajah anak kecil di depannya yang memasang wajah ketakutan.
"Kamu kenapa?"
"Om, Arsen boleh tidur sama om?"
"Memangnya kenapa di kamarnya Arsen?"
"Arsen tidak bisa tidur om, terus ada yang suara-suara diluar jendela, Arsen takut om"
"Oke, masuk" (Palingan suara pohon kena angin, bocah-bocah) sambil menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan alur pikiran anak kecil
"Terima kasih om"
"Hmm, langsung tidur yah, awas kalau ngajak ngobrol om, om sudah ngantuk"
"Iya om"
Arsen yang mencoba tidur sambil mencari posisi yang nyaman, tapi tidak bisa tidur juga. Ia ingin meminta tolong Omnya untuk sekedar mengelus-elus punggungnya yang biasa dilakukan oleh mamanya, namun ia urung melakukannya teringat perkataan omnya. Berkali-kali ia mencoba tidur, tapi tak tidur juga. Akhirnya ia mencoba mendekatkan diri ke tubuh omnya, mencoba memeluk omnya dari belakang secara perlahan, takut omnya terganggu. Beberapa detik ia menunggu, ternyata omnya sudah tertidur pulas, ia kemudian mengeratkan pelukannya, dan tak butuh waktu lama, akhirnya ia jatuh tertidur juga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!