Hujan yang turun dengan deras kini mulai reda. Meski jalanan masih becek, dan ada genangan air dimana mana. Namun tak menyurutkan keinginan Nara untuk pergi ke rumah sakit melihat adik adiknya. Dengan memakai sendal jepit dan jaket untuk menghangatkan tubuhnya, Nara berjalan ke arah pangkalan angkot yang tak jauh dari rumah kontrakannya.
Setelah berjalan selama lima belas menit, ia pun sampai di pangkalan angkot. Ia pun menemui sahabatnya, yang menjadi sopir angkot disana.
"Bim,,, bisa antar aku ke rumah sakit sekarang, Rana sedang dioperasi sekarang, aku ingin menemaninya, bisa kan Bima?"
Nara menepuk pelan bahu sahabatnya yang kini sedang menikmati kopi tubruknya.
"Bentar ya Nara, aku habiskan kopiku dulu, mubadzir kalau tidak habis. Setelah itu kita tunggui Rana bersama."
Pria yang bernama Bima itu pun segera menghabiskan kopinya, lalu membayarnya. Setelah itu keduanya pun berjalan menuju angkot yang Bima kendarai.
Bima adalah sosok pria yang tampan, tubuhnya pun ideal dengan ketampanannya. Usianya 4 tahun lebih tua dari Nara, yaitu 22 tahun.
Sebenarnya dulu ia anak orang yang berada. Namun setelah kedua orang tuanya meninggal, hartanya dikuasai oleh pamannya, ia pun terusir dari rumahnya sendiri.
Hidupnya pun luntang lantung karena tak punya sanak saudara.
Dari hasil mengamen ia mencari sesuap nasi untuk bertahan hidup. Tidurnya di dalam masjid yang mengizinkan para fisabilillah untuk beristirahat.
Hingga akhirnya ia bertemu dengan Nara.
Saat itu Nara sedang di ganggu oleh preman terminal, lalu Bima menolongnya dan berhasil mempercundangi ketua geng preman itu.
Hingga akhirnya ia yang menggantikan menjadi pimpinan geng preman itu.
Namun dibawah pimpinannya, geng itu berubah menjadi baik, suka menolong bukan memeras dan merampas hak orang lagi.
Dan kini ia diberi kepercayaan oleh pemilik angkot untuk mengelola angkutannya. Karena mereka tau watak Bima yang sebenarnya. Ia suka menolong, jujur dan bertanggung jawab.
Sejak pertemuan pertama kali dengan Nara, ia sudah jatuh hati padanya, oleh karena itu, ia selalu ada saat Nara membutuhkannya.
Setelah keduanya menaiki angkot, Bima pun melajukan angkotnya menyusuri jalanan yang masih becek karena air hujan. Nara duduk di depan di samping Bima.
Ia hanya membisu sambil memandang ke luar jendela. Sekilas ia teringat kenangan semalam, tak terasa buliran bening itu pun mengalir dari pelupuk matanya membasahi pipi yang sedikit cubby itu.
Bima yang menyadari Nara menangis, dengan lembut membelai rambut Nara dan mengelus elus punggungnya. Berusaha menghibur dan menguatkan Nara.
"Percayalah,,, semua akan baik baik saja, Rana akan bersama dengan kita. Ia akan sembuh, kembali ceria seperti biasanya."
Bima berusaha menenangkan hati Nara yang di sangkanya sedang mengkhawatirkan Rana hingga ia menangis seperti itu.
"Aamiinn,,, moga doa kita semua di ijabah oleh Allah ya Bim,,,"
Ucap Nara sambil menghapus air matanya.
"Aku harus melupakan semua, aku harus tetap kuat demi adik adikku, persetan dengan pria brengsek itu, aku akan pergi jauh setelah Rana sembuh. Agar tak bertemu dengannya lagi."
Bisik hati Nara berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri.
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Setelah memarkirkan angkotnya, Bima pun menyusul Nara yang terlebih dulu masuk ke dalam rumah sakit. Setelah bertanya pada perawat bagian informasi, ia pun menuju ke ruang Rana dirawat.
Saat tiba di depan ruang adiknya, langkahnya terasa berat untuk memasuki ruangan itu. Ia merasa kotor, serta merasa bersalah telah memberi uang haram pada adiknya, ia merasa tak pantas disebut sebagai Kakak yang menjadi teladan untuk adik adiknya.
Buliran bening pun mengalir lagi dari mata indah itu.
Ia hanya menatap ke dalam dari luar kaca jendela. Cukup lama ia hanya memandangi adik adiknya dari luar. Hingga ada tangan yang menyentuh pundaknya. Ia tak membalikkan badannya untuk melihat yang menyentuhnya, karena ia yakin itu adalah Bima.
"Bim,,, aku tak sanggup bertemu dengan mereka, aku telah kotor, tak pantas menjadi Kakak yang jadi banggaan mereka, aku,,,"
Ucapan Nara terhenti saat ia membalikkan badannya, dan tatapannya beradu dengan tatapan dingin yang tajam, membuat hatinya menciut melihatnya.
Tubuhnya gemetaran melihat siapa yang ada di depannya sekarang, tak terasa ia pun memundurkan tubuhnya hingga terpentok pada dinding rumah sakit.
Kakinya serasa tak bisa menopang tubuhnya. Ingin rasanya ia berlari secepat mungkin dari tempat itu untuk menyelamatkan dirinya.
Suasana yang masih sunyi di rumah sakit karena masih pukul 4 pagi menambah horor bagi Nara.
Ia tak dapat berkutik karena tubuhnya telah terkunci oleh pria itu. Ingin sekali ia berteriak minta tolong tapi lidahnya terasa kelu, ia hanya bisa memejamkan matanya saat pria itu mendekatkan wajahnya pada Nara.
"Berani sekali kamu pergi dengan pria lain setelah menanda tangani kontrak nikah kita, kau hanya milikku, tak diijinkan ada pria yang menjamahmu,,, dan untuk kelancanganmu kau harus dapat hukuman dariku."
Pria itupun mencengkram tangan Nara dan menariknya paksa untuk mengikutinya. Nara berusaha melepaskan genggaman tangan Raffi, namun sia sia.
" Tuan saya mohon lepaskan saya,,, saya ingin menunggui Rana,,, ku mohon,,, Tuan bisa menghukum saya apa saja setelah adik saya sadar Tuan,,, saya mohon,,,"
Iba Nara di setiap langkah mereka, namun tidak digubris oleh Raffi.
Hingga mereka menaiki lift khusus dan berhenti di depan sebuah kamar yang cukup besar, iya itu memang lift yang langsung dihubungkan ke kamar Raffi saat ia melakukan cek kesehatan, hingga tak ada seorang pun yang tau kecuali dia, asistennya dan Dokter pribadinya.
Nara yang tau akan maksud Raffi berusaha untuk melarikan diri saat Raffi melepaskan genggamannya. Ia segera berlari ke pintu berusaha untuk membukanya.
Rasa takut yang teramat saat kejadian semalam terlintas lagi dipikirannya, membuatnya tak bisa berpikir jernih dan hanya satu keinginannya, keluar dari ruangan itu dengan cara apa pun.
Ia terus berusaha membuka pintu dengan memecahkan kodenya, namun semua percuma. Air matanya pun menetes lagi.
" Ya Allah tolonglah hamba,,," bisiknya lirih sambil berusaha membuka pintu itu.
Raffi yang melihat usaha keras Nara hanya tersenyum tipis. Sesungguhnya ia mengajak Nara ke kamarnya supaya Nara bisa istirahat sebentar, setelah Rana sadar baru Raffi mengantarnya lagi ke tempat Rana.
Namun keusilan pun timbul di otaknya saat melihat reaksi Nara yang seperti itu. Ia pun mulai menjahili Nara.
" Kau tak akan lepas dariku,,"
Bisiknya di telinga Nara hingga hembusan nafasnya terasa di leher Nara, memberikan sensasi berbeda pada Nara. Serta tangan Raffi yang sudah memeluk Nara dari belakang.
Membuat Nara tak bisa bergerak, dan pasrah saat tubuhnya dibopong Raffi dan direbahkan diatas tempat tidur, lalu dihimpitnya.
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
æ⃝᷍𝖒𖣤᭄℃æͣ͢𝖒ᷘ𝅘 ͤ⸙ᵍᵏ
rafii nackal ya 🙄 dasar cowo
2023-01-06
2
kasian bima, ternyata dia anak orang kaya, sampai hati paman nya merebut harta orgtua bima, tiada perasaan kasian padahal bima pun kira ank mereka juga, bersabar bima, teruskn perjuangan pun wlupun tak punya apa2..
kisah nara pun tdk lari juga, amat menyedihkn juga, dimana lg adik nya berada di hospital sedang menjlnkan operasi, mana lg raffi seperti buaya... 😪😪
2022-10-19
4
🦋⃟💎⃞⃟𝘼𝙇𝚏𝚒𝐞𝐞𝐫𝐚.༄㉿ᶻ⋆ ❤
💪💪💪💪💪semangat
2022-06-27
6