Pelangi Setelah Hujan

Pelangi Setelah Hujan

Episode 1

Di kamar yang besar, bahkan sangat besar dengan nuansa putih yang memiliki pintu kaca yang sangat besar untuk menuju balkon di kamar tersebut terisi dengan kesedihan. Ada seorang perempuan cantik yang baru saja selesai mandi dengan rambut yang sengaja di ikat tinggi dengan acak serta menggunakan gaun putih yang longgar dengan perut yang sudah mulai membesar.

Perempuan itu duduk di sisi kiri kasur yang langsung menghadap pada pintu kaca yang sangat besar, sebelum menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia lelah dengan situasi ini. Situasi yang menurutnya tidak akan pernah selesai sampai kapanpun.

Tiga bulan sudah dia hidup di rumah ini dengan status yang berbeda. Bukan lagi menjadi seorang tamu seperti dulu, tapi kini statusnya sudah menjadi menantu di rumah ini.

Ayah, Bunda. Apa kalian melihat diriku dari sana? Aku merindukan kalian.

Perempuan itu selalu seperti ini di setiap pagi. Duduk di sisi kiri dan melihat ke arah langit lewat pintu kaya yang transparan tersebut. Perempuan itu selalu mengutarakan kata-kata rindunya untuk kedua orangtuanya, seakan akan orangtuanya akan selalu mendengar ucapannya.

"Kak Vina, Mama suruh untuk turun." Perempuan cantik dengan rambut pirang tersebut masuk tanpa memberi aba-aba sehingga membuat perempuan yang di panggil Vina tersebut terkejut dan tanpa sadar menjatuhkan ponsel yang dipegangnya.

Vina menatap perempuan tersebut sejenak sebelum bangun dari posisi duduknya untuk menggapai ponselnya.

"Maaf Kak, aku tidak sengaja." Ucapnya dengan langkah yang cepat agar bisa membantu Vina yang ingin mengambil ponselnya di bawah kolong kasur.

"Tidak masalah Lili, ini bukan salah kamu. Aku tadi melamun jadi tidak sadar kalau kamu masuk." Ucap Vina sambil mencoba mengambil ponselnya dan menjaga perutnya agar tidak terantuk dengan benda yang keras.

"Biar aku saja Kak." Ucap Lili dengan sigap langsung menggatikan posisi Vina, tidak menunggu waktu yang lama ponsel Vina sudah kembali di tangan Vina.

"Terimakasih." Ucap Vina tulus pada adik iparnya.

Jika di tanya apa Vina iri dengan perempuan yang sedang berdiri dan tersenyum di depannya saat ini? Ia, Vina menegaskan dengan jelas ia iri dengan Lili.

Umur keduanya tidak beda jauh namun keadaan keduanya jauh berbanding terbalik.

Lili yang sibuk mengejar tahap koass untuk mendapat gelar dr. (dokter), namun Vina? Dirinya sudah mendapatkan gelar, namun semuanya terasa sia-sia saat ini.

"Lebih baik kita turun sekarang sebelum Mama mulai mengomeliku karna kita tidak kunjung turun." Ucap Lili dan membuat Vina tersenyum.

Vina selalu berharap senyumnya tidak pernah luntur, tapi fakta selalu berkata lain. Melihat keadaannya saja sudah pasti tidak bisa membuat Vina senyum. Senyum yang ia tunjukan saat ini hanyalah topeng yang ia gunakan.

"Hati-hati Kak." Ucap Lili sambil memegang tangan kanan Vina dan membantu menuruni setiap anak tangga, hingga akhirnya di anak tangga terahkir.

"Terimakasih Li." Ucap Vina saat sudah sampai di lantai dasar.

"Sama sama Kak." Ucap Lili.

Vina dan Lili berjalan kembali ke tempat sarapan.

"Pagi sayang?" Sapa Rahma pada menantunya dengan senyum indahnya.

Tidak bisa Vina pungkiri lagi, menurut Vina kecantikan Lili berasal dari Rahma mama mertuanya sedangkan Angga suami dari Vina, ia pun yakin apa yang Angga miliki di wajahnya berasal dari papa mertuanya yaitu Hendra wijaya walaupun Vina jarang sekali melihat Papa mertuanya, karna Papa mertuanya hanya pulang sebulan sekali dari luar kota.

"Pagi juga Ma." Sapa balik Vina saat sudah masuk ke dalam pelukan Mama mertuanya.

Rahma memang selalu memeluk Vina setiap pagi, mereka sangat dekat maka tidak heran kadang orang mengaggap mereka memiliki hubungan anak dan ibu bukan mertua dan menantu.

"Duduklah Mama sudah membuatkan sarapan yang baik dan sehat untuk kamu dan si kecil." Ucap Rahma sambil menuntun Vina menuju kearah kursinya di samping Angga pastinya.

Semua orang memang selalu makan dalam diam, kecuali ada hal yang penting untuk dibicarakan dan Vina sudah terbiasa akan hal itu. Hampir semua kebiasaan keluarga suaminya, sama seperti kebiasaannya di rumahnya dulu.

"Terimakasih Ma." Ucap Vina tulus.

"Sama-sama sayang." Jawab Rahma yang juga sudah duduk di kursinya.

"Sepertinya aku harus pergi, ada panggilan mendesak." Ucap Lili dengan suara menyesal memandang Rahma dengan tangan yang memasukan ponsel ke dalam saku celana panjang hitam miliknya.

"Apa harus sekarang?" Tanya Rahma menatap Lili yang sudah berdiri dari tempat duduknya.

"Maaf Ma," ucap Lili sambil berjalan ke arah Rahma,

"Lili akan pulang awal hari ini."ucap Lili Lagi.

"Baiklah hati-hati sayang." Ucap Rahma sebelum membiarkan Lili memeluknya dan memberikan jejak manis di pipi kanannya.

"Terimakasih Ma, aku tidak akan telat." Ucap Lili sebelum berjalan ke arah Vina dan berjongkok mendekat ke arah perut Vina.

"Jangan nakal ya sayang, kasian Mama kamu harus bolak-balik ke kamar mandi karna kamu. Makan yang banyak, jangan dimuntahkan lagi." Ucap Lili sambil mengusap perut Vina dan semua orang tersenyum kecuali Angga pria yang duduk di samping Vina.

"Dia pasti akan mendengarkan kamu, hati-hati menyetirnya." Ucap Vina saat Lili sudah berdiri dari posisinya.

"Baik Kak." Jawab Lili.

"Aku pergi Bang." Pamit Lili dan dianggukan oleh Angga tanpa melihat ke arah Lili,

Angga hanya fokus pada makanan yang ada dihadapannya. Kini hanya tinggal Rahma, Vina dan Angga yang masih duduk berdiam diri dengan tangan yang sibuk dengan sendok dan garpu.

"Kamu tidak ke perusahaan Angga?" Tanya Rahma saat melihat anak tertuanya sama sekali belum menggunakan pakaian kantornya.

"Pergi kok Ma, sebentar lagi. Aku ada rapat di dekat sini, jadi aku pikir lebih baik aku berangkat dari rumah." Ucap Angga santai dan Vina juga baru sadar kalau suaminya sama sekali belum siap.

"Oh Mama kira kamu tidak ke perusahaan." Ucap Rahma.

"Ma aku ke dalam dulu." Ucap Vina yang merasa kalau badannya sudah mulai tidak enak, rasa mual itu kembali lagi dan mau tidak mau Vina harus tetap di kamar agar gampang ke kamar mandi.

"Apa kamu mual lagi?" Tanya Rahma dan dianggukkan oleh Vina dengan wajah yang menggambarkan Vina menahan sesuatu.

"Baiklah."

Setelah mendapat izin dari mama mertuanya, Vina bergegas kembali ke kamarnya dengan rasa mual yang tidak mampu di tahan, sementara Angga hanya diam melihat punggung Vina yang semakin menjauh dari pandangannya. Angga tidak tahu apa alasan ia memandangi punggung istrinya, tiba-tiba saja ia ingin melihatnya saat mendengar suara langkah kaki Vina yang semakin menjauh.

"Kamu harusnya bersikap peduli, Istri kamu butuh dukungan bukan hanya tatapan dari kamu." Ucap Rahma yang melihat Angga hanya diam sambil melihat ke arah Vina.

"Apa sih Ma, sudah bagus Angga mau menikahinya. Jadi jangan pernah meminta hal yang lebih." Ucap Angga dengan santai, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Rahma yang diam dengan pikiran yang bercampur menjadi satu. Banyak masalah yang dipikirkan oleh Rahma dan semua karna kesalahannya.

Apa lebihnya kalau kamu memperhatikan vina?hmm batin Rahma

Angga berjalan menuju kamarnya atau bisa di bilang kamarnya dengan Istrinya Vina yang baru di tempati selama 3 bulan. Angga membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam kamarnya sebelum kembali menutup pintu kamarnya. Angga tidak melihat Vina dan sudah dipastikan Vina masih di dalam kamar mandi.

"Apa kamu masih di dalam?" Tanya Angga sambil mengetok pintu terlebih dahulu.

Tidak ada jawaban dari dalam, namun Angga dapat mendengar suara gemercikan air dari dalam.

Berarti Vina ada di dalam, pikir Angga.

Angga kembali tidak perduli, Angga hanya berjalan membuka pintu putih yang cukup besar dan masuk ke dalam Dress Room miliknya. Angga mengambil stelan pakaian kerjanya dan keluar dari dress room dengan pakaian kerja yang sudah dipakainya. Angga keluar dan tepat langsung berhadapan dengan Vina yang sepertinya juga ingin masuk ke dalam dress room.

Sempat terdiam beberapa detik, hingga akhirnya Vina masuk ke dalam dress room tanpa memperdulikan Angga.

Angga pun sebaliknya, hubungan mereka hanya sebatas diatas kertas atau bahkan hubungan mereka hanya dua orang asing yang tinggal di atas atap yang sama. Seperti inilah mereka, berbicara hanya seperlunya.

Angga memasang jam tangannya dan melihat Vina yang baru saja keluar dari ruangan dengan tas yang ada ditangannya.

"Mau kemana?" Tanya Angga singkat dan di jawab dengan singkat juga oleh Vina.

"Rumah sakit."

Vina mengambil ponsel dan dompetnya dan segera memasukannya ke dalam tas abu-abu yang baru saja di ambil dari ruangan pakaian. Berjalan dengan santai, tanpa menghiraukan tatapan yang di berikan oleh Angga.

"Ini." Ucap Angga sambil memberikan kartu dengan logo perusahaan yang terkenal.

"Tidak perlu, aku ada." Ucap Vina dan melewati Angga.

Saat baru ingin membuka pintu, Vina menghentikan aktivitasnya karna tangannya yang di tahan oleh seseorang dan Vina tahu siapa pelakunya.

"Kumohon jangan membuat suasana semakin dingin Angga, aku sudah cukup lelah".

Vina memutar tubuhnya dan menatap Angga seakan bertanya 'Ada apa?'

"Aku tidak suka penolakan, ambil ini dan pakailah. Setidaknya ini mampu memperlihatkan kalau hubungan yang kita jalani baik-baik saja di luar sana. Jangan buat aku malu, jangan buat aku seolah olah tidak memberikan kamu nafkah." Ucap Angga dingin, Vina menatap Angga tidak percaya sebelum mengambil kartu tersebut dan memutar tubuhnya untuk keluar dari kamar.

Dia, pria itu, dia Angga Wijaya, pria berhati dingin, tanpa bisa di sentuh.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Terpopuler

Comments

pamungkas

pamungkas

liat promo di fb jd penasaran dan mampir....

2021-10-10

0

Khonsa AN

Khonsa AN

mampir dulu nyimak...apa yg diperutnya Vina anak nya Angga kah?

2021-08-19

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

Angga dingin ke Vina nanti juga bucin

2021-08-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!