Vina sama sekali tidak bisa memejamkan matanya di kamar dengan nuansa ungu tersebut.
Vina sudah menutup matanya, namun terbuka lagi dan ternyata hal itu tidak luput dari pandangan Lili.
"Maafkan kelakuannya, Kak. Kakak tahu dengan benar emosinya memang selalu begitu." Ucap Lili merasa bersalah pada Vina.
"Santai saja, aku sudah biasa dengan sikapnya. Itu makanan sehari hari Kakak." Ucapan Vina membuat Lili tertawa.
"Tidurlah, besok kamu kuliah." Ucap Vina dan dianggukkan oleh Lili.
Lili mulai masuk ke dalam dunia mimpi, tapi tidak dengan Vina.
Dalam lamunannya Vina ingin berbicara dengan Dion walaupun bukan menyangkut masalah ini tapi masalah tadi siang membuat niatnya gugur.
Jangan ditanya apa alasannya, sedingin apapun dirinya dengan Dion, Vina akan tetap mencari Dion begitu juga sebaliknya. Tidak ada yang bisa memungkiri keduanya memiliki aliran darah yang sama dari Ayah mereka.
Vina merebahkan kepalanya dan kembali mengingat betapa bencinya Vina pada adiknya dulu, walaupun rasa bencinya mulai terhapus dengan bertambahnya umur, Vina bisa mengatakan dengan jelas hubungan keduanya mulai berangsur baik sejak kehamilan Vina terbongkar.
Flashback
Setelah beberapa bulan kedatangan Dion semua musibah terjadi dengan drastis. Sang Ayah meninggal karna kecelakaan, perusahaan bangkrut karna tidak ada yang bisa menjalankannya dan beberapa bulan kemudian sang Bunda mengalami despresi.
Vina membenci Dion, sangat. Vina berfikir ini semua karna Dion, Dion membawa kesialan bagi keluarganya.
Sejak saat itu Vina bekerja dengan keras agar mendapatkan beasiswa dan bisa membawa Bundanya pindah ke Jakarta untuk mendapatkan perawatan yang baik di sana dan meninggalkan rumah mereka di Bandung.
Setelah perjuangannya, Vina berhasil mendapatkan beasiswa dan membawa sang Bunda ke rumah sakit jiwa di Jakarta untuk mendapatkan perawatan yang baik. Vina tidak peduli dengan sosok Dion yang mengikutinya sampai ke Jakarta, setelah Vina sampai di Jakarta dia mulai bekerja sebelum masuk kuliah dengan beasiswa.
Mengumpulkan Uang yang banyak, Vina sangat benci pada Dion namun dirinya tidak bisa membiarkan Dion tidak melanjutkan pendidikannya. Amanat sang Ayah, ucapan sang Ayah masih melekat di dalam pikirannya. Diam-diam Vina juga mulai menabung demi Dion dan sejak itu Vina memasukkan Dion ke sekolah berasrama.
Dan entah keberuntungan atau kemalangan Vina bertemu dengan Rahma yang Ibu mertuanya sekarang, hingga akhirnya Rahma tahu kalau Vina anak sahabatnya dan mengajak untuk tinggal bersama.
Vina bukan orang yang gengsi, Vina memang membutuhkan bantuan. Vina harus mengirit untuk semua keperluan dan inilah caranya.
Vina mulai tinggal di kediaman rumah Rahma dan semua orang menyambutnya dengan hangat termasuk Angga.
Vina sudah bagaikan anak dan saudara bagi mereka.
Hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Semuanya semakin membaik, Vina mulai bisa menerima Dion walaupun masih ada kebencian sedikit, Bundanya sudah tidak diam lagi. Bundanya sudah mulai berbicara.
"Apa semuanya baik-baik saja?" Tanya Vina pada Dion saat tanpa sengaja mereka bertemu saat menjenguk sang Bunda.
"Aku baik-baik saja, bagaimana dengan Kakak? Aku dengar Kakak pergi dari rumah tante Rahma." Tanya Dion.
Semua semakin membaik, tapi Vina tidak baik saat itu. Vina benar-benar butuh sandaran. Setelah hampir enam tahun dirinya menyatakan ia mampu dengan semua masalah, namun kali ini dirinya tidak mampu mengahadapi masalah yang ia hadapi.
"Ada apa?" Tanya Dion yang melihat ekspresi Vina yang mulai berubah.
Vina tidak bisa menutupinya, Vina memeluk Dion dengan tangisan yang sudah pecah. Jarang sekali Dion melihat sang Kakak menangis atau mungkin ini untuk yang ketiga kalinya.
Pertama, saat dirinya datang ke kehidupan Kakaknya.
Kedua, saat sang Ayah meninggal.
Ketiga, saat ini. Bahkan saat Bundanya dinyatakan depresi, Kakaknya tidak menangis, namun memberikan pelukan hangat untuk Dion.
"Ada apa? Apa ada masalah?" Tanya Dion sambil terus menenangkan Vina.
" Aku harus bagaimana?" Pertanyaan Vina begitu ambigu di telinga Dion dan membuat Dion langsung melepaskan pelukan Vina dan menatapnya.
"Apa apa cerita padaku? Semuanya baik-baik saja bukan? Apa Kakak gagal mendapatkan pekerjaan? Apa mereka menyakiti Kakak? Bilang jangan buat aku takut!"
Vina menatap Dion dengan tatapan meminta maaf, sebelum mulai menceritakan masalahnya. Dion mengepal tangannya saat mendengar cerita Vina, Dion merasa gagal menjadi adik laki-laki untuk kakaknya dan Dion merasa gagal karena tidak bisa menepati janjinya pada sang Ayah sebelum meninggal.
Dion membawa Vina ke dalam pelukannya, seakan memberikan kekuatan pada sang Kakak. Dion bukan pria yang akan mudah terbakar emosi, yang Dion perlu utamakan sekarang adalah kakak perempuannya. Dia akan memberi pelajaran pada pria brengsek itu, setelah melihat sang kakak tenang.
"Kita akan betemu dengannya, aku akan memberikan pelajaran padanya." Ucap Dion saat Vina sudah tenang dan ucapan Dion langsung di tolak oleh Vina.
"Kak aku gak akan menyerahkan Kakak pada keluarga itu lagi, aku akan keluar dari asrama dan akan menjaga Kakak. Aku hanya ingin memberikan pelajaran pada pria Brengsek itu, sungguh aku gak akan membuat Kakak kembali lagi ke rumah itu." Ucap Dion menyakinkan Vina.
"..." Vina hanya diam, ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Pikirannya kosong, dunia nya hancur.
Besoknya sesuai ucapan Dion, Dion datang ke rumah Angga dan memberikan Angga beberapa pukulan yang membuat Angga terjatuh dengan rasa sakit akibat pukulan Dion.
"Kau pria brengsek, lebih baik kau mati. Pria kurang ajar!" Teriakan Dion membuat semua orang berkumpul di satu titik. Rahma hanya bisa menangis dalam pelukan Lili saat melihat Angga yang mengeluarkan darah di sisi kanan bibirnya.
"Ada apa ini, kenapa kamu buat masalah di rumah saya?" Tanya Hendra saat sudah melepaskan cekraman Dion dari Angga.
"Anak anda sangat kurang ajar. Tanyakan pada anak anda dan saya harap anak anda tidak pernah muncul di hadapan kakak saya lagi, jika dia menunjukan dirinya di hadapan Kakak saya lagi, saya tidak akan tinggal diam." Ucap Dion dengan lantang dan pergi dari rumah dengan membawa Vina yang menunggu di luar.
"Jangan sedih lagi Kak, aku akan mengantar Kakak ke rumah teman Kakak. Aku akan mengurus kepindahanku dulu di asrama dan mencari kontrakan untuk kita. sementara Kakak harus bertahan dulu di sana." Ucap Dion saat mereka sudah berada di dalam taksi.
"Em.."
Vina hanya bisa diam, Vina sadar adiknya sangat menyayanginya. Adiknya bagaikan pelindung baginya, Vina merasa bersalah karena pernah membenci adiknya.
Beberapa hari kemudian, pihak rumah sakit menelpon kalau sang Bunda pergi dari rumah sakit dan itu membuat Vina dan Dion khawatir. Hanya satu tempat yang mungkin di kunjungi Bundanya, yaitu kediaman Rahma dan Hendra. Bukan karna tidak ada alasan, beberapa bulan yang lalu bundanya bertanya di mana Vina tinggal dan Vina pun memberikan alamatnya kepada sang bunda.
Vina mulai merasa takut,,
"Tenang kak. Kita akan memastikan Bunda ada di sana atau tidak. Jangan khawatir, Bunda gak akan tahu apapun, hem." Ucap Dion menenangkan Vina.
Vina sangat takut sang Bunda tahu dan kecewa padanya.
Kurang lebih tigapuluh menit Vina dan Dion sampai dan berlari dengan kencang.
Berhenti.
Vina dan Dion menghentikan langkahnya saat melihat sang Bunda menangis dan mereka pernah melihat semua ini. Saat sang Ayah membawa Dion ke rumah mereka, Sang Bunda menangis seperti itu. Vina menelan ludahnya dengan susah payah dan Dion tahu apa yang dipikirkan kakaknya.
Dion menghembuskan nafasnya dengan kasar sebelum berjalan ke arah Bundanya, meninggalkan Vina yang masih terdiam.
Disana bukan hanya ada Bundanya, namun ada beberapa orang yang sama dengan yang Dion lihat beberapa hari yang lalu.
"Bunda, Bunda ngapain di sini? Ayo pulang sama Dion." Bujuk Dion pelan namun di tolak oleh sang Bunda.
"Tidak, dimana Kakakmu?" Teriakan sang Bunda tanpa sadar membuat Vina memundurkan langkahnya. Dirinya secara refleks meminta untuk menjauh.
Inilah yang di takuti selama beberapa menit yang lalu, Vina tidak bisa melihat tatapan kecewa sekaligus marah dari Bundanya. Semua orang melihatnya dengan berbagai pandangan, Vina ingin pergi namun kakinya seakan melekat kuat dengan lantai.
"Bunda, ini bukan salah Kakak. Dion akan menjelaskan semuanya, kita akan menyelesaikan dengan baik Bun. Lebih baik kita pergi sekarang, ayo Bun." Bujukan Dion.
Sang Bunda mengalihkan tatapannya kearah Vina dan tak menghiraukan Dion, hingga tatapan keduanya bertemu. Dulu tatapan itu ditujukan untuk sang Ayah, tapi kini tatapan itu untuknya. Tatapan yang sangat di benci oleh Vina. Tatapan itu terlihat terluka, namun ada rasa marah di sana.
"Yanti, tenang dulu. Kita akan selesaikan masalah ini sama-sama." Kali ini Rahma angkat bicara menenangkan emosi Yanti pada putrinya Vina.
"Kamu diam saja Rahma, aku senang saat dia tinggal di sini. Aku kira dia akan baik-baik saja di sini, tapi ternyata aku salah. Anak laki-laki mu__" ucap Yanti Bunda Vina sebelum tatapannya berakhir pada sosok pria yang berdiri di samping Hendra.
"Aku kecewa sama kamu Rahma." Ucap Yanti sebelum berjalan ke arah Vina dengan tatapan yang masih sama.
"Bun, aku bisa__."
Plakk
Vina hanya diam sambil memegang pipi kirinya. Sakit itulah yang Vina rasakan dipipinya, namun dihatinya Vina lebih merasakan yang lebih Sakit lagi dari pada rasa tamparan yang ada dipipinya.
"Bunda apa yang Bunda lakukan? Kak Vina gak salah." Ucap Dion yang sudah membawa Vina ke dalam pelukannya.
Vina hanya bisa menangis dan Yanti hanya bisa meratapi nasibnya. Yanti merasa gagal menjadi seorang Ibu.
"Bunda kecewa sama kamu Vina, seharusnya kamu bisa menjaga diri kamu lebih baik lagi." Ucapan sang Bunda membuat Vina semakin sakit.
"Yan, sudahlah bukan Vina yang salah. Anak kami yang salah, kami akan membuat Angga bertanggung jawab, jadi tenanglah. Semua akan kembali seperti awalnya." Ucap Hendra yang mulai angkat bicara karena sudah melihat terlalu jauh masalah melebar.
"Kamu pikir semuanya akan mudah Hend? Bagaimana aku bisa menghadapi Ayah mereka, bagaimana bisa aku menjelaskan semuanya saat aku bertemu dengannya?" Ucapan sang Bunda membuat Vina berani memanggil sang Bunda lagi.
"Bunda?" Panggilan Vina tak di gubris oleh sang Bunda.
"Apa? Apa kamu ingin menolak tanggung jawab yang di berikan oleh Angga?" Tebakan sang Bunda berhasil membuat Vina terdiam.
Tebakan sang Bunda adalah fakta, sesial apapun nasibnya nanti dirinya tidak akan mau hidup dengan pria brengsek yang saat ini menatap dirinya dengan kebencian yang begitu besar.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kasihan Vina😭😭😭😭
2021-08-19
0
Shellia
Mungkin semua itu memang rencana mama Rahma karena mama Rahma tdk menginginkan Angga nikah sama Risa si wanita ular
2021-07-24
2