Vina baru saja selesai mengecek kandungannya yang baru memasuki bulan kelima dan semuanya sesuai harapan Vina. Semuanya baik, semuanya baik baik saja setidaknya sampai saat ini. Vina yang merasa ponselnya bergetar segera mengangkatnya setelah melihat siapa yang menelponnya.
"Ya Ma, ada apa?" Tanya Vina pada Rahma.
"Bagaimana? Apakah dia baik-baik saja?" Tanya Rahma pada Vina.
"Dia baik Ma, sangat baik." Jawab Vina seadanya.
"Baguslah, maaf ya Mama gak bisa mengantar kamu tadi." Ucap Rahma yang terdengar menyesal.
"Tidak masalah Ma." Jawab Vina dengan suara ciri khas miliknya, lembut.
"Kamu mau kemana setelah ini?" Tanya Rahma pada Vina.
"Aku mau ke tempat Dion Ma." Jawab Vina yang sudah masuk ke dalam mobil setelah menunggu pak Bambang mengambil mobil.
"Ada apa dengan adik kamu?" Tanya Rahma penasaran karna jarang sekali Vina mengunjungi adiknya, kalau Vina mengunjunginya pasti karna ada masalah yang di buat oleh adiknya Vina.
"Ada sedikit masalah Ma." Jawab Vina jujur. Sebelum Vina sampai di rumah sakit pihak asrama menelponnya, melaporkan perilaku adiknya yang melewati batas kembali.
"Baiklah, hati-hati. Jangan terlalu pusing sayang." Ucap Rahma
"Iya Ma, kalau begitu aku tutup telponnya."
Vina menghembuskan nafasnya berkali-kali sambil melihat jalan yang ramai dengan kaca mobil disampingnya. Jujur saja Vina lelah menghadapi sikap adik laki-lakinya atau lebih tepat adik tirinya.
Enam tahun yang lalu, Vina baru tahu kalau dirinya memiliki adik laki-laki atau lebih tepatnya anak lain dari Ayahnya. Saat itu Vina masih mengingat dengan jelas setiap kalimat yang terlontarkan dari mulut Ayahnya ataupun Bundanya. Kenangan tersebut menjadi salah satu kenangan yang tidak akan bisa Vina lupakan karna rasa sakit yang dirinya dapatkan saat itu.
Flashback
"Bunda aku pulang!" Teriak anak perempuan yang menggunakan seragam SMA putih abu-abunya yang terlihat sedikit usang karna ini adalah tahun terakhirnya, hanya menunggu beberapa bulan lagi dirinya lulus dari Sekolah Menengah Atas.
Merasa tidak ada jawaban, anak perempuan itu berjalan ke halaman belakang. Samar-samar anak perempuan itu mendengar tangisan perempuan yang sangat familiar di pendengarannya.
"Bunda?" Anak perempuan itu tahu, itu adalah tangisan Bundanya.
Anak itu lari dengan kencang dan terdiam saat melihat Bundanya menangis dengan posisi jatuh di atas tanah, anak perempuan itu juga melihat orang lain. Ayahnya yang mencoba memeluk Bundanya, namun Bundanya menolak dan anak laki-laki yang mungkin masih menginjak bangku SMP.
"Bunda?" Panggil anak perempuan itu sambil melangkah menuju Bundanya.
Anak perempuan itu langsung memeluk Bundanya, Anak itu tidak bisa melihat air mata jatuh di pipi Bundanya.
"Ada apa Bun? Kenapa Bunda menangis?" Tanya anak itu sambil masih memeluk Bundanya, saat tak mendapat respon anak itu melihat Ayahnya.
"Ada apa Ayah? Kenapa Bunda menangis?" Tanya anak perempuan tersebut pada Ayah dan Ayahnya pun hanya diam sambil menatapnya seakan mengatakan 'maafkan Ayah.'
"Bunda bagaimana aku bisa mengerti kalau Bunda tidak ingin berbicara?" Tanyanya sambil mengelus Bundanya.
"Ayahmu__." Anak itu mendengar dengan sabar, kata demi kata Bundanya sebut dan akhirnya menjadi satu kalimat yang membuatnya terdiam. Anak itu berharap apa yang dibicarakan Bundanya salah dan saat dia melihat Ayahnya, Ayahnya hanya diam tanpa membantah ucapan Bundanya.
"Ayah?" Panggil anak perempuan itu dengan raut wajah yang mengharapkan Ayahnya berbicara 'itu bohong sayang, apa yang Bundamu katakan itu bohong.' , tapi Ayahnya hanya diam.
Anak perempuan itu meneteskan air matanya dan menatap anak laki-laki yang ada dibelakang Ayahnya.
"Kenapa kamu harus hadir? " Kalimat yang diutarakan anak perempuan itu sangat jelas di tunjukan pada anak laki laki yang hanya diam.
"Vina!" Ucap sang Ayah dengan nada yang sedikit tinggi.
Anak perempuan yang dipanggil Vina menatap Ayahnya tak percaya, setelah itu kembali melihat Bundanya.
"Bunda ayo kita ke dalam, Vina akan buatkan Bunda minum." Ucap Vina sambil membantu Bundanya tanpa memperdulikan dua orang yang memandang mereka.
Setelah Bundanya berdiri, Vina membantu Bundanya masuk kedalam dan di ikuti oleh dua pria dibelakangnya. Vina dengan sigap membantu Bundanya duduk di kursi yang ada di ruang tamu dan segera mengambil air minum untuk Bundanya.
"Vina dengarkan Ayah." Vina yang mendengar ucapan Ayahnya menghentikan langkahnya yang ingin kembali ke dapur meletakan gelas yang di pakai Bundanya.
"Apa yang Ayah ingin bicarakan? Ayah ingin Vina menerimanya? Ayah ingin Vina menyambutnya dengan senyuman atau Ayah ingin Vina memeluknya? Apa Ayah ingin Vina tertawa saat melihat dia datang dan mengubah semuanya?" Tanya Vina tanpa henti dengan wajah yang mulai basah kembali.
"Sayang bukan itu maksud Ayah. Dengarkan dulu semua, Ayah akan menghormati keputusan kamu dengan Bunda kamu, Ayah janji." Ucapan sang Ayah membuat Vina kembali duduk di samping Bundanya sedangkan Ayahnya dan anak laki laki tersebut duduk dihadapannya dan Bundanya.
"Dia anak Ayah. Namanya Dion, dia berbeda 5 tahun dari kamu." Ucap Sang Ayah.
"Lalu? Aku tidak bertanya tentang dirinya. Aku bertanya untuk apa Ayah memperkenalkan dia padaku dan Bunda? Kenapa tidak di tutupi saja, bukannya Ayah berhasil menyembunyikan semuanya selama ini. Lalu untuk apa memberitahu kami?" Tanya Vina dengan dingin. Ini pertama kalinya Vina berbicara dengan Ayahnya dengan kata kasar menurutnya.
"Beberapa bulan yang lalu Ibunya meninggal, Ayah gak bisa biarkan dia tinggal sendiri, maka__," ucapan sang Ayah terhenti bukan karna Vina tapi karna sang Bunda.
"Lalu Mas ingin dia hidup bersama kita? Mas ingin aku melihatnya setiap hari? Mas ingin membuat aku gila? Apa Mas gak punya perasaan?" Tanya sang Bunda dengan nada yang bergetar dan tatapan tajam atau bisa di bilang tatapan benci.
"Sayang dengarkan dulu penjelasan aku, aku gak masalah kalau kamu tidak bisa menerimanya. Aku gak maksa kamu untuk menerimanya, tapi izinkan dia tinggal di sini beberapa bulan dan setelah itu terserah kamu. Kamu ingin kami pergi maka kami akan pergi dari sini." Ucapan sang Ayah membuat Bunda menatap sang Ayah dengan tatapan tak percaya.
"Kurang apalagi aku Mas? Kenapa kamu menghianati aku selama ini Mas? Apa aku ada salah sama kamu? Apa ada perkataanku yang menyakitimu sehingga kamu selingkuh dari aku?" Pertanyaan sang Bunda membuat Vina semakin menangis.
Vina tidak pernah melihat Bundanya menangis, bahkan tadi pagi senyuman indahlah yang diberikan Sang Bunda padanya.
"Kamu ingin membuat aku mati Mas?" Pertanyaan sang Bunda membuat Vina langsung menggengam tangan sang Bundanya.
Sang Bunda melihat putrinya yang menangis dan sekali kali menggelengkan kepalanya.
"Bunda gak boleh ngomong kaya gitu." Sang Bunda mengusap wajah Vina dengan lembut, sang Bunda merasa gagal memberikan kehidupan yang indah untuk anak satu satunya.
"Maafkan Bunda sayang." Lirih sang Bunda sambil memeluk anak perempuannya.
Sementara dua pria beda usia hanya bisa diam.
Flasback Off
"Nona kita sudah sampai." Suara pak Bambang membuat Vina kembali dari masa lalunya.
"Baiklah. Bapak tunggu saja di sini, saya tidak akan lama." Ucap Vina dan dianggukkan oleh pak Bambang.
Vina masuk ke dalam area lingkungan asrama dan langsung menuju keruangan yang digunakan untuk keluarga yang sedang berkunjung.
Dion adik tirinya sebenarnya cukup pintar namun entah apa alasan dirinya yang membuat dua tahun berlalu begitu saja. Tidak sekolah, tidak mengerjakan tugas, tidur di kelas, hal itu membuat Dion membuang dua tahun dari teman seangkatannya.
"Eh mbak Vina, mau ketemu Dion ya?" Vina memberikan senyumannya sebelum menganggukan kepalanya mengiyakan ucapan anak laki-laki yang cukup Vina kenal.
"Iya bisa panggilkan Dion gak, soalnya di telpon gak di angkat." Jawab Vina dengan lembut.
"Oh iya Mbak, aku panggil dulu ya." Pamit anak laki-laki tersebut.
"Terimakasih."
Tak perlu menunggu lama lima menit kemudian orang yang ditunggu Vina datang. Vina menatapnya dengan penuh arti, enam tahun lalu anak tersebut selalu menunjukan wajah sedihnya, bahkan Anak itu tidak berani menatapnya.
"Ada apa Kakak datang ke sini?" Tanyanya saat sudah duduk dihadapan Vina, Dion yang ada di depannya saat ini bukanlah Dion enam tahun yang lalu.
"Apa kamu akan selalu bersikap seperti ini? Kamu bilang kamu gak mau merepotkan aku lagi, lalu kenapa aku harus kembali dipanggil setiap minggu oleh guru kamu? Apa kamu gak bisa bersikap baik? Ini tahun terakhir kamu Disini dan ini kesempatan terakhir yang sekolah kamu berikan, apa kamu akan tetap seperti ini?" Tanya Vina melihat adik laki-lakinya.
"Yah sudah, Kakak jangan datang kalau di panggil. Bereskan?" Ucapnya dengan santai, kalau saja Vina tidak mengandung. Vina sudah pasti akan menghajar adiknya.
"Jangan buat masalah. Aku ingin datang kemari hanya menyampaikan keluhan guru-guru kamu, jadi kumohon bersikaplah dengan baik." Ucap Vina sebelum mengubah posisinya yang ingin menatap Dion yang terus berjalan.
"Ini terakhir kalinya aku datang untuk menyelesaikan masalah kamu. Aku mengurus kamu karena kamu keluarga aku satu-satunya, kamu juga amanat dari Ayah untuk aku dan ini pesan terakhir Bunda untuk aku. Jadi aku mohon, selesaikan sekolah kamu setelah itu kamu bebas melakukan apapun. Aku pergi." Ucap Vina sebelum memutar tubuhnya dan berjalan kearah pintu keluar.
"Sebelum Kakak menasehatiku lebih baik Kakak berkaca lebih dulu. Menurut Kakak bagaimana aku harus bersikap baik?" Tanya Dion menghentikan langkah Vina.
"Kakak harusnya sadar diri, Kakak sendiri bagimana? Kakak membuat orangtua Kakak kecewa sama Kakak, anak perempuan yang dibanggakannya harus menikah dengan pria asing karna hamil di luar nikah." Ucapan Dion langsung membuat Vina memutarkan tubuhnya dan melihat Dion.
"Kamu benar, maka dari itu aku tidak ingin kamu seperti aku." Ucap Vina dengan senyum tipis dibibirnya.
"Rasanya begitu memalukan berbicara seperti ini di depan kamu. Aku tidak bisa memberikan contoh bagaimana cara bersikap yang baik, karna seperti yang kamu bilang, apa yang aku lakukan bukanlah hal baik yang bisa aku banggakan. Tapi apa aku salah kalau aku mengharapkan yang terbaik untuk kamu?"
"Sejak kamu membelaku, sejak kamu mementingkan perasaanku beberapa bulan yang lalu, sejak saat itu juga aku mengharapkan kebaikan untuk kamu. Setidaknya di atas sana Bunda dan Ayah memiliki satu anak yang bisa membuat mereka bangga dan tersenyum dan aku? Tidak akan ada penyesalan lain yang menyelimuti diriku." Ucap Vina sebelum benar-benar pergi dari hadapan Dion.
Dion menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia tidak ingin mengucapkan kata kata kasar pada Kakak tirinya, tapi Dion tidak tahu kenapa Dion mengeluarkan kata-kata yang menusuk hati Kakaknya. Mulutnya hanya dengan asal mengeluarkan kata, tidak ada maksud Dion menyakiti hati kakaknya.
Mungkin Dion merasa gagal, Dion tidak bisa memegang janjinya pada sang Ayah untuk menjaga Kakaknya. Saat Dion tahu Kakaknya hamil di luar nikah, Dion sangat marah bahkan Dion mengahajar anak teman Bunda tirinya yang kini sudah menjadi abang iparnya. Dan seakan hidup tidak cukup kejam, Bundanya pergi setelah menerima kehadirannya.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
seru makin suka👍👍👍👍
2021-08-19
0
Santi Lestari
mulai suka
2021-08-17
0
Shellia
Nyimak dulu ya thor
2021-07-24
1