NovelToon NovelToon

Pelangi Setelah Hujan

Episode 1

Di kamar yang besar, bahkan sangat besar dengan nuansa putih yang memiliki pintu kaca yang sangat besar untuk menuju balkon di kamar tersebut terisi dengan kesedihan. Ada seorang perempuan cantik yang baru saja selesai mandi dengan rambut yang sengaja di ikat tinggi dengan acak serta menggunakan gaun putih yang longgar dengan perut yang sudah mulai membesar.

Perempuan itu duduk di sisi kiri kasur yang langsung menghadap pada pintu kaca yang sangat besar, sebelum menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia lelah dengan situasi ini. Situasi yang menurutnya tidak akan pernah selesai sampai kapanpun.

Tiga bulan sudah dia hidup di rumah ini dengan status yang berbeda. Bukan lagi menjadi seorang tamu seperti dulu, tapi kini statusnya sudah menjadi menantu di rumah ini.

Ayah, Bunda. Apa kalian melihat diriku dari sana? Aku merindukan kalian.

Perempuan itu selalu seperti ini di setiap pagi. Duduk di sisi kiri dan melihat ke arah langit lewat pintu kaya yang transparan tersebut. Perempuan itu selalu mengutarakan kata-kata rindunya untuk kedua orangtuanya, seakan akan orangtuanya akan selalu mendengar ucapannya.

"Kak Vina, Mama suruh untuk turun." Perempuan cantik dengan rambut pirang tersebut masuk tanpa memberi aba-aba sehingga membuat perempuan yang di panggil Vina tersebut terkejut dan tanpa sadar menjatuhkan ponsel yang dipegangnya.

Vina menatap perempuan tersebut sejenak sebelum bangun dari posisi duduknya untuk menggapai ponselnya.

"Maaf Kak, aku tidak sengaja." Ucapnya dengan langkah yang cepat agar bisa membantu Vina yang ingin mengambil ponselnya di bawah kolong kasur.

"Tidak masalah Lili, ini bukan salah kamu. Aku tadi melamun jadi tidak sadar kalau kamu masuk." Ucap Vina sambil mencoba mengambil ponselnya dan menjaga perutnya agar tidak terantuk dengan benda yang keras.

"Biar aku saja Kak." Ucap Lili dengan sigap langsung menggatikan posisi Vina, tidak menunggu waktu yang lama ponsel Vina sudah kembali di tangan Vina.

"Terimakasih." Ucap Vina tulus pada adik iparnya.

Jika di tanya apa Vina iri dengan perempuan yang sedang berdiri dan tersenyum di depannya saat ini? Ia, Vina menegaskan dengan jelas ia iri dengan Lili.

Umur keduanya tidak beda jauh namun keadaan keduanya jauh berbanding terbalik.

Lili yang sibuk mengejar tahap koass untuk mendapat gelar dr. (dokter), namun Vina? Dirinya sudah mendapatkan gelar, namun semuanya terasa sia-sia saat ini.

"Lebih baik kita turun sekarang sebelum Mama mulai mengomeliku karna kita tidak kunjung turun." Ucap Lili dan membuat Vina tersenyum.

Vina selalu berharap senyumnya tidak pernah luntur, tapi fakta selalu berkata lain. Melihat keadaannya saja sudah pasti tidak bisa membuat Vina senyum. Senyum yang ia tunjukan saat ini hanyalah topeng yang ia gunakan.

"Hati-hati Kak." Ucap Lili sambil memegang tangan kanan Vina dan membantu menuruni setiap anak tangga, hingga akhirnya di anak tangga terahkir.

"Terimakasih Li." Ucap Vina saat sudah sampai di lantai dasar.

"Sama sama Kak." Ucap Lili.

Vina dan Lili berjalan kembali ke tempat sarapan.

"Pagi sayang?" Sapa Rahma pada menantunya dengan senyum indahnya.

Tidak bisa Vina pungkiri lagi, menurut Vina kecantikan Lili berasal dari Rahma mama mertuanya sedangkan Angga suami dari Vina, ia pun yakin apa yang Angga miliki di wajahnya berasal dari papa mertuanya yaitu Hendra wijaya walaupun Vina jarang sekali melihat Papa mertuanya, karna Papa mertuanya hanya pulang sebulan sekali dari luar kota.

"Pagi juga Ma." Sapa balik Vina saat sudah masuk ke dalam pelukan Mama mertuanya.

Rahma memang selalu memeluk Vina setiap pagi, mereka sangat dekat maka tidak heran kadang orang mengaggap mereka memiliki hubungan anak dan ibu bukan mertua dan menantu.

"Duduklah Mama sudah membuatkan sarapan yang baik dan sehat untuk kamu dan si kecil." Ucap Rahma sambil menuntun Vina menuju kearah kursinya di samping Angga pastinya.

Semua orang memang selalu makan dalam diam, kecuali ada hal yang penting untuk dibicarakan dan Vina sudah terbiasa akan hal itu. Hampir semua kebiasaan keluarga suaminya, sama seperti kebiasaannya di rumahnya dulu.

"Terimakasih Ma." Ucap Vina tulus.

"Sama-sama sayang." Jawab Rahma yang juga sudah duduk di kursinya.

"Sepertinya aku harus pergi, ada panggilan mendesak." Ucap Lili dengan suara menyesal memandang Rahma dengan tangan yang memasukan ponsel ke dalam saku celana panjang hitam miliknya.

"Apa harus sekarang?" Tanya Rahma menatap Lili yang sudah berdiri dari tempat duduknya.

"Maaf Ma," ucap Lili sambil berjalan ke arah Rahma,

"Lili akan pulang awal hari ini."ucap Lili Lagi.

"Baiklah hati-hati sayang." Ucap Rahma sebelum membiarkan Lili memeluknya dan memberikan jejak manis di pipi kanannya.

"Terimakasih Ma, aku tidak akan telat." Ucap Lili sebelum berjalan ke arah Vina dan berjongkok mendekat ke arah perut Vina.

"Jangan nakal ya sayang, kasian Mama kamu harus bolak-balik ke kamar mandi karna kamu. Makan yang banyak, jangan dimuntahkan lagi." Ucap Lili sambil mengusap perut Vina dan semua orang tersenyum kecuali Angga pria yang duduk di samping Vina.

"Dia pasti akan mendengarkan kamu, hati-hati menyetirnya." Ucap Vina saat Lili sudah berdiri dari posisinya.

"Baik Kak." Jawab Lili.

"Aku pergi Bang." Pamit Lili dan dianggukan oleh Angga tanpa melihat ke arah Lili,

Angga hanya fokus pada makanan yang ada dihadapannya. Kini hanya tinggal Rahma, Vina dan Angga yang masih duduk berdiam diri dengan tangan yang sibuk dengan sendok dan garpu.

"Kamu tidak ke perusahaan Angga?" Tanya Rahma saat melihat anak tertuanya sama sekali belum menggunakan pakaian kantornya.

"Pergi kok Ma, sebentar lagi. Aku ada rapat di dekat sini, jadi aku pikir lebih baik aku berangkat dari rumah." Ucap Angga santai dan Vina juga baru sadar kalau suaminya sama sekali belum siap.

"Oh Mama kira kamu tidak ke perusahaan." Ucap Rahma.

"Ma aku ke dalam dulu." Ucap Vina yang merasa kalau badannya sudah mulai tidak enak, rasa mual itu kembali lagi dan mau tidak mau Vina harus tetap di kamar agar gampang ke kamar mandi.

"Apa kamu mual lagi?" Tanya Rahma dan dianggukkan oleh Vina dengan wajah yang menggambarkan Vina menahan sesuatu.

"Baiklah."

Setelah mendapat izin dari mama mertuanya, Vina bergegas kembali ke kamarnya dengan rasa mual yang tidak mampu di tahan, sementara Angga hanya diam melihat punggung Vina yang semakin menjauh dari pandangannya. Angga tidak tahu apa alasan ia memandangi punggung istrinya, tiba-tiba saja ia ingin melihatnya saat mendengar suara langkah kaki Vina yang semakin menjauh.

"Kamu harusnya bersikap peduli, Istri kamu butuh dukungan bukan hanya tatapan dari kamu." Ucap Rahma yang melihat Angga hanya diam sambil melihat ke arah Vina.

"Apa sih Ma, sudah bagus Angga mau menikahinya. Jadi jangan pernah meminta hal yang lebih." Ucap Angga dengan santai, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Rahma yang diam dengan pikiran yang bercampur menjadi satu. Banyak masalah yang dipikirkan oleh Rahma dan semua karna kesalahannya.

Apa lebihnya kalau kamu memperhatikan vina?hmm batin Rahma

Angga berjalan menuju kamarnya atau bisa di bilang kamarnya dengan Istrinya Vina yang baru di tempati selama 3 bulan. Angga membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam kamarnya sebelum kembali menutup pintu kamarnya. Angga tidak melihat Vina dan sudah dipastikan Vina masih di dalam kamar mandi.

"Apa kamu masih di dalam?" Tanya Angga sambil mengetok pintu terlebih dahulu.

Tidak ada jawaban dari dalam, namun Angga dapat mendengar suara gemercikan air dari dalam.

Berarti Vina ada di dalam, pikir Angga.

Angga kembali tidak perduli, Angga hanya berjalan membuka pintu putih yang cukup besar dan masuk ke dalam Dress Room miliknya. Angga mengambil stelan pakaian kerjanya dan keluar dari dress room dengan pakaian kerja yang sudah dipakainya. Angga keluar dan tepat langsung berhadapan dengan Vina yang sepertinya juga ingin masuk ke dalam dress room.

Sempat terdiam beberapa detik, hingga akhirnya Vina masuk ke dalam dress room tanpa memperdulikan Angga.

Angga pun sebaliknya, hubungan mereka hanya sebatas diatas kertas atau bahkan hubungan mereka hanya dua orang asing yang tinggal di atas atap yang sama. Seperti inilah mereka, berbicara hanya seperlunya.

Angga memasang jam tangannya dan melihat Vina yang baru saja keluar dari ruangan dengan tas yang ada ditangannya.

"Mau kemana?" Tanya Angga singkat dan di jawab dengan singkat juga oleh Vina.

"Rumah sakit."

Vina mengambil ponsel dan dompetnya dan segera memasukannya ke dalam tas abu-abu yang baru saja di ambil dari ruangan pakaian. Berjalan dengan santai, tanpa menghiraukan tatapan yang di berikan oleh Angga.

"Ini." Ucap Angga sambil memberikan kartu dengan logo perusahaan yang terkenal.

"Tidak perlu, aku ada." Ucap Vina dan melewati Angga.

Saat baru ingin membuka pintu, Vina menghentikan aktivitasnya karna tangannya yang di tahan oleh seseorang dan Vina tahu siapa pelakunya.

"Kumohon jangan membuat suasana semakin dingin Angga, aku sudah cukup lelah".

Vina memutar tubuhnya dan menatap Angga seakan bertanya 'Ada apa?'

"Aku tidak suka penolakan, ambil ini dan pakailah. Setidaknya ini mampu memperlihatkan kalau hubungan yang kita jalani baik-baik saja di luar sana. Jangan buat aku malu, jangan buat aku seolah olah tidak memberikan kamu nafkah." Ucap Angga dingin, Vina menatap Angga tidak percaya sebelum mengambil kartu tersebut dan memutar tubuhnya untuk keluar dari kamar.

Dia, pria itu, dia Angga Wijaya, pria berhati dingin, tanpa bisa di sentuh.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Episode 2

Vina baru saja selesai mengecek kandungannya yang baru memasuki bulan kelima dan semuanya sesuai harapan Vina. Semuanya baik, semuanya baik baik saja setidaknya sampai saat ini. Vina yang merasa ponselnya bergetar segera mengangkatnya setelah melihat siapa yang menelponnya.

"Ya Ma, ada apa?" Tanya Vina pada Rahma.

"Bagaimana? Apakah dia baik-baik saja?" Tanya Rahma pada Vina.

"Dia baik Ma, sangat baik." Jawab Vina seadanya.

"Baguslah, maaf ya Mama gak bisa mengantar kamu tadi." Ucap Rahma yang terdengar menyesal.

"Tidak masalah Ma." Jawab Vina dengan suara ciri khas miliknya, lembut.

"Kamu mau kemana setelah ini?" Tanya Rahma pada Vina.

"Aku mau ke tempat Dion Ma." Jawab Vina yang sudah masuk ke dalam mobil setelah menunggu pak Bambang mengambil mobil.

"Ada apa dengan adik kamu?" Tanya Rahma penasaran karna jarang sekali Vina mengunjungi adiknya, kalau Vina mengunjunginya pasti karna ada masalah yang di buat oleh adiknya Vina.

"Ada sedikit masalah Ma." Jawab Vina jujur. Sebelum Vina sampai di rumah sakit pihak asrama menelponnya, melaporkan perilaku adiknya yang melewati batas kembali.

"Baiklah, hati-hati. Jangan terlalu pusing sayang." Ucap Rahma

"Iya Ma, kalau begitu aku tutup telponnya."

Vina menghembuskan nafasnya berkali-kali sambil melihat jalan yang ramai dengan kaca mobil disampingnya. Jujur saja Vina lelah menghadapi sikap adik laki-lakinya atau lebih tepat adik tirinya.

Enam tahun yang lalu, Vina baru tahu kalau dirinya memiliki adik laki-laki atau lebih tepatnya anak lain dari Ayahnya. Saat itu Vina masih mengingat dengan jelas setiap kalimat yang terlontarkan dari mulut Ayahnya ataupun Bundanya. Kenangan tersebut menjadi salah satu kenangan yang tidak akan bisa Vina lupakan karna rasa sakit yang dirinya dapatkan saat itu.

Flashback

"Bunda aku pulang!" Teriak anak perempuan yang menggunakan seragam SMA putih abu-abunya yang terlihat sedikit usang karna ini adalah tahun terakhirnya, hanya menunggu beberapa bulan lagi dirinya lulus dari Sekolah Menengah Atas.

Merasa tidak ada jawaban, anak perempuan itu berjalan ke halaman belakang. Samar-samar anak perempuan itu mendengar tangisan perempuan yang sangat familiar di pendengarannya.

"Bunda?" Anak perempuan itu tahu, itu adalah tangisan Bundanya.

Anak itu lari dengan kencang dan terdiam saat melihat Bundanya menangis dengan posisi jatuh di atas tanah, anak perempuan itu juga melihat orang lain. Ayahnya yang mencoba memeluk Bundanya, namun Bundanya menolak dan anak laki-laki yang mungkin masih menginjak bangku SMP.

"Bunda?" Panggil anak perempuan itu sambil melangkah menuju Bundanya.

Anak perempuan itu langsung memeluk Bundanya, Anak itu tidak bisa melihat air mata jatuh di pipi Bundanya.

"Ada apa Bun? Kenapa Bunda menangis?" Tanya anak itu sambil masih memeluk Bundanya, saat tak mendapat respon anak itu melihat Ayahnya.

"Ada apa Ayah? Kenapa Bunda menangis?" Tanya anak perempuan tersebut pada Ayah dan Ayahnya pun hanya diam sambil menatapnya seakan mengatakan 'maafkan Ayah.'

"Bunda bagaimana aku bisa mengerti kalau Bunda tidak ingin berbicara?" Tanyanya sambil mengelus Bundanya.

"Ayahmu__." Anak itu mendengar dengan sabar, kata demi kata Bundanya sebut dan akhirnya menjadi satu kalimat yang membuatnya terdiam. Anak itu berharap apa yang dibicarakan Bundanya salah dan saat dia melihat Ayahnya, Ayahnya hanya diam tanpa membantah ucapan Bundanya.

"Ayah?" Panggil anak perempuan itu dengan raut wajah yang mengharapkan Ayahnya berbicara 'itu bohong sayang, apa yang Bundamu katakan itu bohong.' , tapi Ayahnya hanya diam.

Anak perempuan itu meneteskan air matanya dan menatap anak laki-laki yang ada dibelakang Ayahnya.

"Kenapa kamu harus hadir? " Kalimat yang diutarakan anak perempuan itu sangat jelas di tunjukan pada anak laki laki yang hanya diam.

"Vina!" Ucap sang Ayah dengan nada yang sedikit tinggi.

Anak perempuan yang dipanggil Vina menatap Ayahnya tak percaya, setelah itu kembali melihat Bundanya.

"Bunda ayo kita ke dalam, Vina akan buatkan Bunda minum." Ucap Vina sambil membantu Bundanya tanpa memperdulikan dua orang yang memandang mereka.

Setelah Bundanya berdiri, Vina membantu Bundanya masuk kedalam dan di ikuti oleh dua pria dibelakangnya. Vina dengan sigap membantu Bundanya duduk di kursi yang ada di ruang tamu dan segera mengambil air minum untuk Bundanya.

"Vina dengarkan Ayah." Vina yang mendengar ucapan Ayahnya menghentikan langkahnya yang ingin kembali ke dapur meletakan gelas yang di pakai Bundanya.

"Apa yang Ayah ingin bicarakan? Ayah ingin Vina menerimanya? Ayah ingin Vina menyambutnya dengan senyuman atau Ayah ingin Vina memeluknya? Apa Ayah ingin Vina tertawa saat melihat dia datang dan mengubah semuanya?" Tanya Vina tanpa henti dengan wajah yang mulai basah kembali.

"Sayang bukan itu maksud Ayah. Dengarkan dulu semua, Ayah akan menghormati keputusan kamu dengan Bunda kamu, Ayah janji." Ucapan sang Ayah membuat Vina kembali duduk di samping Bundanya sedangkan Ayahnya dan anak laki laki tersebut duduk dihadapannya dan Bundanya.

"Dia anak Ayah. Namanya Dion, dia berbeda 5 tahun dari kamu." Ucap Sang Ayah.

"Lalu? Aku tidak bertanya tentang dirinya. Aku bertanya untuk apa Ayah memperkenalkan dia padaku dan Bunda? Kenapa tidak di tutupi saja, bukannya Ayah berhasil menyembunyikan semuanya selama ini. Lalu untuk apa memberitahu kami?" Tanya Vina dengan dingin. Ini pertama kalinya Vina berbicara dengan Ayahnya dengan kata kasar menurutnya.

"Beberapa bulan yang lalu Ibunya meninggal, Ayah gak bisa biarkan dia tinggal sendiri, maka__," ucapan sang Ayah terhenti bukan karna Vina tapi karna sang Bunda.

"Lalu Mas ingin dia hidup bersama kita? Mas ingin aku melihatnya setiap hari? Mas ingin membuat aku gila? Apa Mas gak punya perasaan?" Tanya sang Bunda dengan nada yang bergetar dan tatapan tajam atau bisa di bilang tatapan benci.

"Sayang dengarkan dulu penjelasan aku, aku gak masalah kalau kamu tidak bisa menerimanya. Aku gak maksa kamu untuk menerimanya, tapi izinkan dia tinggal di sini beberapa bulan dan setelah itu terserah kamu. Kamu ingin kami pergi maka kami akan pergi dari sini." Ucapan sang Ayah membuat Bunda menatap sang Ayah dengan tatapan tak percaya.

"Kurang apalagi aku Mas? Kenapa kamu menghianati aku selama ini Mas? Apa aku ada salah sama kamu? Apa ada perkataanku yang menyakitimu sehingga kamu selingkuh dari aku?" Pertanyaan sang Bunda membuat Vina semakin menangis.

Vina tidak pernah melihat Bundanya menangis, bahkan tadi pagi senyuman indahlah yang diberikan Sang Bunda padanya.

"Kamu ingin membuat aku mati Mas?" Pertanyaan sang Bunda membuat Vina langsung menggengam tangan sang Bundanya.

Sang Bunda melihat putrinya yang menangis dan sekali kali menggelengkan kepalanya.

"Bunda gak boleh ngomong kaya gitu." Sang Bunda mengusap wajah Vina dengan lembut, sang Bunda merasa gagal memberikan kehidupan yang indah untuk anak satu satunya.

"Maafkan Bunda sayang." Lirih sang Bunda sambil memeluk anak perempuannya.

Sementara dua pria beda usia hanya bisa diam.

Flasback Off

"Nona kita sudah sampai." Suara pak Bambang membuat Vina kembali dari masa lalunya.

"Baiklah. Bapak tunggu saja di sini, saya tidak akan lama." Ucap Vina dan dianggukkan oleh pak Bambang.

Vina masuk ke dalam area lingkungan asrama dan langsung menuju keruangan yang digunakan untuk keluarga yang sedang berkunjung.

Dion adik tirinya sebenarnya cukup pintar namun entah apa alasan dirinya yang membuat dua tahun berlalu begitu saja. Tidak sekolah, tidak mengerjakan tugas, tidur di kelas, hal itu membuat Dion membuang dua tahun dari teman seangkatannya.

"Eh mbak Vina, mau ketemu Dion ya?" Vina memberikan senyumannya sebelum menganggukan kepalanya mengiyakan ucapan anak laki-laki yang cukup Vina kenal.

"Iya bisa panggilkan Dion gak, soalnya di telpon gak di angkat." Jawab Vina dengan lembut.

"Oh iya Mbak, aku panggil dulu ya." Pamit anak laki-laki tersebut.

"Terimakasih."

Tak perlu menunggu lama lima menit kemudian orang yang ditunggu Vina datang. Vina menatapnya dengan penuh arti, enam tahun lalu anak tersebut selalu menunjukan wajah sedihnya, bahkan Anak itu tidak berani menatapnya.

"Ada apa Kakak datang ke sini?" Tanyanya saat sudah duduk dihadapan Vina, Dion yang ada di depannya saat ini bukanlah Dion enam tahun yang lalu.

"Apa kamu akan selalu bersikap seperti ini? Kamu bilang kamu gak mau merepotkan aku lagi, lalu kenapa aku harus kembali dipanggil setiap minggu oleh guru kamu? Apa kamu gak bisa bersikap baik? Ini tahun terakhir kamu Disini dan ini kesempatan terakhir yang sekolah kamu berikan, apa kamu akan tetap seperti ini?" Tanya Vina melihat adik laki-lakinya.

"Yah sudah, Kakak jangan datang kalau di panggil. Bereskan?" Ucapnya dengan santai, kalau saja Vina tidak mengandung. Vina sudah pasti akan menghajar adiknya.

"Jangan buat masalah. Aku ingin datang kemari hanya menyampaikan keluhan guru-guru kamu, jadi kumohon bersikaplah dengan baik." Ucap Vina sebelum mengubah posisinya yang ingin menatap Dion yang terus berjalan.

"Ini terakhir kalinya aku datang untuk menyelesaikan masalah kamu. Aku mengurus kamu karena kamu keluarga aku satu-satunya, kamu juga amanat dari Ayah untuk aku dan ini pesan terakhir Bunda untuk aku. Jadi aku mohon, selesaikan sekolah kamu setelah itu kamu bebas melakukan apapun. Aku pergi." Ucap Vina sebelum memutar tubuhnya dan berjalan kearah pintu keluar.

"Sebelum Kakak menasehatiku lebih baik Kakak berkaca lebih dulu. Menurut Kakak bagaimana aku harus bersikap baik?" Tanya Dion menghentikan langkah Vina.

"Kakak harusnya sadar diri, Kakak sendiri bagimana? Kakak membuat orangtua Kakak kecewa sama Kakak, anak perempuan yang dibanggakannya harus menikah dengan pria asing karna hamil di luar nikah." Ucapan Dion langsung membuat Vina memutarkan tubuhnya dan melihat Dion.

"Kamu benar, maka dari itu aku tidak ingin kamu seperti aku." Ucap Vina dengan senyum tipis dibibirnya.

"Rasanya begitu memalukan berbicara seperti ini di depan kamu. Aku tidak bisa memberikan contoh bagaimana cara bersikap yang baik, karna seperti yang kamu bilang, apa yang aku lakukan bukanlah hal baik yang bisa aku banggakan. Tapi apa aku salah kalau aku mengharapkan yang terbaik untuk kamu?"

"Sejak kamu membelaku, sejak kamu mementingkan perasaanku beberapa bulan yang lalu, sejak saat itu juga aku mengharapkan kebaikan untuk kamu. Setidaknya di atas sana Bunda dan Ayah memiliki satu anak yang bisa membuat mereka bangga dan tersenyum dan aku? Tidak akan ada penyesalan lain yang menyelimuti diriku." Ucap Vina sebelum benar-benar pergi dari hadapan Dion.

Dion menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia tidak ingin mengucapkan kata kata kasar pada Kakak tirinya, tapi Dion tidak tahu kenapa Dion mengeluarkan kata-kata yang menusuk hati Kakaknya. Mulutnya hanya dengan asal mengeluarkan kata, tidak ada maksud Dion menyakiti hati kakaknya.

Mungkin Dion merasa gagal, Dion tidak bisa memegang janjinya pada sang Ayah untuk menjaga Kakaknya. Saat Dion tahu Kakaknya hamil di luar nikah, Dion sangat marah bahkan Dion mengahajar anak teman Bunda tirinya yang kini sudah menjadi abang iparnya. Dan seakan hidup tidak cukup kejam, Bundanya pergi setelah menerima kehadirannya.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Episode 3

Vina melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan ucapan Dion yang selalu berputar dipikirannya. Vina menghidupkan shower dan memilih mengguyur tubuhnya dengan air dingin sambil terus memikirkan perkataan Dion.

'Aku juga gak pengen seperti ini. Bukan aku yang menginginkannya, bukan aku yang meminta kehidupan seperti ini,bukan aku yang minta.

Vina menghentikan perkataannya di dalam hati saat mendengar suara langkah sepatu yang mengitari kamarnya.

Vina bergegas menyelesaikan aktivitas mandinya dan menggunakan dress yang memang akan selalu digunakan beberapa bulan ke depan, dress longgar yang tidak akan membuat perutnya merasa sesak.

Vina keluar dan langsung melihat pria yang beberapa bulan lalu membuat Vina hampir stress karena tekanan dan penderitaan yang dilakukan pria tersebut padanya. Perkataan, tatapan, bahkan kehadiran pria itu saja sudah membuat tekanan sekaligus penderitaan di kehidupan Vina.

Vina baru saja ingin keluar dari kamar, namun suara Angga menghentikan langkahnya.

"Apa dia buat masalah lagi?" Tanya Angga dan Vina tahu siapa yang Angga maksud adalah Dion, adiknya.

"Tidak." Jawab Vina singkat dan gerakannya kembali terhenti saat Vina baru saja ingin keluar dari kamarnya.

"Aku tahu semuanya Vina, kamu gak perlu menyembunyikan sesuatu yang pasti akan aku tahu." Ucapan Angga membuat Vina menghembuskan nafasnya dengan kasar.

'Pria bodoh sudah tahu masih saja bertanya buat emosi saja.' Ucap Vina dalam hatinya sebelum memutar tubuhnya dan tanpa Vina sadari Angga sudah dibelakangnya dari tadi.

Vina diam, mata keduanya bertemu tanpa aba-aba yang membuat Vina terdiam sempat menahan nafasnya beberapa detik sebelum akhirnya Vina kembali bernafas dengan wajah yang ditujukan dengan kesan kalau dirinya baik baik saja.

Mungkin kalau di tanya apa Vina mampu menunjukkan wajah seperti ini dulu, Vina tegaskan dirinya tidak berani. Hanya mata penuh ketakutan, dengan respon takut yang bisa Vina tunjukan dulu.

Vina tahu kalau Angga tidak ada perasaan padanya dan Angga tidak mungkin melakukan sesuatu dengan tingkat kesadaran seratus persen kecuali keadaannya sama seperti beberapa bulan yang lalu.

"Kamu sudah tahu, lalu untuk apa bertanya?" Kali ini Vina berbicara sambil menatap mata Angga yang tidak pernah menunjukan sisi lembut padanya sejak Vina menjadi istrinya.

"Kamu tahu aku dengan baik Vina, aku mau semua aktivitasmu harus kamu beritahu padaku. Apapun!" Ucap Angga dengan penekanan di kata apapun.

"Jangan ikut campur dengan urusanku, hanya tinggal menunggu beberapa bulan maka semuanya akan terselesaikan. Jadi kumohon jangan telalu ikut campur urusanku, cukup kamu bertanya pada pak Bambang dan jangan bertanya pada ku.

Jangan bersikap layaknya suami yang ingin mengetahui apapun yang istrinya lakukan." Ucap Vina sebelum memutar tubuhnya dan ingin membuka pintu, namun kali ini tindakan Vina dihentikan bukan lewat suara namun tindakan.

Angga menarik bahu Vina agar kembali menatapnya dan mengeratkan tangannya di pinggang Vina, tanpa menyakiti anaknya yang ada di perut Vina.

Vina menatap Angga yang hanya diam, tanpa sadar Vina tertawa sinis.

Ucapan adiknya kembali berputar dipikirannya. "Pria ini yang membuatnya menderita, Pria ini yang menjebaknya dalam kehidupan kelam, Pria yang dikiranya baik ternyata......."

"Aku tidak menyukai sikap kamu Vina.

Aku tidak suka kamu berbicara seperti ini. Perhatikan cara bicara kamu di hadapanku, jang__." Kali ini Vina menghentikan ucapan Angga dengan kata kasarnya yang menyebabkan Angga melepaskan tangannya dari pinggang Vina.

"Kamu hanya memiliki hak di atas kertas, bukan di kehidupan nyata. Kita sudah sepakat dari awal, apa perlu aku ingatkan lagi agar kamu mengerti dengan baik Tuan Angga wijaya yang terhormat?"

Vina tersenyum sinis saat merasa tangan Angga yang sudah tidak ada dipinggangnya.

"Bersikaplah seperti orang asing, karna aku tidak suka sikap kamu yang seperti ini. Kamu yang mengatakan kalau kita hanya orang asing yang berada di satu perahu dan hanya tinggal menunggu waktu agar orang asing itu berpisah. Jadi bersikaplah seperti yang kamu katakan dulu." Vina memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan Angga yang terdiam dengan senyum tipis yang terukir dibibirnya.

Angga melangkahkan kakinya menuju balkon dikamarnya, berdiri dan hanya diam.

Angga kembali mengingat kenangan beberapa bulan yang.

Kejadian yang mengubah semuanya.

Flashback

Angga bangun dari posisi tidurnya karna mendengar tangisan perempuan yang suaranya Angga kenal.

Vina, anak teman mamanya yang sudah tinggal dirumahnya lebih dari lima tahun karna mendapatkan beasiswa di Jakarta.

Angga membuka matanya dengan pelan karna sinar matahari yang menghalangnya untuk membuka matanya secara langsung.

"Pria brengsek!" Umpatan tersebut lolos dari perempuan yang duduk diatas ranjang yang sama dengan yang digunakan Angga.

Angga yang mendengar umpatan tersebut langsung melihat perempuan yang menatapnya dengan tatapan benci dan bisa di bilang dengan tatapan jijik.

"Apa yang kamu lakukan di kamarku dan__." Pertanyaan Angga terhenti saat melihat kondisi kamarnya dan tentu juga kondisi Vina yang tidak bisa di bilang baik-baik saja untuk wanita yang ada di kamar seorang pria.

"Pria sialan, pria brengsek. Kamu pria yang__." Tangisan Vina sudah pada titiknya, Vina tidak bisa melanjutkan umpatan yang dilontarkan untuk Angga.

Angga pria dewasa, dia mengerti situasi ini. umurnya sudah 27 tahun, Angga tidak mungkin tidak mengerti situasi ini. Angga hanya bingung kenapa ini semua terjadi, semalam dia tidur dan tidak bisa mengingat apapun yang terjadi semalam. Hanya satu kejadian yang dia ingat, susu yang diberikan Mamanya semalam hanya itu saja.

Baru saja Angga ingin berbicara dengan Vina, wanita itu telah berdiri dan mengambil semua pakaiannya dan berlari ke kamar mandi dengan lilitan kain tipis yang menutupi tubuhnya. Angga ingin membantu, tapi Angga sadar bukan saatnya dia bersikap lembut dengan perempuan itu. Percuma sikap lembutnya juga akan ditolak langsung oleh perempuan tersebut.

Angga telah menggunakan pakaiannya dan menunggu perempuan itu keluar. Pintu kamar mandi terbuka, perempuan yang terlihat berantakan walaupun lebih baik dari sebelumnya dengan pakaian yang telah terpakai dan rambut yang dibiarkan terurai.

"Kenapa kamu ada di kamar aku?" Bukan lontaran maaf yang diucapkan oleh Angga, tapi lontaran yang mencurigakan jika di dengar oleh Vina.

"Kamu menuduhku? Kamu pikir aku perempuan seperti apa?" Tanya Vina dengan nada yang begetar begitu juga tatapan yang masih sama.

"Bukan menuduh tapi aku bertanya. Apa salah kalau aku bertanya seperti itu? Kalau aku ada di kamar kamu maka aku yang salah, dan sekarang masalahnya kamu ada di kamar aku." Ucapan Angga benar, disini Vina yang bodoh. kenapa dia harus masuk ke kamar ini, kenapa dengan bodohnya dia penasaran suara apa yang ada di kamar ini.

Vina menghapus air matanya dengan kasar.

"Anggap saja semua tidak pernah terjadi, aku tidak bisa bertanggungjawab padamu. Kamu tahu aku akan menikah dengan wanita yang ku cintai." Ucap Angga santai dan hal itu semakin membuat Vina merasa terhina.

Vina jijik pada dirinya sendiri, Vina benci pada dirinya.

"Aku tidak pernah mengharapkan pernikahan dari pria brengsek seperti kamu." Ucap Vina sebelum keluar dari kamar Angga dan pergi tanpa Angga tahu kemana, karna setelah itu Vina menghilang selama sebulan sebelum kembali dan memutuskan pindah dari rumahnya atau mungkin angkat kaki.

Flasback off

"Mama memanggil kamu untuk makan malam." Suara perempuan yang baru saja terdengar membuat Angga menghentikan ingatan masa lalunya.

Angga membalikan tubuhnya dan sebelum mengeluarkan suara perempuan itu telah pergi kembali dari kamar mereka.

Angga mencoba untuk tidak memikirkannya dan bergegas membersihkan badannya sebelum makan malam dengan keluarganya.

Vina melangkah menuruni anak tangga, dirinya masih harus membantu Rahma menata makanan di meja makan.

Vina sadar diri, dimana dirinya harus berdiri, dimana dirinya harus menjauh.

"Sudah kamu panggil?" Tanya rahma yang melihat menantunya mendekat.

"Sudah Ma, mungkin Angga lagi mandi." Jawab Vina dengan tangan yang memegang sendok untuk diletakan disisi kanan piring.

"Selamat malam." Kegiatan Vina dan Rahma terhenti secara bersamaan, sebelum akhirnya keduanya melihat kearah suara yang terdengar di indra pendengaran keduanya.

"Untuk apa kamu kesini?" Tanya Rahma dengan suara yang menandakan kalau Rahma tidak menyukai wanita yang datang tanpa di undang tersebut.

Vina hanya diam sambil sekali kali melihat wanita yang datang tanpa di undang, walaupun tatapannya tetap fokus pada Mama mertuanya, Vina takut Mamanya terkena serangan jantung mendadak.

Vina adalah dokter walaupun belum pernah mengaplikasikan ilmunya dengan gelarnya namun nalurinya merasa cemas mengingat riwayat penyakit Rahma, maka dari tadi Vina hanya fokus pada Mama mertuanya.

"Tenang Tante, aku datang karna Angga yang menyuruhku datang." Ucap wanita itu dengan nada yang sinis.

"Pergilah, saya tidak sudi rumah saya di injak oleh kamu." Ucap Rahma dan membuat Vina semakin khawatir dengan Rahma

.

"Apa hak Tante? Anak Tante yang mengundang saya, bukan Tante.

Jadi Tante gak ada hak buat usir saya dari sini." Ucapan wanita itu sudah tidak bisa Vina diamkan lebih lama lagi.

Vina meletakan alat makan dan berjalan ke arah Rahma, sebelum Rahma membalas ucapan wanita itu lebih lanjut dan pada ahkirnya akan menimbulkan masalah yang besar.

"Ma." Panggil Vina lembut dan tak luput senyum manisnya.

"Mama ke kamar saja, biar aku yang bereskan semua ini." Ucap Vina dan di tolak halus oleh Rahma.

Mana bisa Rahma meninggalkan Vina dengan perempuan yang menurut Rahma bagaikan ular yang beracun.

"Tidak sayang, Mama gak akan bisa biarkan kamu berdua sama wanita ular ini." Ucap Rahma.

"Ma, aku perlu bicara dengannya. Hanya sebentar."

"Tidak!" Ucap Rahma.

"Ma?"

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!