Erlan berjalan cepat menuju penthousenya yang terletak di lantai atas hotel mewah miliknya.
Matanya berkilat menahan amarah, semua staf hotel menunduk hormat padanya.
Sampai di dalam penthouse, seseorang yang membuatnya marah sedang menunggunya di sana.
Dia adalah Rianti, ibu kandungnya.
"Mau apa anda kesini?" tanya Erlan ketus.
"Kenapa? memangnya salah kalau seorang ibu datang menemui anaknya?"
Erlan tersenyum sinis. Ibu? dia tidak pernah merasakan kasih sayang ibu sejak dia kecil. Orang yang mengaku ibunya saat ini, dulu meninggalkannya pergi dengan pria lain.
Sampai Erlan selalu kena imbas kemarahan dari ayahnya.
Erlan kecil selalu di pukuli oleh ayahnya, itu yang membuat Erlan keras kepala, bahkan membenci wanita.
"Ibu dengar kamu dekat dengan Reina ya.. jadi kamu sengaja dekati dia supaya perusahaan kalian bergabung begitu?"
"Bukan urusan anda."
Rianti menghela napas. Dia sadar kalau Erlan sangat membencinya. Tapi itu ia lakukan karena ingin hidup dengan baik.
Ayah Erlan yang seorang pemabuk mana mungkin bisa berubah. Rianti memang merasa bersalah, tapi ia bertekad harus berada di atas sebelum menemui Erlan dan mengajaknya hidup bersama lagi.
Tapi Rianti tidak sadar, kalau Erlan bagai bom waktu saat ini. Yang siap meledak kapan saja.
Rianti sudah menorehkan luka yang dalam pada Erlan, sehingga dia bermain bersama banyak wanita untuk pelampiasannya.
"Kalau kamu tidak serius, lebih baik jauhi Reina"
Erlan mendengus kesal. Menjauhi Reina? Terus menyerahkannya pada pria lain? Tidak akan.
Bukan rahasia lagi kalau para Executive tinggi menginginkan Reina. Setelah kematian ayahnya, Reina memimpin sendiri perusahaan. Dan itu membuat mereka berebut untuk memilikinya, tentunya untuk mengambil keuntungan dari gadis itu setelah menikah nanti. Karena Reina satu-satunya pewaris.
Dan Erlan tahu itu, dia tidak rela Reina jatuh ke tangan orang lain.
"Mungkin anda tidak tahu, kalau Reina dan saya saling mengenal sejak lama. Dia pacar saya."
Rianti terkesiap. Tidak menyangka mendengar jawaban Erlan. Dia pikir anaknya itu hanya ingin main-main. Jadi ia bermaksud mencegah itu.
"Tunggu saja. Setelah kami resmi nanti, aku akan membuat SH hancur. Boom! perusahaan itu akan rata dengan tanah." Erlan menyeringai menatap tajam ke arah Rianti.
Plak!
Tamparan mendarat di pipi Erlan. SH adalah perusahaan suami barunya sekarang. Rianti tahu ambisi Erlan untuk membalasnya. Tapi dia tidak mau kalau Erlan sampai menghancurkan suaminya juga.
Erlan tertawa sinis mendapatkan tamparan dari Rianti.
"Jadi ini perlakuan yang anda sebut sebagai ibu?"
Rianti mundur. Ia memegang tangannya dengan gemetar. Merasa menyesal sudah menampar Erlan tadi.
"Maaf Erlan, ibu..tidak sengaja."
Erlan beranjak membuka pintu penthousenya.
"Silakan keluar. Sebelum saya panggil petugas keamanan kesini."
"Erlan.. maaf."
"KELUAR!"
Rahang Erlan mengeras menahan amarah, wajahnya memerah saat ini.
Rianti tahu, percuma kalau sekarang bicara dengan Erlan. Dia sedang di kuasai amarah.
Sambil mengusap sudut matanya yang berair, Rianti pergi meninggalkan tempat itu.
Erlan membanting pintu, lantas mengambil beberapa minuman alkohol dari lemari dapur.
Menenggaknya beberapa gelas, sampai isinya habis.
Dalam setengah sadar, ia meraih ponsel dan menghubungi seseorang.
"Rein.. kamu dimana?"
[.......]
"Datang sekarang, atau aku akan membatalkan semua kontrak perjanjian itu."
Bentak Erlan, lalu mematikan sambungan telepon.
Dia mengirim lokasinya saat ini pada Reina, lalu melempar ponselnya dengan asal.
Matanya terpejam merasakan dirinya melayang karena pengaruh alkohol.
*******
Reina turun dari ojek online dengan tergesa. Dia memaki Erlan dalam hati. Padahal dirinya sudah bersiap untuk tidur, tapi cowok itu seenaknya menelepon, dan marah-marah tidak jelas, lalu menyuruhnya datang.
Dengan hanya memakai dress selutut dan di lapisi cardigan, Reina masuk ke dalam sebuah hotel mewah, sesuai dengan lokasi yang di kirim oleh Erlan tadi.
"Selamat malam ada yang bisa kami bantu?"
Seorang wanita berpakaian seragam menyapanya. Reina tersenyum kaku.
"Ah iya, saya mau bertemu Erlan."
Wanita itu memandang Reina dengan teliti. "Anda nona Reina?"
Reina mengangguk.
"Baik. Mari ikut saya nona."
Wanita itu mendampingi Reina, masuk ke dalam lift, dan memencet angka paling atas di hotel ini.
Reina cemas, kenapa Erlan mengajaknya ketemu di hotel. Jujur saja dia takut, apalagi mendengar suara Erlan yang berbeda tadi.
Lift sampai di lantai paling atas. Reina mengikuti langkah wanita itu, menatap takjub ke sekitar. Di lantai itu hanya ada lorong panjang, dan tidak ada kamar lain di sisi kanan kirinya. Tapi ada satu pintu di ujung. Pintu itu berwarna cokelat dengan ornamen dan ukiran bergaya Eropa.
Ada plang besar yang menempel di sana.
'Kamar CEO Erlan'
Wanita itu menatap Reina sambil tersenyum.
"Kita sudah sampai nona. Ini kamar Pak Erlan. Silakan langsung masuk saja. Dia sudah menunggu anda. Saya pamit dulu."
Setelah kepergian wanita itu, Reina terdiam cukup lama di depan pintu. Ragu-ragu dia mengetuk pintu itu.
Tidak berapa lama Erlan keluar dengan penampilannya yang berantakan.
"Ayo masuk."
Reina bergeming.
"Masuk." Erlan mengulangi perkataannya.
Reina mengalah, ia masuk ke dalam kamar itu. Lagi-lagi dia dibuat kagum dengan interior hotel itu.
Ruangan yang dia masuki sekarang sangat luas. Bahkan ada kamar tidur, dapur dan kamar mandi juga.Tatapan Reina berhenti pada beberapa botol minuman di atas meja.
Jadi inikah penyebab Erlan berantakan seperti ini?
"Jadi untuk apa kamu panggil aku kesini?" Tanya Reina pelan. Ia sedikit takut, karena tahu Erlan sedang mabuk.
"Kamu memang penurut sayang.. aku butuh kamu sekarang."
Erlan maju mendekatinya, sehingga Reina terpojok.
"Erlan aku peringatin kamu, jangan macam-macam. Aku bisa teriak."
Reina tahu itu percuma. Dia hanya mencoba mengancam Erlan.
Sedetik kemudian Erlan terkekeh.
"Kamu nggak bisa lihat situasi? ini ruangan tertutup. Lagipula hotel ini milikku. Lihat kan Rein.. aku punya segalanya sekarang."
Erlan hampir terjatuh, badannya sempoyongan. Dengan sigap Reina menahannya, dan mendudukkan Erlan di atas sofa.
"Aku mau pulang. Lebih baik jernihkan pikiranmu dulu. Baru kita bicara."
Reina baru saja hendak pergi, tapi Erlan menarik tangannya. Dia menatap Reina dengan pandangan memohon.
"Temani aku malam ini saja."
"Kamu pikir aku sama dengan wanita-wanita panggilan kamu itu? yang bisa kamu panggil seenaknya buat temani kamu. Iya?!"
Erlan terdiam. Tapi tetap tidak melepaskan tangan Reina.
"Ibuku.. tadi datang kesini."
Apa? ibu Erlan?
Reina membatin dalam hati. Dulu sekali, Erlan pernah bercerita kalau ibunya itu membuangnya. Itulah yang membuat Reina simpati padanya, dan mereka bisa menjadi dekat dulu.
"Kamu tahu Rein? setelah aku sukses dia datang mencariku. Aku pikir dia akan memelukku, mengatakan kalau aku hebat. Tapi dia datang hanya untuk kepentingannya. Dia takut aku menghancurkan suaminya yang sekarang."
Reina masih terdiam. Melihat keadaan Erlan saat ini, sebetulnya dia merasa tidak tega.
"Maaf Rein.. dulu aku menyakiti kamu. Tapi itu hanyalah kenakalan remaja. Aku nggak menyangka setelah itu kamu pergi begitu saja, aku mencari kamu. Tapi papamu bilang, kamu sudah pindah."
Erlan kembali menatap Reina dengan mata coklatnya yang indah. Dulu Reina sangat mengagumi mata itu. Mata yang lembut tapi mengandung kesedihan yang dalam.
"Aku brengsek ya?" ucap Erlan.
Reina tidak tahan lagi, ia memalingkan wajahnya. Air mata yang selama ini ia tahan runtuh begitu saja.
Melihat Reina menangis, Erlan berdiri menyentuh pipi gadis itu.
"Maaf...."
Erlan menundukkan wajah, mengusap air mata Reina. Perlahan ia mencium kening gadis itu, lalu turun ke pipinya, dan tanpa sempat di cegah oleh Reina, ia menautkan bibirnya ke bibir gadis itu.
Reina berusaha berontak, tapi pagutan bibir Erlan semakin dalam, membuat Reina terhanyut.
Harum tubuh Erlan masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Sosok laki-laki pertama yang di sukainya, dan jujur saja, Reina merindukannya
Erlan melepaskan Reina, dengan nafas terengah dia berbisik.
"Marry me?"
Reina segera menjauhkan tubuhnya, menyesali apa yang dia lakukan tadi. Bisa-bisanya dia terbawa perasaan oleh Erlan.
"Aku harus pulang. Ini sudah malam."
"Oke. Ayo aku antar."
"No. Aku bisa pulang sendiri. Aku tahu kamu lagi mabuk."
Erlan terkekeh. "Aku sudah dapat obat penawar tadi. Jadi mabukku sudah hilang."
Reina menyembunyikan wajahnya yang terasa panas. Dia tidak ingin Erlan tahu. Tapi terlambat, Erlan sudah melihat itu. Rona merah di pipi Reina, sudah cukup menyenangkan hatinya.
Kali ini Erlan mengganti bajunya begitu saja di depan Reina, membuat gadis itu melotot kaget dan langsung berpaling membelakangi Erlan.
"Aku tunggu di luar saja." teriak Reina. Dia berlari keluar kamar. Membuat Erlan tertawa gemas.
Terima kasih Rein... Sejak dulu kamu selalu menjadi obat penawar untukku.
*****
Di sisi lain,
Dimas merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamarnya. Dia sudah mendesain dekorasi kedai ice creamnya sedemikian rupa, dengan bunga mawar yang cantik. Berharap Reina sadar, kalau ini semua untuknya.
Dimas terlalu takut untuk jujur, ia takut Reina nanti akan menjauh darinya. Reina kecil yang dulu rapuh, kini sudah dewasa.
Dimas teringat cerita Reina tentang Erlan tadi, dia merasa cemas. Sepertinya dia harus jujur pada Reina, sebelum gadis itu kembali bersama Erlan.
Walaupun dia tidak bisa membantu untuk masalah perusahaan, tapi Dimas bersedia bertanggung jawab untuk hidup Reina nanti.
Usahanya sedang berkembang pesat, pasti bisa menghidupi Reina jika gadis itu mau menikah dengannya.
Lagu Bruno mars- treasure, menemani malamnya saat ini....
*Treasure, that is what you are
Honey, you're my golden star
You know you can make my wish come true
If you let me treasure you
If you let me treasure you,
Pretty girl, pretty girl, pretty girl you should be smiling (you should be smiling)
A girl like you should never look so blue (blue)
You're everything I see in my dreams
I wouldn't say that to you if it wasn't true (true*)
Dimas tersenyum mendengarnya. Lagu ini sangat cocok untuk Reina. Dia mengirimkan lagu itu melalui pesan chat pada Reina. Berharap Reina mendengarnya, dan membayangkan reaksi Reina yang tersipu malu nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Eny Ambarwati
mantan...yg mslh blm terselesaikan...suatu saat....bs kembali...
2020-07-23
2
Fitria Indriani
perlahan tapi pasti Reina bakal jatuh cinta lagi sama Erlan
2020-03-15
1