Chapter 3

Sampai di kantor, Reina menghempaskan dirinya di kursi memejamkan matanya sejenak, untuk menjernihkan pikirannya.

Tidak berapa lama Sisi datang ke ruangannya.

"Non.. tadi ada yang telepon katanya bos Elf mau datang kesini."

Mendengar itu Reina langsung membuka matanya.

"Kamu serius?"

Sisi mengangguk, sambil menatap reaksi Reina dengan heran.

"Nona kemarin jadi ketemu kan. Kenapa? Orangnya jelek ya non? Botak? Atau jangan - jangan sudah tua bangka?"

Reina hanya berdecak mendengar pertanyaan Sisi yang menurutnya sangat lebay.

"Bukan ya? Terus kenapa kelihatan nggak suka begitu?"

"Sisi diam dulu deh." Ujar Reina gemas. Sisi langsung terdiam, menutup bibirnya.

Reina berjalan bolak - balik sambil menggigit kuku ibu jari. Kebiasaan yang dilakukannya saat sedang cemas.

"Terus kamu menyetujui dia buat datang?" tanya Reina.

Sisi hanya mengangguk tanpa berkata.

Ya ampun! Cobaan apalagi ini.! Batin Reina dalam hati.

Dia tidak ingin bertemu dengan Erlan lagi.

Tiba - tiba terdengar suara ramai dari luar ruangannya. Reina dan Sisi saling berpandangan. Jangan - jangan....

Ia mengintip dari jendela. Kecurigaannya ternyata benar. Erlan sudah datang. Dan kini sedang tebar pesona di sana.

Suasana seketika penuh dan ramai dengan kedatangan Erlan, mereka terpana dengan penampilan Erlan yang elite.

Balutan kemeja putih dan jas hitam, dengan dasi melingkar sempurna di lehernya.

Rambutnya berwarna coklat tertata rapi.

Sungguh menyegarkan pandangan mata, karena rata - rata pegawai pria di kantor Reina sudah berumur dan beristri.

Tentu saja ini menjadi pemandangan baru bagi staf wanita disana.

"Kamu bilang apa ke mereka sampai seperti itu?" Reina mendesis pada Sisi.

"Saya cuma bilang kalau bos Elf mau datang, habis itu mereka malah pada heboh sendiri." sahut Sisi dengan berbisik.

Reina menggelengkan kepala melihat kekacauan yang terjadi di kantornya. Ia segera keluar sebelum kekacauan itu semakin bertambah.

Sampai di ruangan staf, ia melihat Erlan sedang merayu salah satu staf wanita di sana.

"Boleh saya minta poto kamu?" Tanya Erlan pada staf wanita tersebut.

"Bu- buat apa pak?" Wanita itu menjawab dengan gugup.

Erlan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Matanya terpaku menatap Reina yang ternyata sudah berdiri memperhatikannya.

"Saya mau tunjukkan pada semua orang, kalau bidadari itu memang ada...."

Ujar Erlan. Tapi matanya terus melihat ke arah Reina.

Para staf seketika riuh. Ruangan yang seharusnya untuk bekerja itu kini ramai seperti pasar. Wanita yang tadi di dekati Erlan tersipu malu.

Erlan tergelak tertawa bersama staf yang lainnya.

Hanya Reina yang tidak tertawa disana. Erlan melengkungkan bibir menatap Reina.

Sedangkan Reina, ia balas menatapnya dengan kesal.

"Non.. jadi itu yang namanya bos Erlan. Ya ampun ganteng ya non. Lihat deh tuh si Juminten mukanya sampai merah gitu kayak kena tabok."

Bisik Sisi, yang kini sudah ada di sebelahnya.

Reina merengut sebal. Ia memaki Erlan dalam hati.

Dasar playboy caper!

***

Setelah kekacauan di ruang staf tadi, Reina langsung membawa Erlan masuk ke ruangannya untuk bicara empat mata.

Erlan mengedarkan pandangannya, menatap ruangan itu. Ruangan yang khas sekali dengan Reina. Dindingnya yang berwarna biru muda, dengan hiasan beberapa bunga mawar.

Ya.. Reina memang sangat menyukai bunga.

"Jadi? apa tujuan kamu kesini?" Akhirnya Reina bertanya juga. Setelah sejak tadi hanya diam.

"Kenapa? Aku cuma mau mampir ke kantor calon istri." Jawab Erlan cuek.

"Calon istri? Jangan mimpi. Aku nggak pernah setuju."

Erlan terkekeh. Dia duduk di kursi yang berhadapan dengan Reina.

"Kamu butuh bantuanku, dan aku butuh kamu. Simbiosis mutualisme. Pikirkan Reina. Cuma aku yang bisa bantu kamu. Atau kamu mau perusahaan kamu bangkrut dan bagaimana nasib semua karyawan di sini? Mereka butuh gaji, pesangon."

Reina menatap Erlan tajam. "Kenapa? Setidaknya aku harus tahu alasannya."

"Aku punya alasan sendiri." Jawab Erlan. Ia menyalakan rokoknya, dan menghisapnya dalam.

Apa katanya barusan? Si brengsek ini benar - benar gila!

Reina menyesali pikiran yang sempat terlintas tadi di benaknya, kalau Erlan masih mencintainya. Itu tidak mungkin! Sudah sepuluh tahun. Dan Erlan juga sudah banyak berubah sekarang.

Baiklah Erlan! Aku akan mengikuti permainanmu.

"Aku memang butuh bantuan kamu, tapi aku tidak mau langsung menikah."

"Wohoo.. jadi kita pacaran lagi gitu?" sahut Erlan antusias. Dia melengkungkan bibirnya, tersenyum menggoda Reina.

Kalau saja yang di hadapannya itu wanita lain, tentu saja akan langsung terjerat dengan rayuan Erlan.

Tapi tidak dengan Reina, dia hanya menatap lurus ke depan tanpa mempedulikan pria itu.

"Oke. Aku kasih waktu tiga bulan. Setelah itu kita menikah." Erlan kembali bicara.

Kali ini Reina kembali menatapnya. Mata bulat gadis itu menyipit membuat Erlan semakin gemas melihatnya.

"Oke." Jawab Reina singkat.

"Deal. Mulai hari ini kita partner." Di ulurkannya tangan Erlan. Walaupun ragu, akhirnya Reina menerimanya.

Memangnya dia bisa apa?

Posisinya yang serba salah dan terjepit membuatnya terpaksa harus berurusan lagi dengan Erlan.

Reina hanya berharap keputusannya ini tepat. Untuk urusan hatinya, akan ia pikirkan nanti. Yang terpenting perusahaannya selamat untuk saat ini.

*****

Reina pulang lebih cepat hari ini. Kejadian di kantor tadi membuatnya lelah.

Sebelum pulang, dia menyempatkan diri pergi ke tempat favoritnya, kedai ice cream yang letaknya tidak jauh dari kantor.

Ice cream dapat membuat moodnya lebih baik.

Setelah memilih menu dan topping yang dia inginkan, Reina menunggu di meja yang tersedia.

Kedai ini sangat unik, dengan desain yang dibuat mirip dengan cafe dan space yang luas, sehingga pengunjung dapat memanjakan matanya sambil menikmati ice cream yang lezat. Reina tersenyum ketika pesanannya datang.

"Reina..." Seseorang memanggilnya.

Reina menoleh, matanya berbinar begitu melihat siapa yang menghampirinya.

"Dimas.. kamu sudah pulang."

Cowok yang bernama Dimas itu tersenyum lebar, dia adalah pemilik kedai ice cream itu. Dan dia juga satu-satunya orang yang dekat dengan Reina.

Dimas adalah anak kerabat papa Reina, yang sejak kecil dekat dengannya. Tapi sudah satu bulan ini Dimas pergi ke luar kota, karena harus mengurus cabang barunya.

"Iya. Aku sampai tadi malam." Sahut Dimas, ia menarik kursi di hadapan Reina, dan duduk sambil terus menatap Reina yang masih asyik menikmati ice creamnya.

"Syukurlah. Aku benar-benar butuh kamu sekarang ini. Rasanya kepalaku mau pecah."

"Kenapa?" Dimas mengerutkan kening, melihat Reina menghabiskan ice creamnya tanpa sisa, senyumnya kembali mengembang.

"Ah ini menu baru di sini. Kamu suka?"

Reina mengangguk. "Nice. Aku selalu suka ice cream disini. Kamu hebat!"

"Jadi.. ayo kita keatas. Pasti ada yang mau kamu ceritakan."

Tepat sekali! Reina memang sudah tidak sabar ingin bercerita dengan Dimas. Melepaskan beban yang selama beberapa hari ini membuatnya lelah.

Di atas kedai itu, terdapat ruangan khusus untuk tempat beristirahat Dimas disana. Mereka duduk di balkon yang di sulap dengan pemandangan indah, dengan hiasan aneka bunga mawar merah dan putih. Itulah yang membuat Reina semakin betah di sana.

"Mau kopi?"

Reina menggeleng. Ia sedang mengagumi bunga mawar putih yang sedang mekar di sana.

Setelah Dimas duduk, Reina mulai bercerita. Tentang pertemuannya dengan Erlan dan syarat darinya, lengkap dengan kata - kata makian Reina untuk Erlan.

"Aku benar - benar nggak nyangka ya. Erlan bisa berubah begitu. Ya.. 10 tahun sih kita nggak pernah bertemu lagi. Pasti banyak yang berubah."

"Kamu senang?" Tanya Dimas.

"Ya nggak lah, aku aja nyesal kenapa dulu bisa suka sama dia. Cowok bandel, urakan, dan playboy. Kamu tau? Dia jadikan aku bahan taruhan sama teman-temannya. Tambah lagi dia selingkuh. Mana mungkin aku lupa begitu aja."

Dimas manggut-manggut mendengarnya. Dia memang dulu pernah dengar kalau Reina berpacaran dengan Erlan. Tapi karena kesibukannya kuliah, dia jarang bertemu Reina seperti sekarang. Dimas memang lebih tua 2 tahun dari Reina.

"Jadi.. kamu terima syarat dia? Kamu mau nikah sama Erlan?"

Reina terdiam. Untuk hal itu dia tidak bisa menjawab. Karena baginya pernikahan adalah hal yang sakral. Sementara ini ia harus menata hatinya dulu. Waktu tiga bulan yang di berikan oleh Erlan akan ia manfaatkan dengan baik.

Kalau memang saat itu dia tetap tidak bisa menerimanya, maka Reina sudah siap semua konsekuensinya.

Dalam hal ini ia mempertaruhkan semuanya. Keluarga, perusahaan, dan kelangsungan hidup semua pegawai di kantornya.

Tanpa ia sadari, ada hati yang terluka mendengar ia bicara tentang Erlan sejak tadi. Seperti kata orang, tidak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan. Hanya saja Reina tidak sepeka untuk itu.

Terpopuler

Comments

jenong

jenong

sepertinya ada kesalah pahaman di masa lalu dech antara reina sama erlan..

2020-10-29

3

lalalisa

lalalisa

Keren kak ceritanya. Semangat up terus ya kakak, sudah aku like .
Mampir juga yuk kak ke karya ku
judulnya: TERJEBAK CINTA SAHABAT

2020-06-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!