Malam itu, mobil Fortuner hitam berhenti tepat di depan rumah lantai dua bernuansa putih dan asri.
Dimas turun dari mobil, dan membukakan pintu untuk Reina.
"Silakan tuan putri..." ujar Dimas sambil membungkukkan tubuhnya sedikit, ala seorang pelayan, yang di balas dengan pukulan pelan Reina di tangannya.
"Thanks ya, Dim. Aku enggak tahu harus cerita sama siapa lagi."
Dimas tersenyum. Mengacak rambut Reina lembut.
"You're welcome. Maaf aku nggak bisa bantu banyak."
Reina mengangguk. Baginya, Dimas sudah mau menjadi tempat ia berbagi cerita saja itu sudah cukup membantu
"Masuk yuk.." ajak Reina.
"Lain kali ya, aku masih ada kerjaan di cafe."
Sebenarnya Dimas masih ingin lebih lama berdua dengan Reina, tapi ia tahu kalau Reina lelah dan butuh istirahat. Jadi dia menolak ajakan Reina untuk mampir ke rumahnya.
"Oh oke. Hati-hati yaa...."
Dimas mengangguk, lalu kembali masuk ke dalam mobilnya. Reina tersenyum melambaikan tangan padanya.
Setelah mobil Dimas sudah tidak terlihat lagi, Reina masuk ke dalam rumah.
Kedatangannya di sambut oleh Zoya, yang ternyata sejak tadi menunggunya di balik pintu.
"Kak, tadi bareng sama Kak Dimas kan.. kok nggak mampir ke rumah?" Zoya bertanya dengan semangat.
Reina tahu sejak lama kalau Zoya menyukai Dimas, bahkan beberapa kali meminta bantuan Reina untuk dekat dengan Dimas.
Tapi Reina mengabaikannya, baginya Dimas terlalu baik untuk Zoya. Dia tidak mungkin menyerahkan Dimas-nya yang berharga untuk Zoya.
Berharga?
Ya bagi Reina sendiri, Dimas sangat berharga. Satu-satunya orang yang selalu menemaninya saat dia terpuruk dan kehilangan semuanya. Masih teringat jelas sepuluh tahun lalu, saat mengetahui fakta kalau Erlan hanya menjadikannya bahan taruhan, Reina sangat sakit hati tentu saja.
Di kecewakan cinta pertamanya. Masalah tidak hanya sampai disitu. Mamanya meninggal karena sakit jantung, membuat Reina semakin terpuruk.
Bahkan dia sampai tidak datang ke acara kelulusan sekolah. Dan harus kuliah ke luar kota demi memenangkan pikirannya dan melupakan masa lalu yang buruk di tempat ini.
Di kota itu tempat keluarga Dimas tinggal, dan keluarga Dimas sangat baik padanya. Karena ayahnya adalah kerabat papinya Reina. Dimas selalu menemani dan menjaga Reina di sana walaupun dia sendiri sibuk dengan kuliahnya.
Sampai suatu hari, Reina mendapat kabar kalau papinya akan menikah lagi.
Reina kesal, marah, dan sedih, karena papinya sudah berubah.
Dia tidak ingin pulang ke rumah ini lagi. Tapi takdir berkata lain, papinya meninggal, dan dia harus menanggung beban itu sekarang. Menjalankan perusahaan yang tidak ia inginkan. Dan kembali ke tempat penuh kenangan pahit ini.
"Kak.. kok malah bengong sih."
Reina tersadar dari lamunannya. Ia menatap Zoya datar.
"Minggir. Aku mau ke kamar."
Zoya memberi jalan pada Reina, bibirnya mengerucut ke depan. Pertama kali dia bertemu Dimas, Zoya sudah terpincut dengan pesona Dimas. Kulitnya yang kecoklatan dan bola mata hitam, dengan style rambut yang sedikit gondrong, sangat manly sesuai tipenya.
Tapi Zoya tahu, kalau Dimas hanya menatap ke arah Reina. Dan Zoya benci itu.
Zoya berlari ke kamar. Ia menghubungi seseorang dengan ponselnya.
Jiwa mudanya memberontak. Beberapa bulan ini dia berubah untuk jadi anak baik, sesuai saran maminya. Tapi percuma, dia butuh pelampiasan kekesalannya sekarang.
****
Suara dentum musik terdengar, Zoya dan temannya berada di sebuah club malam di ibukota.
Dia duduk di depan bar setelah puas berlenggok dan menari. Zoya tertawa gembira, kekesalannya pada Reina tadi sedikit menguap dengan dia datang ke club malam.
Tatapan Zoya terhenti pada sosok cowok cool yang sedang duduk bersama dua orang wanita seksi.
"Sst. Arah jam 12. Cowok itu cool banget kan." Bisik Zoya pada temannya yang bernama Raisa.
Raisa menyipitkan mata menatap ke arah yang di tunjuk Zoya. Bibirnya tersenyum miring.
"Jangan deh. Dia bukan orang sembarangan. Lo udah lama kan enggak keluar. Jadi enggak tahu siapa dia."
"Emang dia siapa?" tanya Zoya heran.
"Dia tuh big bos, yang punya club ini." sahut Raisa sambil menghisap rokok mentolnya.
Mata Zoya membulat. Big bos, semuda itu?
wah keren.
"Kenapa big bos malah ikutan nongkrong di sini?"
Raisa terkekeh. "Karena dia suka wanita. Tapi dia cuma suka tubuhnya saja, nggak pernah ada yang resmi jadi pacarnya. Hehe. Sudah yuk kita turun lagi."
Zoya mengangguk. Matanya masih saja fokus menatap cowok itu. Dalam hatinya berpikir, andai saja dia bisa mendapatkan cowok kaya raya seperti dia, mungkin hidupnya akan berubah.
Tidak harus menumpang hidup dengan Reina lagi seperti sekarang.
Sampai saat ini cintanya ke Dimas masih bertepuk sebelah tangan, mungkin dia harus mencoba mencari cowok baru.
Bibirnya melengkung, tersenyum ketika melihat cowok itu beranjak dari duduknya. Zoya pura-pura ingin pergi ke toilet pada temannya, padahal ia menyusun rencana untuk mendekati cowok tadi.
Zoya bersembunyi di lorong yang menuju toilet pria, tidak berapa lama cowok itu keluar dari toilet, Zoya bersiap melancarkan rencananya.
Dengan gerakan sengaja dia menabrakkan dirinya pada cowok itu, hingga membuat dia terjatuh.
"Aww...." Zoya meringis, mengusap pinggangnya.
Cowok di hadapannya tidak bereaksi, bukannya membantunya berdiri seperti harapan Zoya, tapi dia malah menatap sinis ke arah Zoya.
"Kamu pikir trik murahan ini berlaku sama saya. Huh?"
Zoya terkejut, perlahan ia berdiri. Menatap sosok di hadapannya. Matanya mengerjap kagum melihat mata dan rambut yang serba coklat, dengan garis wajah yang sempurna.
Pemilik wajah itu adalah Erlan. Tapi Zoya tidak tahu siapa itu Erlan.
"Jadi apa tujuan kamu mengikutiku?" tanya Erlan.
"Maaf. Aku cuma mau berkenalan." sahut Zoya pasrah. Misinya sudah ketahuan. Tidak ada gunanya dia berbohong.
Erlan menyeringai menatap Zoya. Baginya wanita seperti Zoya sudah biasa. Dengan penampilan yang seksi, dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Dia sama sekali tidak tertarik.
Tapi Erlan menanggapinya dengan santai.
"Namaku Zoya." Dengan berani, Zoya mengulurkan tangannya.
Erlan hanya diam, sambil menatap tangan Zoya yang masih terulur.
"Erlan." jawabnya ketus.
Perlahan Zoya menurunkan tangannya, malu karena Erlan tidak membalas uluran tangannya.
"Ah iya. Kalau kamu berniat untuk kencan denganku, kamu harus menunggu antrian dengan rapi. Karena aku harus menyeleksinya dulu, mana yang pantas untukku." Erlan berkata pedas.
Dia sangat tidak suka dengan tipe wanita seperti Zoya, yang sekali lihat saja Erlan tahu, dia mendekatinya hanya karena uang.
Itu mengingatkan Erlan pada wanita yang paling ia benci sampai saat ini
Setelah berkata seperti itu, Erlan pergi meninggalkan Zoya yang masih mematung.
Tidak menyangka kalau akan di tolak begitu saja dengan Erlan.
Zoya berteriak prustasi. Bukan saja Dimas, tapi sekarang cowok yang baru di kenalnya tadi pun menolaknya.
Rasanya dia benar-benar marah pada keadaan dirinya sendiri.
Begitu tidak berharganya kah dia?
sampai semua orang menolaknya. Pertama kakak tirinya Reina, lalu Dimas, dan sekarang cowok bernama Erlan itu malah menghina dirinya.
Zoya menangis.
Aku hanya ingin mendapatkan perhatian. Tapi kenapa itu sulit sekali buatku.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
♡👿 [V]aM|P!R} 👿♡
benci atau cinta
2021-02-01
0
Fitria Indriani
ya elah, sakit lu zoy
2020-03-13
0